"Dasar wanita sok suci, tidak tahu diri! Udah miskin, belagu lagi! Beraninya kamu memukulku, sialan!" teriak pria bernama Heru itu di sela-sela rasa sakit di pipinya.
"Kamu masih berani meneriaki aku, brengsek! Masih pengen merasakan bogemanku lagi ya!" Senja melangkah mendekati pria bernama Heru itu.
Wajah pria itu seketika ketakutan melihat Senja yang berjalan ke arahnya. Dia tidak ingin kembali merasakan tinju gadis yang awalnya dia kira lemah itu.
"Awas kamu ya! Aku akan laporkan kamu ke polisi karena tinggal penganiayaan!" teriak pria bernama Heru itu dengan wajah yang sudah sedikit membiru bekas tinju.
"Lapor saja, aku tidak takut!" balas Senja, sengit.
"Oh, kamu tidak takut ya? lihat saja nanti! Aku pastikan kamu akan di penjara!" ancam pria itu lagi.
Senja sebenarnya merasa cemas mendengar ancaman pria itu, tapi dia berusaha untuk tetap memperlihatkan kecemasannya, agar pria itu tidak merasa berada di atas angin.
"Kamu lapor saja, aku bisa mengatakan aku melakukannya, karena kamu berniat melecehkanku!"
Pria itu meludah, lalu menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Sudut bibir pria itu pun melengkung membentuk seringaian sinis.
"Apa kamu pikir polisi akan percaya? Tidak akan karena kamu tidak punya bukti. Yang ada, mereka akan percaya padaku, melihat bekas pukulanmu di pipiku. Lihat, pipiku ini!Ini sudah bisa dijadikan bukti kalau kamu menganiayaku," ujar pria bernama Heru itu dengan senyum kemenangan. "Sedangkan kamu ... kamu sama sekali tidak punya bukti kalau aku berniat melecehkanmu!" sambung pria itu yang lagi-lagi dibarengi dengan senyum sinisnya.
"Haish, bagaimana ini? Bagaimana kalau dia benar-benar melaporkanku ke polisi? Aku kan memang tidak punya bukti apapun," Senja mulai panik.
"Tapi, aku kan masih di bawah umur ya, pasti nanti aku tidak akan ditahan," batin Senja, menenangkan dirinya sendiri.
"Tapi, takutnya malah berimbas ke bea siswaku. Takutnya bea siswaku ditarik karena kasusku ini. Apa aku minta maaf aja ya?" hati Senja jadi dilema.
"Tidak, aku tidak boleh minta maaf! Aku tidak mau harga diriku direndahkan karena minta maaf. Yang aku lakukan tadi hanya ingin melindungi harga diriku!" jiwa tidak ingin ditindas pada diri Senja kembali berkobar.
"Sekarang, aku kasih kamu kesempatan, untuk minta maaf dan mau memenuhi permintaanku tadi," pria bernama Heru itu tersenyum licik.
"Cih, tidak akan! Itu sama saja aku merendahkan diriku sendiri. Sekarang terserah kamu mau melakukan apa. Kamu mau melaporkanku ke polisi silakan!" pungkas Senja tegas.
"Oh, sepertinya kamu memang sudah ingin kehilangan masa depanmu. Baiklah kalau itu maumu. Aku akan laporkan kamu ke polisi. Kamu pasti tahu kan, kalau sudah pernah melakukan tindakan kriminal dan berurusan dengan hukum, nama kamu sudah tercatat di kantor polisi. Dan pastinya itu akan mempengaruhi masa depan mu," pria itu semakin menyeringai sinis.
"Coba saja laporkan, kalau justru hukuman akan berbalik padamu!" Senja dan pria bernama Heru itu secara bersamaan, menoleh ke arah suara yang baru saja mengeluarkan ucapan itu.
Tampak Arkan menatap dengan sorot mata tajam dan sinis ke arah sosok pria yang menjadi lawan bertikai Senja. Sementara Senja, menatap kaget kehadiran pria yang memberikan hukuman padanya tadi pagi di sekolah.
"Siapa kamu? Kamu mau sok jadi pahlawan ya!" Heru balas menatap sinis ke arah Arka.
"Bukan mau jadi sok jadi pahlawan, tapi kenyataannya aku saksi kalau kamu yang memulai lebih dulu," sahut Arkan.
"Bukan cuma dia, aku juga akan jadi saksi," Sabiru juga ikut buka suara, menimpali ucapan Arka sahabat sekaligus sepupunya itu.
"Aku juga," giliran Kevin yang buka suara.
"Aku juga!" Aldo tidak mau ketinggalan. Hanya Hanna yang diam saja dengan bibir mengerucut dan menatap sinis ke arah Senja. Entah kenapa, walau baru kenal dengan Senja, Hanna sudah merasa kalau adik kelasnya itu akan menjadi saingannya. Bukan tanpa alasan kenapa dia tidak suka pada Senja, itu karena dia melihat kalau Adelia yang sulit dekat dengannya justru mudah dekat dengan adik kelasnya itu. Dia merasa kalau Senja akan menjadi ancaman baginya untuk bisa mendapatkan Arkana.
"Arghh, sialan! Awas kamu ya!" melihat 4 pemuda yang menatapnya dengan tajam, membuat nyali pria bernama Heru itu, ciut juga dan memilih untuk pergi setelah meninggalkan ancaman pada Senja.
"Aku awasin!" teriak Senja.
"Aku doakan gadis yang mau kamu tembak nanti, tidak menerima cintamu! Kasihan dia, kalau punya pacar mesum kaya kamu, pecundang!" Senja kembali berteriak, sembari menjulurkan lidah saat pria bernama Heru itu, menoleh ke arahnya.
"Wah,kamu kecil-kecil ternyata nyalimu besar juga ya!" celetuk Sabiru, berdecak kagum.
Senja yang tadinya masih asik mengejek Heru, akhirnya berbalik dan menatap kakak-kakak kelasnya itu.
"Emm, walaupun aku masih sebal ke Kakak karena sudah memberikan aku hukuman tadi pagi, tapi sebagai manusia yang tahu berterima kasih, aku akan tetap mengucapkan terima kasih atas bantuan kalian semua!" ucap Senja, menatap sinis ke arah Arkan.
"Hei, dasar perempuan tidak tahu diri. Sudah dibantu tapi tidak tahu caranya berterima kasih. Bisa-bisanya kamu mengucapkan terima kasih dengan cara seperti itu! Kesannya Kak Arka menghukummu tanpa sebab. Kamu tidak lupa kan, kalau kamu dihukum karena tidak mendengarkan arahan. Kamu juga berani menggoda kak Arkan di depan orang banyak! Dasar perempuan penggoda!" Hanna yang pada dasarnya sudah sangat kesal pada Senja, akhirnya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mencak-mencak pada adik kelasnya itu.
"Hei, kenapa kamu sampai semarah itu? Aku tidak bicara ke kamu, tapi kamu yang panas. Sepertinya kepalamu diisi sama tabung gas yang bocor. Jadi, begitu dihidupkan langsung, door, meledak!" ejek Senja membuat wajah Hanna memerah. Sementara Sabiru, Aldo dan Kevin terkikik menahan tawa. Hanya Arkana yang masih menunjukkan raut wajah datar tanpa ekspresi.
"Eh, tapi kamu pernah lihat tabung gas berwarna hijau itu nggak sih? Sepertinya sih nggak ya? Ah kalau begitu mana paten! aku dong, setiap lihat tulisan warna putih di tabung itu, pasti rasanya ... Ah, langsung tertampar sampai ke tulang rusuk dan ke ginjal!" sambung Senja lagi.
"Emangnya tulisannya apa?" tanya Sabiru.
"Hanya untuk rakyat miskin!" ucap Senja dibarengi dengan tawa yang pecah, membuat Sabiru, Kevin dan Aldo saling silang pandang,. bingung melihat ada orang yang menertawakan kemiskinan sendiri.
"Dasar perempuan sinting!" umpat Hanna.
"Lagi, ngomongin diri sendiri ya?" balas Senja.
"Kamu ...." ingin sekali Hanna menarik rambut Senja, tapi dia tiba-tiba ingat kejadian di mana adik kelasnya tadi memelintir tangan pria yang menggodanya, dan meninju keras pipi pria itu. Hanna sontak menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak sanggup membayangkan kalau seandainya perempuan di depannya itu melakukan hal yang sama padanya.
"Kenapa berhenti, kamu mau pukul aku ya? ayo pukul! nih aku kasih pipiku padamu!" Senja mendekatkan pipinya pada wajah Hanna yang semakin merah padam.
Tiba-tiba terdengar ponsel Senja berbunyi, pertanda ada yang menghubunginya. Senja yang memang tidak pernah malu memperlihatkan siapa dirinya pada orang-orang, langsung mengeluarkan ponselnya yang butut, di depan kakak-kakak kelasnya itu.
"Heh, apa handphonenya itu masih layak pakai?" batin Arkana. Sementara Hanna menatap jijik ke arah ponsel itu.
"Halo, Bu!" sapa Senja sembari sedikit menjauh, karena yang menghubunginya adalah pemilik toko bunga tempat dia bekerja.
"Kamu dipecat! Tadi ada yang datang ke sini komplain dan meminta ganti rugi. Kamu antarkan sepeda itu sekarang dan kamu tidak akan aku kasih upah apapun hari ini! Cepat!"
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Rita
cobaan dtg silih berganti
2024-08-01
1
Rita
🤣🤣🤣🤣🥰🥰
2024-08-01
0
Bang Ipul
jahatnya ibu toko ih
2024-06-15
0