Luna melihat kepergian keluarga Bellmore dari balik jendela kamarnya, senyum miring tersungging di bibir tipisnya, semua berjalan sesuai dengan sekenario yang di buatnya, walau memang sedikit melebihi ekspektasinya. Ia sebelumnya tidak berharap bahwa Calvin, kakak pertamanya juga akan datang, mengingat pertemuan mereka yang hanya sekali.
Selesai melihat kepergian keluarga Bellmore, Luna lantas berjalan menuju meja belajarnya, ia menulis kejadian tadi di buku khusus miliknya. Sejak kembali ke masa lalu, Luna telah menuliskan semua hal-hal penting yang akan terjadi di masa depan.
Perlu di catat baik-baik, Luna memiliki daya ingat yang sangat bagus, dia bisa mengingat sesuatu hanya dalam hitungan detik, dan kali ini dia akan memanfaatkan kelebihannya itu dengan sebaik-baiknya. Dengan mengandalkan daya ingatnya itu, Luna telah memperoleh banyak uang, dia berinvestasi di beberapa perusahaan yang akan mendapat banyak keuntungan selama dua tahun ke depan. Dan salah satunya adalah perusahaan properti milik cabang keluarga Rodriguez.
"Sekarang, hanya perlu menunggu untuk besok." Gadis itu bergumam dengan seringainya.
***
Ada pepatah yang menatakan, 'jangan biarkan lawan mengetahui langkahmu selanjutnya' dan itulah yang di lakukan Luna sekarang, gadis itu yang setelah pulang sekolah selalu melakukan pekerjaan paruh waktu di cafe, kini terlibat dengan insiden kecil dengan beberapa pengunjung remaja seusianya.
"Kalo kerja tuh yang bener!" Pelanggan itu membentak dengan sangat keras, hingga membuat para pengunjung lain menoleh padanya.
"Maaf nona, tapi jelas sekali semua itu salah teman anda, kenapa menyalahkan saya?" Luna sendari tadi tetap dengan kata-katanya, dia memang tidak salah, itu adalah salah dari salah satu teman pelanggan yang barusan membentaknya.
"Banyak alesan! Lo itu cuman palayan! Jangan songong!" Gadis lainnya ikut membentak dan berdiri menunjuk pada wajah Luna.
Ada tiga orang gadis muda yang duduk di satu meja, dua dari mereka yang barusan membentak Luna, dan satu lainnya hanya diam dengan noda minuman di baju gadis itu, membuat baju tipis yang di kenakannya sedikit terawang.
"Memang apa salahnya jika saya adalah seorang pelayan?" Luna bertanya dengan alis menukik, dia tidak tersinggung, tidak sama sekali. Hanya ingin menambah api saja.
"Pelayan itu harus bersikap layaknya pelayan!"
"Ela, Zara, aku gak papa. Udah gak usah di lanjut." Gadis yang sendari diam akhirnya angkat suara, dia menenangkan dua temannya yang sendari tadi banyak berbicara.
"Kenapa anda baru bicara nona? Dan lagi, kenapa perkataan anda seolah menyatakan jika ini memang salah saya?" Luna bertanya dengan salah satu alis terangkat.
"Padahal anda sendiri tahu jika kejadian tadi adalah salah anda." Lanjut gadis itu dengan tatapan yang menatap tepat di mata lawan bicaranya.
"Udah deh, lo gak usah nyalahin Sabrina terus! Udah bener itu emang salah lo!" Gadis yang bernama Ela tetap membentak dengan tangannya yang mendorong bahu kiri Luna agak kuat.
Pandangan Luna yang sebelumnya tenang, kini berubah menjadi tatapan tajam. Tapi tak lama tatapannya kembali normal kala sekilas melihat pada jam yang tergantung di dinding, ini adalah pertaruhan, dan dia harap dadu yang di lemparnya bisa membuat dirinya menang.
"Lo gak tau emangnya Sabrina ini sipa, hah?!" Gadis bernama Zara kembali bersuara, dia bahkan tidak mengurangi nada pada suaranya, membuat Luna yang telah tenang kembali merasa sedikit kesal, tapi dia haus menahannya.
"Memangnya dia siapa? Anak seorang raja, kah? Atau anak seorang sultan? hm?" Tanya Luna dengan nada meremehkan. Mari memancing, fikir gadis itu.
Zara menggertakkan giginya, "Dia itu putri dari keluarga Bellmore, kedudukannya lebih tinggi dari pada lo yang cuman pelayan rendahan!" Sungutnya dengan lantang, membuat semua pasang mata sekali lagi teralihkan pada mereka.
Semua orang terkejut ketika mendengar nama salah satu keluarga konglomerat di negara mereka, memangnya siapa yang tidak mengenal keluarga Bellmore? Keluarga dengan kekayaan yang katanya tidak akan habis jika bahkan mereka memiliki tujuh keturunan. Keluarga yang di segani dan bahkan pemerintah enggan untuk mengusik mereka.
Alis Luna sekali lagi terangkat, tatapannya kini beralih pada Sabrina yang terlihat memiliki pandangan bangga di matanya. "Apakah itu benar, nona?" Tanyanya pada Sabrina.
Sabrina sedikit tersentak dan dia mengangguk pelan, "Iya, aku anak ke empat keluarga Bellmore, sekaligus putri satu-satunya mereka." Jawabnya dengan suara lembut tapi sedikit lantang, seolah ingin agar semua orang mendengar kenyataan itu.
"Lo denger kan? Sekarang lo minta maaf sama ganti rugi!" Desak Ela dan menatap Luna dengan remeh.
Sebuah helaan nafas terdengar dari bibir tipis Luna, "Tapi nona, itu bukan salah saya. Dan lagi, saya sudah minta maaf tadi." Ucapnya.
"Lo tetep harus minta maaf lagi, sekalian harus sambil bungkuk sembilan puluh derajat!" Ela kembali menyahut.
Luna ingin sekali tertawa, apa mereka tidak sadar sedang di perhatikan?
"Aku tidak percaya ternyata ada anggota keluarga Bellmore yang sombong seperti itu." Salah satu pengunjung berceletuk, dan di tanggapi oleh yang lainnya.
"Iya, mereka kan keluarga kalangan atas, seharusnya mereka bisa lebih berbaik hati."
"Aku juga tadi melihat, gadis yang katanya adalah anak keluarga Bellmore itu yang nabrak duluan."
"Kau benar, tadi pegawai itu juga sudah meminta maaf dengan baik."
"Begitulah manusia, merasa dirinya sangat superior hanya karena berasal dari keluarga yang berpengaruh."
"Eh tapi, bukannya anak ke empat keluarga Bellmore itu di kabarin hilang, ya? Sejak bayi malahan."
"Ah iya, terus katanya belom ketemu sampe sekarang, beritanya juga masih di tayangin. Terus, dia siapa?"
Semua orang mulai riuh, mereka berbisik-bisik tak enak, beberapa bahkan mencibir dengan sangat jelas dan lantang, membuat Sabrina dan teman-temannya malu. Disaat keadaan riuh seperti itu, suara pintu yang di buka mengalihkan atensi semua orang, dan detik berikutnya mereka langsung diam, karena salah satu anggota dari keluarga yang tengah mereka bicarakan datang.
"Ada apa ini?" Tanya pria itu kala dirinya menjadi pusat perhatian, dan atmosfer cafe yang terasa berbeda dari biasanya.
"Ayah!"
Tanpa aba-aba Sabrina langsung menghampiri pria itu dan memeluknya, dia menangis di pelukan orang yang dia sebut ayah itu, dan pria itu adalah orang yang kemarin mengaku pada Luna jika dia adalah orang tuanya. Ya, dia Darius.
"Sabrina? Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Darius dengan nada datarnya.
"Om Darius, pegawai itu numpahin minuman di baju Sabrina, dan dia gak mau minta maaf" Bukan Sabrina yang menjawab, melainkan Zara yang mengadu sambil tangannya menunjuk pada Luna.
Darius yang awalnya memasang wajah datar dan tanpa ekspresi, langsung berubah terkejut kala melihat Luna yang menatapnya dingin dan tajam. Segera pria itu melepaskan pelukan Sabrina dan menghampiri Luna.
Zara dan Ela saling memandang dan tersenyum, mereka yakin jika Darius akan menghukum Luna, bahkan Sabrina tersenyum di sela tangisannya, dia akan sangat senang jika melihat wajah tenang itu menjadi putus asa.
"Nak, kamu tidak apa-apa?"
Semua orang terkejut hingga mereka nyaris menjatuhkan rahang, mereka tidak pernah sekalipun melihat Darius berkata dengan penuh khawatir dan lembut seperti itu, bahkan Sabrina dan teman-temannya juga melihat dengan tidak percaya.
"Bukan saya yang harusnya anda tanyai, tuan. Tapi putri anda itu." Jawab Luna dengan menekankan kata putri dan menunjuk Sabrina dengan dagunya.
Darius terdiam sejenak, dia lantas menggelengkan kepalanya, "Tidak, kamu harus mendengar penjelasan Ay-"
"Tidak perlu, semuanya sudah jelas. Saya minta maaf karena telah merusak baju nona muda keluarga Bellmore, silahkan hubungi saya melalui staff administrasi." Luna memotong perkataan Darius, dia tidak boleh membiarkan Sabrina mengetahui jika Darius adalah Ayah kandungnya, tidak sebelum rencananya selesai.
Kemudian Luna membungkuk pada Darius dan meninggalkan kekacauan yang di buatnya. Tidak, bukan dirinya, tapi oleh Sabrina, dia hanya menyediakan panggung saja. Jadi, silahkan tutup acaranya dengan meriah, karena dia tidak ingin usahanya menjadi sia-sia.
Setelah kepergian Luna, semua orang hanya terdiam, tidak ada yang berani membuka suara, apalagi melihat wajah pemilik dari BE Corp itu begitu tak bagus, jadi lebih baik cari aman saja.
Sedangkan di sisi Darius, pria itu merasakan sesak di dadanya kala mendapat penolakan lagi dari putrinya, dia bahkan telah melakukan kesalahan fatal karena membiarkan Luna betemu dengan Sabrina.
Dan saat mengingat Sabrina, pria itu lantas dengan cepat berbalik dan menggenggam pergelangan tangan Sabrina dengan kuat, matanya menunjukkan jika dia sangat marah. "Pulang!" Dan detik itu juga Sabrina di bawa pulang dengan cara kasar, Darius harus mebereskan masalah keluarganya dulu.
Padahal niat awal pria itu ingin istirahat di cafe langganannya, sekalian memastikan keadaan putrinya yang bekerja di sana, tapi siapa sangka ternyata ada prahara yang membuat putrinya terlibat, dan membuat kekecewaan gadis itu semakin dalam padanya dan keluarganya.
•
•
•
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
✨✨✨~*I'M ANTAGONIS*~✨✨✨
persembahan yang bagus
2025-03-27
0
✾Secret✾
mampuss
2024-12-03
0
awesome moment
🫰🫰🫰
2024-11-24
0