Darius duduk di kursi kantornya dengan punggung yang ia sandarkan di kursi, kepalanya terasa berat dan hatinya tak tenang.
Dia tidak pernah menyangka mendapat permintaan tak terduga dari putrinya kemarin, permintaan sederhana yang membuat gadis itu sangat sungkan saat mengatakannya.
Seakan dia takut mendapat penolakan dan takut jika keinginannya tak di kabulkan, padahal itu hanya keinginan untuk berkumpul bersama dengan keluarga yang utuh.
Masih bisa Darius bayangkan wajah putrinya saat mengatakan itu, dia terlihat putus asa dan berharap banyak. Begitupun wajah istrinya dan putra pertamanya, mereka tidak pernah menyangka dengan permintaan itu.
'Tolong, saat aku kembali nanti, aku ingin kita berkumpul sebagai keluarga, tidak apa meski hanya sebentar.'
Darius juga rasanya masih bisa mendengar nada bergetar dari ucapan yang di lontarakan putrinya itu.
"Apa yang membuatmu berfikir jika kita tidak akan berkumpul? Kita adalah keluarga." Darius bergumam, dia merasa putrinya itu sangat rapuh, tapi juga kuat di saat bersamaan.
Gadis itu terlihat memiliki trust issue pada keluarganya, dia seperti memiliki keyakinan jika keluarganya akan menolaknya dan mengabaikannya, gadis itu juga sering mengatakan hal-hal tak masuk akal.
Dia sering berkata jika mungkin suatu hari keluarganya akan membencinya dan lebih menyayangi Sabrina, dia juga bertanya kenapa Darius, Isabella dan Calvin sangat perhatian padanya.
Helaan nafas kembali terdengar, kali ini lebih berat dan dalam, membuat seseorang yang sendari tadi bersamanya menatap heran.
"Hei, bung! Kau baik-baik saja?" Suar beratnya terdengar menjengkelkan di telinga Darius.
"Baik, tapi juga tidak, entahlah." Jawabnya asal.
"Aneh melihatmu bersikap seperti itu."
"Memangnya kenapa? Aku juga manusia."
"Sejak kapan?"
Perempatan imajiner tampak jelas di wajah Darius, pria itu kemudian melemparkan bolpoin yang di pegangnya, "Jaga bicaramu, sialan!" Kesalnya.
"Bukan itu maksudku."
Darius menatap dengan tatapan bertanya pada rekan kerjanya itu, "Memangnya apa?" Tanyanya penasaran.
Tatapan orang itu bertemu dengan mata Darius yang menatapnya tajam. "Sejak kapan kau menemukan putrimu?"
Pertanyaan tak terduga itu membuat tubuh Darius kaku dan menegang sesaat, tatapannya berubah menjadi semakin tajam dan dingin. "Bagaimana bisa kau tahu?" Tanyanya penuh dengan intimidasi.
Orang itu mengangkat bahunya acuh, "Memangnya kau pikir aku tidak akan mengetahuinya?"
Darius menggeram kesal, tangannya mengepal dengan kuat. "Ricardo Rodriguez! Sebaiknya kau jawab dengan jujur, jika masih ingin keluar dari ruangan ini hidup-hidup!"
Orang yang di panggil Ricardo itu menatap tenang pada Darius yang terlihat sangat marah, dia bahkan dengan santai meminum kembali kopi yang tadi sempat ia abaikan.
"Tenang bung, kita berada di kubu yang sama, kau ingat?" Ujarnya dan melawan tatapan tajam Darius.
Darius berdecak kesal dan membuang mukanya, dia terbawa emosi, bagaimanapun juga informasi mengenai putrinya tidak boleh bocor ke dunia luar. Tidak sebelum dia menemukan siapa dalang di balik penculikan putrinya lima belas tahun yang lalu.
"Ku harap kau tutup mulut untuk hal ini." Darius menatap pada rekan kerja sekaligus sahabatnya itu.
Ricardo tersenyum miring, "Tentu." Ucapnya lalu berdiri dari tempatnya semula duduk.
"Aku akan pergi sekarang, urusan kita juga sudah selesai. Ingat, jangan terlalu bergerak mencolok." Ricardo berkata dengan serius dan di tanggapi anggukan serta deheman singkat dari Darius.
Sebelum keluar dari ruangan Darius, Ricardo berhenti di ambang pintu dan kembali menatap pada Darius, membuat pria itu mengangkat sebelah alisnya, "Ada yang lain?" Tanyanya.
"Tidak, hanya saja, kupikir kita akan menjadi besan, putra pertamaku dan putrimu sering kencan di beberapa cafe dan restoran."
Setelah mengatakan itu, Ricardo segera pergi dari ruangan dengan secepat kilat, meninggalkan Darius yang terdiam mencerna perkataan dari sahabatnya itu.
"Ricardo Rodriguez!"
Teriakan Darius menggelegar terdengar hingga sekretarisnya yang ada di luar terlonjak kaget, apakah ia seharusnya tidak datang dulu? Ada laporan penting yang harus dia sampaikan, tapi dia tidak mau kena amuk bosnya yang kejam, apa yang harus dilakukannya?
"Bagaimana bisa? Putriku? Dan anak dari baj*ngan itu?"
Tampaknya Darius sangat syok, dia bahkan tidak sadar jika sendari tadi sekretarisnya mengetuk pintu.
Tinggalkan Darius, mari beralih pada Luna yang masih berada di sekolahnya.
Luna belakang menjadi nama yang sering di sebutkan dari mulut para siswa dan siswi, mulai dari berita jika gadis itu melakukan lompat kelas untuk masuk SMA lebih cepat, gadis itu yang juga mendapat beasiswa penuh, dan berita terhangat saat ini, gadis jenius yang menjadi target bully kakak kelas.
Alasannya? Karena gadis itu menarik perhatian dari kekasih Selena Donnovan, putri tunggal dari pemilik pertambangan minyak terbesar di negara ini.
Selena di kenal sebagai gadis yang tidak akan cari ribut duluan jika dia tidak di usik, tapi dia tidak benar-benar baik, dia suka melakukan bullying dalam bentuk verbal, menghancurkan mental targetnya dan membuatnya depresi.
Kembali lagi pada Luna, kini gadis itu menjadi target selanjutnya Selena, gadis itu yang bahkan tidak mengetahui apa kesalahannya malah harus berurusan dengan tingkah menyebalkan Selena.
Seperti saat ini, tak ada angin tak ada hujan, bahkan cuaca cerah sangat indah, tapi Luna malah berdiri di tengah lapangan dengan keadaan berantakan.
Dari ujung rambut hingga ujung kaki, semuanya basah kuyup, belum lagi siswa siswi yang menontonnya di pinggir lapangan dengan saling tertawa.
"Heh, anak miskin!"
Luna merasakan bahunya di dorong sedikit kuat, dia lantas mendongak menatap kakak kelas yang tadi menyiramnya. Cantik, tapi hatinya tidak.
"Ya?" Luna menjawab dengan tenang.
"Lo tau kenapa lo jadi kayak gini?" Orang itu, Luna melihat nama di seragamnya bernama Nesha Azkia.
"Tidak." Lagi, jawaban tenang itu membuat Nesha kesal.
Selena berjalan mendekati Luna, tatapan mereka bertemu, suasana juga mendadak hening, para siswa dan siswi yang tadi saling tertawa dan berbisik juga diam.
"Karena gue baik, biar gue kasih tau alesan lo jadi kayak gini." Selena berhenti tepat di hadapan Luna, dengan jarak sekitar tiga puluh senti meter.
"Itu karena lo udah bikin Abian tertarik sama lo."
Luja terdiam. Tidak, bukan karena dia terkejut karena merasa dalam bahaya atau merasa melakukan kesalahan fatal, tapi dia terkejut karena ternyata alasannya sangat konyol dan bodoh.
"Gila." Lirih gadis itu dengan wajah jijik.
Selena yang berdiri dihadapannya tentu mendengarnya, "Apa lo bilang?" Tanyanya dengan menekan setiap katanya, wajahnya jelas menunjukkan jika dia marah.
Luna menatap dengan tenang, mengulurkan tangan kanannya dan menunjukkan jari tengah, "Kubilang, kau GILA!" Ujarnya dengan santai, tapi tidak dengan suasana sekitar yang langung chaos.
"Bangs*t lo!"
Selena hendak menampar Luna, tapi dengan sigap gadis itu menghindar dan menahan tangan yang hendak mengenainya.
"Yah, kau tidak pernah berbuah, baik dulu, ataupun sekarang." Luna berujar pelan, hingga hanya dia dan Selena yang mendengarnya.
Ya, dulu juga dia terlibat hal seperti ini, dan dengan kasus yang sama, dan orang yang sama juga.
"Kukatakan ini sekali, jangan menggangguku jika kau tidak ingin berakhir mempermalukan dirimu sendiri, senior."
•
•
•
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Diah Susanti
jadi ingat film gerhana, ada si poltak raja minyak dari medan
2024-02-17
0
✨imouto_sora"~
😔
2024-01-08
1
Ymmers
Dirga apa Darius siy namanya?
ato Dirga Darius di satuin
2023-11-28
0