Waktu istirahat telah tiba, hampir semua orang membicarakan mengenai pertandingan basket tadi, banyak yang tidak percaya karena tidak melihat langsung, tapi banyak juga yang dengan kukuh mengatakan betapa hebatnya kelas X-A putri ketika melawan kelas XII-A putri.
Sedangkan yang tengah di gosipkan malah dengan santainya makan di kantin, mereka bahkan makan dengan sangat tenang, tidak ada yang bersuara, semuanya fokus pada makanan masing-masing, terlalu lapar dan lelah.
"Haa, aku selesai." Hera meletakkan sendok di piringnya, lalu meneguk habis satu gelas penuh air putih.
"Aku juga selesai." Gladis ikut menyelesaikan makannya dan langsung membuka ponselnya, mengirimkan pesan pada seseorang.
"Gimana? Bisa di hubungi?" Hera bertanya, gadis itu sedikit mengintip pada siapa Gladis mengirim pesan, ternyata pada Luna.
Gladis mengangguk, dia lantas menunjukkan pesan balasan yang baru saja terkirim oleh Luna, "Dia bilang akan segera ke sini." Jawabnya.
Hera mengangguk, dia kini beralih sibuk dengan ponselnya juga. "Gak ada yang seru." Gumamnya, tapi kemudian dia teringat sesuatu.
"Ernest!" Teriaknya tiba-tiba, membuat si empu yang di panggil langsung menoleh dengan tangan yang masih memegang sendok.
Ernest Balthajar, pria blasteran Indonesia-Eropa itu hendak memaki orang yang memanggilnya ketika dia sedang makan, tapi tidak jadi ketika melihat siapa orang yang barusan memanggilnya itu.
Sendok di tangannya segera dia letakkan dan berdiri dari kursinya, "Yes, My Queen!" Balasnya ikut berteriak.
"Come here." Gera menggerakkan jari telunjuknya, dan Ernest juga dengan cepat datang menghampiri Hera.
Interaksi itu tentu saja menjadi sorotan semua orang, mereka melihat dengan aneh interaksi dua insan beda gender itu.
"Ututu... manisnya babu-ku ini." Hera mengelus bagian bawah dagu Ernest saat pria itu telah sampai di hadapannya, persis seperti dirinya memanjakan seekor kucing.
Ernest? Pria itu malah semakin tenggelam dan memeluk kedua lutut Hera, benar-benar bagaikan kucing dan majikannya.
"Si*l! Lu apain temen gue!?" Aldi benar-benar frustasi, bagaimana bisa temannya yang sangat dia kenal sejak sekolah menengah pertama, kini malah jadi seseorang yang sangat berbeda?
Hera mengangkat bahunya acuh, "Hanya memanjakannya." Jawabnya, terdengar ambigu dan aneh di telinga para pendengar.
"Woi keset welcome! Lu juga, kenapa jadi kek gini?!" Kini Aldi beralih pada temannya yang anteng duduk di sebelah Hera, jangan lupakan dengan tangan gadis itu yang kini beralih membelai rambut pirangnya.
Ernest juga hanya mengangkat bahunya, "Dia memanjakanku." Jawabnya.
"Aakkkhhh!" Aldi frustasi, dia kemudian hendak kembali ke bangkunya, yang berada tak jauh dari tempatnya saat ini.
Tapi langkahnya terhenti karena perkataan seseorang, "Mau kemana?"
Aldi yang kesal kemudian menoleh pada yang bersangkutan, "Balik ke habitat gue lah!" Jawabnya dengan nada kesal.
"Oke, tapi tolong belikan dulu minuman." Ujar orang itu sambil menyodorkan satu lembar uang berwarna biru tua.
Perempatan imajiner tercetak jelas di dahi Aldi, "Beli sendiri! Gue bukan babu lu!" Kesalnya.
Orang itu lantas menggelngkan kepalanya, "Lupa dengan taruhan kita tadi?" Tanyanya.
"Taruhan ap-" Ucapan Aldi seketika terhenti, kala ingatannya memutar kembali adegan saat Juan menyetujui taruhan yang di buat oleh Gladis.
"Sudah ingat? Sekarang pergi dan tolong belikan apa yang barusan aku sebut." Ujar orang itu dengan senyum yang membuat matanya menyipit, terdapat sebuah tahi lalat di bawah bibirnya, membuatnya memiliki kesan elegan dan sexy.
Dia adalah keamanan putri dari kelas X-A, juga anggota paskibra dan taekwondo. Namanya banyak di sebutkan dalam hal kedisiplinan dan tata tertib, namanya juga terpampang jelas di mading sebagai salah satu peserta olimpiade taekwondo yang membawa pulang medali emas. Namanya Evangeline Flair Lucienne.
Aldi menetap malas uang yang di sodorkan oleh Evangeline, dia bahkan membuat wajah kesal yang jika Haikal lihat, maka dia akan melemparkan sepatunya pada wajah Aldi.
"Ck! Yaudah sini! Rempong banget!" Aldi dengan malas mengambil uang itu, sebelum dia berbalik untuk membeli apa yang di suruh, telinganya mendengar sesuatu yang menyenangkan.
"Ambil kembaliannya."
Wajah yang tadinya di tekuk dengan jelek, kini berseri dan matanya berbinar. "Oke! Kalo itu baru gue semangat!" Dan dengan itu juga dia langsung menerjang kumpulan siswa dan siswi untuk menuntaskan tugasnya.
"Mata duitan." Cibir Ernest, dia sangat mengenal tabiat Aldi.
Aldi itu sangat mata duitan, dia lebih suka di jalani dari pada menjajadi, dia juga suka mencari barang gratisan atau barang diskon, padahal dia adalah anak kedua dari pemilik perusahaan farmasi terbesar di Indonesia.
Tak lama setelah kepergian Aldi, Luna datang bersama dengan salah satu temannya yang tadi juga ikut bermain basket, keduanya langsung duduk di tempat yang memang telah di sediakan oleh teman-teman mereka.
"Ini bocah kenapa nyasar di sini?" Tanya gadis yang datang bersama Luna tadi.
Ernest menatap julid lalu memeletkan lidahnya. "Masalah buat lu?"
Gadis itu memasang wajah kesal, ingin dia memukul kepala pria itu, tapi tidak di hadapan Hera yang notabenenya adalah penjinak pria gila macam Ernest.
"Vio, mau pesen apa? Biar sekalian aku pesenin." Luna bertanya pada temannya itu, dia telah berdiri dan hendak pergi ke stand makanan.
"Samain aja, tapi minumnya mau lemon tea aja." Gadis bernama lengkap Violet Lysander itu menjawab dan memberikan uang untuk pesanannya.
Luna mengangguk lalu pergi ke stand makanan, dia menatap sekeliling, lalu tatapannya jatuh pada gadis yang juga menatapnya dengan marah.
"Yah, kali ini aku akan mengembalikan apa yang kau lakukan padaku dulu, lagi pula kau tidak berubah."
Setelah bergumam begitu, dengan gerakan cepat Luna mengetik sesuatu di ponselnya, mengirimkan pesannya pada seseorang, dan di balas dengan sebuah emoji 'Oke!'.
Langkah Luan tidak berhenti, dia terus berjalan ke stand makanan dengan bersenandung kecil, matanya berkilat sesaat, menandakan jika dia tengah puas dengan rencananya.
"Nikmati waktunya, dan berikan aku tontonan yang bagus."
*****
Luna kembali ke mejanya, dia menyerahkan pesanan Violet dan makan dengan tenang, teman-temannya yang lain masih stay dan menunggunya dan Violet selesai.
Ditengah ketenangan itu, seseorang tiba-tiba membuat kegaduhan, asalnya dari meja beberapa siswi senior. Keributannya di awali dengan siswi senior di kelas XII-B yang menyiramkan air minum pada siswi senior kelas XII-A, dan kebetulan dia adalah kapten basket tim putri sekolah.
"Maksud lo apa jal*ng?!"
Kata pertama yang keluar dari bibir si pelaku pengiriman adalah kata kasar itu, dia bahkan berteriak dengan wajah murka dan tangannya yang menggenggam erat ponselnya.
"Lo yang apa-apaan! Maksud lo apa nyiram gue sama ngatain gue jal*ng!?" Si ketua basket putri ikut berteriak tak terima.
"Gak tau malu, jal*ng mah ya jal*ng aja kali."
"Dalam kontes apa lo nyebut gue gitu, hah?! Lo mau gue laporin sama kepala sekolah atas pencemaran nama baik?"
"Ck! Lu buka hp deh, cek forum sekolah, kayaknya udah di unggah."
Setelah perkataan itu, banyak siswa maupun siswi yang mendengar langsung mengecek apa yang barusan di katakan oleh gadis yang memiliki nama Aurora Saptalaksana.
Dan detik itu juga, suasana menjadi sangat kacau, mereka menatap tak percaya pada forum sekolah yang menampilkan berita mengenai sebuah skandal yang melibatkan seorang siswi dan pengusaha kaya.
Tajuk utamanya adalah 'Siswi berprestasi menjadi Sugar Daddy dari seorang pengusaha kaya'. Dan nama siswi itu juga tercetak jelas, begitupun si pengusaha.
Tercetak jelas, nama Amelia Putri dan Martin Saptalaksana di baris pertama keterangan dalam forum sekolah.
"Gak nyangka, ternyata ketua basket putri simpenan om-om!"
"Pantesan aja selama ini kak Aurora kayak depresi gitu."
"Karanya Ibunya kak Aurora juga lagi sakit, tega banget."
"Gak tau malu banget, dia gak mikir apa gimana perasaan kak Aurora sama Ibunya?"
"Emang bener kata kak Aurora, dasar jal*ng!"
Publik mengecam Amelia yang telah mati kutu, gadis- tidak. Wanita itu hanya bisa diam dan memandang tak percaya pada ponselnya, dia menatap gelisah pada orang-orang yang mulai mencaci-maki dirinya.
"Nggak! Nggak! Itu bohong! Gak mungkin!" Teriaknya dan menyangkal semua berita itu.
"Dasar jal*ng!"
"Keluar dari sekolah ini! Kita tidak menerima jal*ng seperti dirimu!"
Suasana semakin kacau, semua orang sibuk mengkritik Amelia, dan tidak sempat memperhatikan seorang gadis yang tersenyum miring dan tertawa kecil.
"Ah, punggungnya sempurna. Haruskah... aku beralih pada panggung selanjutnya?"
•
•
•
•
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Bonny Patriadi
wajar Thor 🤩tetep semangka ya, walaupun puasa 🤩🤩
2024-04-03
1
Diah Susanti
sopo iku? penasaran
2024-02-18
0
Bonny Patriadi
sugar baby Thor.,
2024-01-17
3