"Wah, lihat tatapan itu, rasanya aku bisa merasakan hawa panas yang entah datang dari mana." Seseorang tiba-tiba berceletuk di dekat Luna.
Luna yang sedikit terkejut kemudian tertawa kecil saat mendapati salah satu temannya yang berambut pendek tadi. "Kau benar Ra, sepertinya kita akan lelah terlebih dahulu sebelum pelajarannya dimulai."
Gadis yang di panggil Ra itu balas tertawa kecil dan memutuskan untuk ikut bergabung melakukan pemanasan.
Hera Ashlen, gadis dengan perawakan mungil dan petakilan. Wajahnya yang cantik di padukan dengan sifatnya yang bar-bar dan petakilan, belum lagi perkataannya yang sangat pedas dan ceplas-ceplos, membuat para laki-laki yang mendekatinya lari.
Hera sendiri lebih suka menjadi gadis bar-bar dari pada gadis anggun yang memuakkan. "Gadis anggun palamu! Makan nih gadis anggun." Itulah yang dia katakan saat ditanya kenapa dia memiliki sifat yang berkebalikan dengan wajahnya, bonus dengan jari tengah yang di acungkan dengan tinggi.
Olahraga kali ini menjadi lebih heboh, bukan hanya karena para most wanted, tapi juga karena permainan yang dilakukan diantara kedua kelas itu.
Guru olahraga memutuskan untuk melakukan pertandingan basket antara dua kelas, putra dan putri harus melakukannya. Dan setelah pertandingan itu, kedua kelas di bebaskan untuk jam yang tersisa.
Mereka tentu saja senang, karena jam pelajaran olahraga berlangsung selama empat jam pelajaran, dan itu cukup untuk bersantai di kelas atau pergi ke kantin lebih dulu.
Pertandingan di mulai oleh putra, suasana sangat intens dan sengit, kedua pihak tidak mau kalah dan terus saling merebut dan memasukkan bola pada ring.
Tanpa di duga pertandingan berlangsung agak lama, hal itu membuat para gadis di kelas X-A kesal, karena waktu yang di habiskan terlalu banyak.
"Hei! Cepat selesaikan! Kita kehabisan waktu!" Hera berteriak pada anak kelasnya yang sedang bertanding.
"Kau seharusnya menyemangati kami!" Balas salah satu dari mereka dengan berteriak juga.
"Oke, semangat!" Hera setuju dan berteriak kembali, tapi dia malah membuat postur jari tengah, dan langsung menurunkannya kala guru olahraga juga melihatnya.
Luna dan anak-anak kelas X-A yang lain hanya bisa spechless dan tersenyum kecil, susah biasa dengan kelakuan ajaib gadis gila kelas mereka.
Dan saat waktu habis, kemenangan diraih oleh kelas XII-A tentu saja, dibandingkan dengan kelas X-A, kelas lawan lebih banyak memiliki pengalaman, belum lagi Ace basket sekolah juga ikut turun di lapangan tadi.
"Huuuu! Kalah!"
"Sok banget sih, gak mungkin menang lawan kelas paling top."
"Makanya jangan sok keras!"
Kekalahan kelas X-A putra diiringi dengan sorakan yang mengejek mereka, membuat mereka kembali kesisi kelas dengan keadaan kesal dan juga malu.
"Wah, kesel juga ya kalo gini." Hera berujar.
"Sudah jangan sedih, kami akan mengembalikan harga diri kelas X-A yang telah jatuh."
Para anak laki-laki yang tadi bertanding menatap kesal pada gadis berkacamata yang baru saja berbicara, Gladisa Adipradana. Gadis ambisius yang menjadi wakil ketua kelas, sekaligus yang menjadi perwakilan murid baru pada Masa Orientasi Sekolah.
"That's right! Let's beat them!" Sahut gadis degan rambut pirang dan mata biru.
"Rine, jangan terlalu kasar, oke? Kasihan nanti mereka babak belur." Hera merangkul pundak si gadis pirang dengan kaki yang berjinjit, karena gadis yang di panggil Rine itu memiliki postur tubuh tinggi.
Cathrine Riell O'brien, gadis asal Amerika yang sekarang menetap di Indonesia karena ingin mengenyam pendidikan di negara penuh akan sumber daya alam ini.
Cathrine sendiri memiliki kepribadian yang ramah dan mudah bergaul, dia mengerti bahasa Indonesia, tapi belum terlalu lancar jika harus berbicara dalam bahasa Indonesia.
"Cih, lagaknya kayak yakin bakal menang aja." Salah satu pemain putra menatap remeh pada pemain putri yang tengah bersiap.
Hera menatap tajam dan tersenyum miring. "Mari bertaruh kalau begitu." Ujarnya memprovokasi.
Pria yang di provokasi adalah Juandra Lengkara, Ace basket kelas X-A, dan juga pria yang mudah terpancing oleh provokasi kecil.
Dan tentu saja Juan langsung melahap provokasi dari Hera dengan cepat, "Oke! Kita taruhan!" Sahutnya berapi-api.
"Yang kalah akan menjadi babu bagi yang menang." Gladisa ikut dalam taruhan, dia mengatakan juga jika taruhan ini mencakup satu kelas, jadi jika sekarang tim putri kalah, maka semua anak kelas X-A putri akan menjadi 'babu' bagi anak kelas X-A putra, begitupun sebaliknya.
Dia telah meminta persetujuan anak kelas X-A putri tentu saja, dan mereka setuju, lagipula mereka sangat tahu, pertaruhan yang dilakukan Gladisa selalu memiliki peluang menang yang tinggi. Dan ini cukup menyenangkan juga, lagipula waktunya hanya satu minggu.
"Oke, setuju!" Tentu saja langsung di setujui oleh si sumbu pendek itu.
Gladis tersenyum miring, dia dan teman-temannya lalu berjalan ketengah lapangan, "Bersiap saja." Ujarnya sambil melambai.
"Gila lu! Ngapain main taruhan sama si ratu judi!" Salah satu teman Juan mengguncang tubuh Juan yang menatap tak berkedip pada kepergian tim putri.
"Emang kenapa? Mereka juga belum pasti bakal menang." Juan menanggapi dengan santai, tapi temannya yang bernama Aldi Renaldi itu berfikir sebaliknya.
"Bos, lu gak lupa kan gimana karakteristik cewek-cewek itu?" Teman Juan yang lain bertanya sambil menunjuk tim putri dengan dagunya.
"Gimana emang?" Juan bertanya dengan tatapan polos, yang sayangnya terlihat sangat menyebalkan di mata teman-temannya.
Haikal Ailan Dirgantara, pria yang tadi bertanya itu lantas menatap pada Juan dengan tak percaya sekaligus kesal.
"Serah deh Bos, tapi yang pasti, kita harus siap-siap buat jadi babu cewek di kelas." Haikal berujar pasrah.
"Liat tuh Bos." Aldi menunjuk pada salah satu teman mereka yang berdiri membawa botol minum dan handuk.
"Ernest! Jangan lupa minum sama handuk udah siap!" Hera tiba-tiba saja berteriak dari arah lapangan, membuat pria yang di tunjuk oleh Aldi langsung mengangkat kedua benda yang di sebutkan dengan tinggi.
"Babu-mu sudah menyiapkannya Ratu!" Pria bernama Ernest itu menjawab sambil ikut berteriak.
"Lu liat Bos? Si Ernest sekarang bener-bener jadi babunya si cewe gila, padahal baru empat hari loh." Aldi menatap ngeri pada temannya yang dulu sangat anti dengan yang namanya disuruh-suruh.
Juan kini mengerti setelah melihat permainan yang dilakukan oleh tim putri kelasnya, dia merutuki kebodohannya yang dengan ceroboh menyetujui taruhan si ratu judi.
Sementara di lapangan, atmosfer yang sangat berat dan intens tidak mempengaruhi kerja sama tim kelas X-A, mereka dengan cekatan saling mengoper dan memasukkan bola ke dalam ring basket.
"Wah, ternyata hanya begini saja kemampuan tim basket putri kebanggan sekolah?" Hera tersenyum miring saat tim lawan terpancing emosi.
"Ganti aja gak sih?" Gladis ikut menambahi.
"Udah jangan di komporin terus, nanti gosong."
Baik Galdis atau Hera, keduanya menatap tak percaya pada Luna yang berkata dengan senyum meremehkan itu, bahkan anggota tim yang lain termasuk Cathrine juga menatap terkejut.
"Gila, ada apakah gerangan, hingga gadis manis dan sopan ini berubah menjadi sedikit agresif?" Gladis mengoper bola di tangannya pada Luna, yang langsung di terima dan di drible dengan mulus oleh gadis itu.
"Entah? Dendam masa lalu mungkin?" Luna menjawab dengan ambigu, dia lantas membawa bola melewati beberapa anggota lawan dan memasukkan bola dengan mulus.
"Yah, bagaimanapun juga, apa kita akan menghabisi mereka?" Luna berkata dengan mata menyipit dan senyum miring, menyeka keringat dengan baju pada bagian lehernya.
"Haha! I like it! Let's finish them off !" Cathrine merebut bola dari lawan dan langsung mengopernya pada Gladis.
"Roger!" Gladis berujar dan melempar bola di jarak angka tiga poin, dan bola masuk dengan cantik.
Kesenjangan angka semakin jauh, tim X-A memimpin dengan perbedaan poin dua puluh dua. Tidak ada yang mau menyerah, bahkan dalam waktu yang semakin menipis.
•
•
•
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Sulati Cus
jd pgn balik kamu putih abu2 th 92😂
2023-12-17
2
Shai'er
lanjut Thor💪💪💪
makasih banyak🥰🥰🥰
sehat selalu💖💖💖
2023-11-17
0
Shai'er
mantap👍👍👍
2023-11-17
0