Di sebuah taman dekat dengan panti asuhan milik Yuni, Luna dan Calvin duduk lesehan di rerumputan, saling diam dan tak berniat untuk saling angkat bicara dalam waktu dekat.
Keheningan itu terlihat canggung, tapi tak meninggalkan rasa tak nyaman, hanya saling menikmati keterdiaman dan menatap pada pengunjung lain yang juga menikmati waktu mereka.
Calvin mengalihkan pandangannya pada Luna, gadis itu tampak menatap lamat pada keluarga yang menghabiskan waktu bersama dan tampak bahagia.
"Pulang, ya?" Itu adalah kata spontan yang di ucapkan pria itu, dia benar-benar ingin agar adiknya pulang dan mengisi tempat yang kosong di keluarganya.
Luna tampak tertegun sejenak, tapi dia lantas ikut menoleh pada Calvin dan menatapnya intens. "Tapi, kalian sudah memiliki pengganti, bukan?"
Calvin langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, dia lantas menggenggam kedua tangan Luna dan membungkusnya dengan tangannya. "Tidak ada yang bisa menggantikanmu, baik dulu, sekarang, atau nanti." Ucapnya dengan serius.
"Tapi kalian tampak menyayanginya, kalian bahkan melupakanku."
Calvin kembali menggelengkan kepalanya, "Kami tidak pernah memberikan kasih sayang kami padanya, tidak sekalipun."
"Kau mungkin tidak, tapi orang tuamu berfikir hal yang berbeda."
Kali ini Calvin terdiam, memang benar adanya, jika kedua orang tuanya memberikan kasih sayang mereka pada Sabrina, tapi hanya sampai semua kebusukan gadis itu terungkap.
"Sebenarnya aku sudah tidak berharap lagi, aku cukup puas dengan tahu aku masih memiliki keluarga, aku lebih suka tetap tinggal di sini, daripada harus kembali bersama kalian, dan menjadi orang asing di sana."
"Tidak! Apa maksudmu menjadi orang asing? Kamu adalah keluarga kami, bagaimana kami bisa menganggapmu orang asing?" Calvin dengan cepat menyangkal pertakaan Luna, dia tidak mengerti kenapa gadis itu berkata hal yang tidak masuk akal.
'Tapi, itu lah yang kalian lakukan di masa lalu, walau kalian melakukan itu juga karena terpaksa.' Luna tidak bisa mengatakannya, dia hanya akan di anggap gila.
"Tidak bisakah kamu mempertimbangkan semuanya? Aku, dan adikku yang lain menunggumu, kami selalu menunggumu."
Luna menatap Calvin yang menundukkan kepalanya dengan aneh, menunggunya? Kenapa? Bukankah harusnya mereka bahagia bermain bersama Sabrina?
Tapi bukan itu saja yang aneh, sejak awal, semuanya terasa aneh. Darius dan Isabella juga bertingkah aneh saat pertama kali bertemu dengannya. di kehidupannya dulu, mereka hanya tersenyum dan memeluknya, tidak ada kata-kata hangat dan air mata.
Tapi sekarang, mereka bahkan memohon untuk dirinya kembali. Bahkan yang paling aneh adalah orang di hadapannya ini, dulu dia adalah satu-satunya orang yang sulit di dekati, dia yang paling minim berinteraksi dengannya, bahkan dia terkesan sangat menjauh darinya.
Tapi lihatlah sekarang, dia malah menangis dan menggenggam tangannya dan memohon untuk kembali. Semua menjadi sangat aneh, berbeda dengan masa lalu, sangat berbeda. Apa yang menyebabkan hal itu?
Seharusnya tindakannya tidak menimbulkan efek sebesar ini, karena dia hanya melakukan hal-hal kecil, itupun tanpa menyentuh keluarga Bellmore secara langsung. Jadi, apa yang menyebabkan semuanya berubah?
Luna memilih untuk tidak terlalu memusingkan hal itu, mungkin saja itu adalah efek butterfly yang di hasilkan dari perubahan yang di lakukannya.
Sekarang gadis itu fokus pada Calvin yang menunduk dengan punggung bergetar, menangis tanpa suara dan menggenggam erat kedua tangannya.
"Kakak."
Panggilan halus itu bagai mantra sihir, Calvin tersentak dan langsung mengangkat wajahnya, dan itu sontak membuat Luna langsung terkekeh kecil. Dia merasa geli karena pria yang seharusnya cukup usia untuk menikah itu kini malah terlihat konyol dengan jejak air matanya.
"To-tolong, sekali lagi."
Luna menatap tak mengerti pada perkatan Calvin yang terdengar ambigu, "Ka-kakak, panggil lagi." Jelasnya.
Luna mengerti, dia lantas tersenyum dan mengangguk. "Iya, kakak." Ucapnya dengan lembut, membuat Calviin langsung menarik Luna dalam pelukannya.
"Iya, adik. Ini kakak, kakakmu, dan kamu adikku. Maaf karena membuatmu menunggu lama, maaf karena tidak segera menemukanmu. Maaf... "
Luna diam, tapi tangannya tak bisa di cegah untuk membalas pelukan hangat milik Calvin. Bohong jika Luna bilang dia tidak bahagia, bohong jika dia bilang dia tidak kecewa, dan dia bohong jika dia bilang dia tidak ingin kembali pada keluarganya. Dia sangat menginginkan itu semua, semua yang telah di renggut darinya di masa lalu, dia menginginkan semua itu, dia memang serakah, dia akui itu.
Tapi, bukankah dia juga berhak atas itu? Dia tidak akan menjadi lebih serakah lagi, tapi tolong, hanya untuk yang satu ini saja, dia ingin bahagia bersama keluarganya.
"Kenapa baru sekarang? Kemana saja selama ini? Aku menunggu kalian, apa kalian membuangku? Apa kalian tidak menginginkanku? Aku selalu memikirkan itu, kenapa? Apa salahku?"
Kali ini giliran Calvin yang terdiam, dia mendengarkan semua keluh kesah dari adiknya, dia menjadikan dada dan bahunya sebagai sandaran dan tempat untuk melampiaskan.
Calvin tidak marah ketika bajunya basah oleh air mata Luna, dia juga tidak marah ketika gadis itu memukul dadanya dengan kuat, dia tidak akan marah, tidak akan pernah. Karena dia tidak memiliki hak untuk marah, dia tidak memenuhi tugasnya sebagai seorang kakak untuk bisa memarahi adiknya.
Tangan besar Calvin terus bergerak di punggung Luna untuk mengusap dengan lembut punggung bergetar itu, tangisannya sangat memilukan dan menyayat hati. Calvin tidak akan meminta lebih, dia tidak akan serakah untuk hak yang lain, tapi untuk yang satu ini, tolong jangan pernah pisahkan dia degan adiknya lagi, dia ingin menebus semua waktu yang telah terlewatkan, dia tidak ingin meninggalkan adiknya sendiri lagi, tidak lagi.
Terlarut dalam perasaan yang berkecamuk, kedua remaja itu tidak sadar menjadi pusat perhatian, para pengunjung menyaksikan betapa emosionalnya atmosfer di sekitar mereka, bahkan tanpa sadar ada yang meneteskan air mata, bahkan walau mereka tidak tahu apa yang terjadi di antara kedua remaja itu.
Tapi buka hanya para pengunjung yang menyaksikan hal itu, ada dua orang yang memperhatikan dari belakang tak jauh dari kedua remaja itu juga ikut bersedih. Mereka menatap kedua remaja, yang adalah anak mereka, saling berpelukan dan menumpahkan semua perasaan yang selama ini di bendung.
"Mas, aku ingin putri kita kembali, aku akan meminta maaf padanya dan memperbaiki semuanya. Kumohon, bawa dia kembali." Isabella menangis dalam pelukan Darius, hatinya sakit ketika mendengar jika putrinya merasa dirinya di buang, tak di butuhkan, dan tak di inginkan.
Dia juga menyesal telah memberikan kasih sayangnya pada anak lain, yang telah memberikan kekecewaan padanya, dia seharusnya tidak melakukan itu, tidak di saat putrinya sendiri bahkan belum di temukan.
Darius juga berfikir hal yang sama, dia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya hati gadis kecil itu ketika mengetahui ada anak lain yang mengisi posisinya, sedangkan dirinya disini menunggu keluarganya datang menjemputnya.
"Ya, mari kita perbaiki semuanya, kita akan memulai semua dari awal."
•
•
•
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Ririn Santi
gak sadar sy pun menangis membacanya
2024-02-23
2
mr. rmayy
lah emangnya salah. yang salah kan adalah dari pilihan seseorang dan dari sikapnya. sama juga kyak kalian yang telah membuat pilihan yang salah untuk kedua kalinya ehm
2024-01-18
1
Rina Yuli
berkat tuan Rodriguez mungkin dia juga kembali ke masa lalu
2024-01-13
0