Danau kecil yang berada di tengah hutan menjadi saksi bisu diantara dua kakak beradik yang saling mencurahkan hati mereka, sang adik yang mengeluarkan semua hal yang selama ini dia tahan, dan sang kakak yang setia mendengarkan dan sesekali mengusap air mata yang tak hentinya jatuh dari mata indah sebening lautan itu.
Sekarang sudah terlewat sekitar empat puluh menit dari awal mereka datang ke sini, baik Luna maupun Luke saling diam dengan posisi yang masih sama, Luke memeluk tubuh kecil sang adik dengan erat, bibirnya juga masih senantiasa membisikkan kata-kata penenang.
Setelah kejadian Luna menangis di perjalanan ke sekolah tadi, keduanya lantas memutuskan untuk absen untuk hari ini saja, Luna yang biasanya tidak pernah absen kecuali untuk alasan sakit juga memilih untuk mengikuti saran sang kakak untuk menenangkan diri, masalah surat izin di serahkan pada kakaknya itu.
Dan ternyata yang mengurus surat izin kedua anak muda itu adalah kakak pertama mereka, Luke mengirim pesan pada Calvin jika dia dan Luna akan izin selama satu hari, tidak ada penjelasan apapun, tapi Calvin tetap menuliskan surat, nanti dia akan menagih penjelasan dari adik keduanya itu.
"Terimakasih."
Luke menunduk untuk menatap sang adik yang bergumam dengan nada kecil dan sedikit serak, "Untuk?" Tanyanya.
Luna terdiam sejenak, lalu semakin menenggelamkan tubuhnya dalam dekapan hangat Luke. "Untuk semuanya." Jawabnya.
Luke menggelengkan kepalanya, "Bukan kamu yang harus berterimakasih, tapi aku. Terimakasih karena sudah bertahan, terimakasih karena masih menunggu kami, terimakasih karena tidak menyerah, dan terimakasih karena telah menerima kami." Ucapnya dengan sangat tulus.
Entah sudah berapa kali Luke mengucapkan terimakasih dan maaf pada Luna, tapi dia tidak akan pernah bosan untuk terus mengatakan itu, dia akan terus mengucapkannya hingga ajal menjemputnya.
Setengah jam berlalu, Luna pada akhirnya jatuh tertidur, dia tertidur dengan sangat lelap, seolah selama ini dia tidak bisa tidur dengan baik.
"Sleep well, my little princess."
*****
Keesokan harinya Luna maupun Luke kembali bersekolah, keduanya juga berangkat bersama seperti kemarin. Dan seperti yang Luna khawatirkan, banyak pasang mata yang menatapnya dengan berbagai macam tatapan, sinis, marah, benci, dan bahkan beberapa ada yang menatapnya iri.
"Ayo, kakak akan mengantarmu ke kelas." Luke menarik pelan tangan Luna, dia mengabaikan semua tatapan aneh dan juga terkejut semua orang, memang apa pedulinya?
Tapi berbeda dengan Luke, Luna hanya bisa tersenyum dan menangis dalam hati. 'Kakak, apa kau tidak sadar jika para fanatik-mu menatapku sekolah ingin membunuhku?!'
Saat sampai di kelas, semua orang terdiam dan menatap terkejut pada most wanted paling populer datang ke kelas mereka, dan menggandeng salah satu teman sekelas mereka.
"Belajar dengan benar, kakak akan menjemputmu lagi nanti." Luke berujar sambil menepuk pelan puncak kepala Luna, membuat para siswi di kelas tak sengaja memekik.
Luke menatap mereka tajam, dia bahkan menatap para siswa laki-laki dengan lebih tajam, seolah ingin membolongi kepala mereka dengan tatapannya.
"I-iya, aku akan menunggumu nanti, sekarang kakak sana ke kelasmu!" Luna mendorong tubuh besar dan tinggi kakaknya dengan banyak usaha.
Luke hanya mengangguk dan mulai meninggalkan kelas sang adik, tapi sebelum itu dia menatap tajam kembali pada siswa laki-laki di kelas sang adik.
Setelah kepergian Luke, satu kelas akhirnya bisa bernafas dengan lega, sangat jarang melihat kakak kelas mereka yang satu itu, dan sekalinya melihat malah di hadiahi tatapan mematikan.
"Luna, apa benar kau berpacaran dengan kak Luke?"
"Bagaimana bisa kalian berakhir bersama?"
"Kalian terlihat sangat dekat, kalian benar-benar berkencan?"
Banyak pertanyaan yang menyerbunya segera setalah Luna duduk di bangkunya, dan Luna hanya menjawab jika dia dan Luke tidak berkencan, mereka hanya dekat dan kebetulan memiliki tali kekerabatan.
Sebelumnya Luna telah membahas hal ini dengan Luke, karena Luna tidak ingin mengekspose dirinya dulu, akhirnya dia memutuskan untuk menggunakan alasan ini saat ditanya oleh orang lain tentang hubungan mereka.
"Benarkah? Kupikir keluarga Bellmore tidak memiliki kerabat lain, karena aku hampir tidak pernah melihat mereka."
Luna menatap salah satu teman sekelasnya yang baru saja berbicara, dia adalah gadis dengan rambut pendek sebahu dan memiliki postur tubuh lebih kecil dari pada teman-temannya yang lain.
"Itu wajar, karena kerabat yang lain tinggal di luar negeri, hanya aku satu-satunya yang tinggal terpisah." Luna menjawab dengan lugas, dia tidak sepenuhnya berbohong, karena dia memang tinggal terpisah.
Di sekolah ini, tidak ada yang mengetahui jika dirinya berasal dari panti asuhan, tapi beberapa orang yang mengetahui jika dirinya masuk dengan beasiswa mengatakan jika dirinya adalah anak dari keluarga miskin.
Padahal beasiswa bukanlah sesuatu yang melambangkan kemiskinan, tapi sepertinya orang yang mengatakan hal itulah yang miskin, miskin pendidikan dan ilmu.
"Ah iya, aku juga pernah dengar jika keluarga Bellmore memang memiliki beberapa kerabat di luar negeri, tapi katanya mereka sangat jarang berkomunikasi." Yang lainnya menimpali, kali ini seorang gadis dengan kacamata yang menggantung apik di hidung mancungnya.
Luna hanya mengangguk menanggapi pernyataan itu, karena memang seperti itu adanya. Kenyataannya memang keluarga Bellmore mulai terpecah semenjak kejadian penculikan dirinya saat bayi, mereka mengatakan jika Darius dan Isabella tidak kompeten, dan memilih untuk menetap di luar negeri.
Sebenarnya itu alasan yang konyol, seharusnya mereka membantu mencari, bukan malah menyalahkan korban dan membuat situasi semakin rumit. Apalagi katanya, semenjak kerabat yang lain memutuskan untuk menjauh, banyak musuh yang semakin gencar mengincar keluarga Bellmore dan keturunannya yang berada di negara ini.
Itulah yang Luna tahu saat di kehidupannya dulu, dan itu adalah salah satu hal besar yang harus dia ubah, dia tidak bisa membiarkan keluarga Bellmore terus terpecah dan membuat musuh semakin diatas awan.
Obrolan kemudian harus berhenti karena guru telah masuk, mereka melakukan pembelajaran dengan tenang, tidak ada kekacauan dan hanya ada suasana damai, walau sebenarnya otak hampir meledak.
Setelah pelajaran yang menguras otak selesai, kini beralih pada pembelajaran yang mengurus stamina. Kelas Luna adalah kelas yang bisa dibilang cukup populer, bukan hanya karena berisi para anak-anak berbakat, tapi juga visual mereka yang tak kalah dengan para kakak kelas.
Banyak kakak kelas yang mengincar anak-anak kelas Luna untuk dijadikan kekasih, baik itu yang laki-laki maupun yang perempuan. Untuk kasus Luna sendiri, dia pernah menerima beberapa pengakuan, tapi semuanya dia tolak dengan sopan, dan para kakak kelas yang mengaku juga menerimanya dengan lapang dada.
Lagi pula, Luna merasa sangat canggung dengan hubungan seperti itu, dia tidak tahu harus melakukan apa dan harus bagaimana, jadi dia hanya bisa menolak dan berterimakasih untuk perasaan yang telah disampaikan.
Tapi sepertinya sekarang dia dan teman sekelasnya harus menanggung beban yang berat, pasalnya entah ide dari mana, guru olahraga mereka memutuskan untuk melakukan jadwal olahraga bersama dengan kakak kelas mereka, kelas XII-A kelas paling top tier dan kelas yang dihuni oleh Luke dan para most wanted lainnya.
Lihatlah tatapan para siswi yang menatap dengan penuh gairah pada para kakak kelas itu, dan lihat bagaiaman perbedaan tatapan itu saat dilayangkan pada kelas mereka, kelas X-A. Bagaikan menatap musuh bebuyutan yang telah lama tak bertemu, benar-benar berbeda!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Diah Susanti
mantap betul 👍👍👍
2024-02-18
0
Ymmers
Darius apa Dirga.. hayoooo thor?
2023-11-28
2
Shai'er
lanjut Thor 💪💪💪
makasih banyak🥰🥰🥰
sehat selalu💖💖💖
2023-11-15
1