Episode 11

Arya sangat benci melihat Radit.

"Awas kau, aku akan bongkar siapa kau sebenarnya."

Ucapnya dalam hati.

"Kak, kau kembali ke kantor apa masih mau disini?" tanya Alisa.

"Aku kembali ke kantor."

Jawab Raya

"Mas Radit juga, kan?" ia beralih ke Radit.

"Iya, ayo kita balik." Radit langsung memegang tangan Alisa dan mengajaknya keluar.

"Kau sengaja, ya memilih tempat ini untuk kita makan? Jangan-jangan kau memang sudah tau kalau Raya mau makan disini." Radit menghentak tangan Alisa dengan kasar.

"Aduh sakit, Mas.." Alisa meringis karena merasakan sakit di pergelangan tangannya.

"Iya, aku memang sengaja memilih tempat ini. karena memang ini tempat favorit aku dan kak Raya."

"Kenapa? Kau cemburu melihat mereka?"

Radit tidak menjawabnya, tapi malah melangkah meninggalkan Alisa.

Di sepanjang jalan ke kantor, Arya dan Raya saling diam.

Arya melirik tidak suka pada sikap Raya.

"Aku harus mencegah mereka lebih dekat lagi. tapi bagaimana caranya?" Arya berpikir keras.

Sedangkan Raya bertanya-tanya, ada apa di antara Alisa dan Radit.

Siang itu di adakan rapat. Agendanya adalah membahas kondisi perusahaan yang tidak stabil di bawah kepempinan Raya.

Semua kepala bidang juga hadir untuk melaporkan hasil kinerja mereka selama ini.

"Penjualan produk kita menurun drastis? Tapi biaya operasional nya malah membengkak. Selain itu,saya juga dengar para konsumen mengeluh dan tidak puas dengan produk kita lagi." Ucap Fandi lantang.

"Bu Raya harus bertindak, kalau tidak ingin perusahaan kita akan gulung tikar." ucap nya lagi. sangat jelas kalau Fandi ingin menjatuhkan Raya di hadapan peserta rapat.

"Iya, Bu. Kami juga mendengar keluhan yang sama. bahkan mereka mengancam akan memutuskan kerjasama dengan kita." timpal yang lain.

"Disini Ibu Raya selaku pimpinan tertinggi, harus mengambil kebijakan, bagaimana kita menyelamatkan mata pencarian dari ribuan karyawan Kita." ucap Fandi lagi.

Raya berkeringat dingin. Dia tidak mampu menyelesaikan masalah yang sedang mendera perusahaan.

"Bu Raya harus mencari solusinya. Kalau tidak, kami rasa Bu Raya tau apa yang harus di lakukan." Fandi memang sengaja menjatuhkan mental Raya.

Raya benar-benar terpojok.

"Baiklah.. saya akui , saya masih kurang berpengalaman." ucap Raya tertunduk.

"Kalau memang begitu adanya, dengan sangat menyesal. Anggota dewan meminta dengan hormat agar Ibu Raya mundur dari jabatan ini."

Dunia terasa hancur bagi Raya. Ia tidak mampu lagi berkata-kata. Suasana rapat semakin gaduh karena pro

dan kontra atas keputusan itu.

Radit segera berdiri.

"Saya mohon maaf, bapak ibu sekalian, memang bukan kapasitas saya untuk bicara, tapi disini saya mewakili ibu Raya."

Raya menarik tangan Radit untuk duduk.

"Apa Yang kau lakukan? jangan buat aku semakin malu di depan mereka" bisik Raya gemas.

"Tapi kau berhak membela diri dan di beri kesempatan.' jawabnya dengan yakin.

Radit kembali bicara.

"Saya rasa, kita harus memberi kesempatan pada ibu Raya dan tim nya untuk membenahi keadaan. beri beliau waktu seminggu untuk menyelesaikannya. Saya kira itu cukup adil."

Radit mengakhiri sambutannya.

Sebagian besar dari mereka setuju usulnya Radit. Sedang di pihak Fandi, tentu saja dia protes.

Setelah di adakan voting. Akhirnya Raya di beri kesempatan menunjukkan kemampuannya.

"Apa ini? Kau semakin mempersulit jeadaanku, apa sih maumu, Dit? Kau pikir gampang menyelesaikan masalah ini hanya dalam seminggu? Aku saja yang punya bekal di bidang ini kesulitan, Lalu kau?" Raya benar-benar tidak habis pikir.

Siapa sih dia? Dengan sangat yakin akan bisa mengendalikan keadaan.

"Sudahlah, sepertinya aku memang harus mundur."

"Jangan!" Raya menatapnya heran.

"Dengan cara yang kau tawarkan, sama saja menggali lubang sendiri " ketus Raya.

"Tenang, kita akan cari jalan keluarnya.." ucap Radit santai.

"Pokoknya aku tidak mau tau, kau harus merubah keadaan." tantang Raya

"Siap, Bos..,!" Arya memberi hormat padanya sambil bercanda.

Raya malah melengos.

"Dalam keadaan seperti ini dia malah bercanda." batin Raya.

"lalu apa yang akan kita lakukan? aku takut," keluh Raya.

Radit mendekatinya, lalu membuka laptop yang ada di depan Raya.

"Kita mulai dari sini."

Dengan fasih dan lancar Radit menjelaskan setiap detilnya.

"Kita akan telusuri dari bahan bakunya dulu.

kita juga pastikan dari mana perusahaan menyuplai bahan bakunya, asli apa tidaknya?"

Radit menjelaskan panjang lebar.

Raya sampai kagum kepadanya.

"Ray, kau mengerti, kan apa yang aku jelaskan?"

"Iya, aku mengerti."

"Kalau begitu, aku mau keluar sebentar." Radit langsung menyelempang tas nya.

"Kau mau kemana?" Raya berusaha bertanya namun Radit sudah melangkah jauh.

Di parkiran, ia berpapasan dengan Fandi.

"Sebaiknya kau jangan ikut campur urusan ini, hah, mau jadi pahlawan kesiangan rupanya."

"Kalau anda tidak ada hubungannya, kenapa harus merasa kepanasan?" balas Radit.

"Kau sudah terang-terangan mengibarkan bendera perang padaku. tunggu saja, aku tidak akan tinggal diam." ancam Fandi.

"Sayangnya saya tidak takut dengan gertakan

sambel seperti itu." jawab Radit.

"Aku peringatkan sekali lagi, jangan teruskan penyelidikan mu. Atau.. Raya yang akan menerima akibatnya."

Radit mendongak, "Anda mengancam saya? justru anda lah yang seharusnya merasa khawatir, saya tau apa yang anda lakukan pada Bu Raya. Jangan sampai anda merasa malu dan keluar dari pekerjaan dengan tidak hormat."

Wajah Fandi pucat pasi. Ia meninggalkan Radit sendirian.

"Radit di gertak..!" ucapnya tersenyum kecil.

Saat di perjalanan, ponselnya bergetar. Radit merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel itu.

"Ais? Ada apa?" sapanya dengan lembut.

"Ini ibu, Ais tidak pulang sejak semalam, ponselnya juga dia tinggalkan."

Tidak pulang? Lalu kemana dia? Radit merubah tujuannya. Ia langsung menuju rumah ibunya.

"Bagaimana ini, Dit? Ibu cemas sekali."

'Tenang, Bu. kita akan cari keberadaannya sampai ketemu."

Radit mulai menghubungi teman--teman kuliah adiknya yang dia kenal.

Dan semuanya bilang tidak tau.

"Bu, apakah sebelum menghilang, dia sempat bercerita atau curhat ada masalah atau apa?"

"Tidak, Dit. Dia tidak pernah bilang ada masalah. Cuma.."

"Cuma apa?"

"Cuma dia minta ibu untuk tidak menceritakan padamu kalau dia bekerja paruh waktu di sebuah kafe."

"Kerja? Aisyah kerja?" ucapnya tak percaya.

"Iya, dia tidak mau selalu membebani mu.

Dia ingin mencari biaya kuliahnya sendiri."

"Ibu, kenapa tidak pernah mengabari Radit? Ibu tau alamat tempat dia bekerja?"

Ibunya mengambil sesuatu.

"Mungkin ini yang kau maksud."

"Ibu tenang saja, Aku akan menemukan Aisyah."

Berbekal secarik kertas di tangannya, Radit mencari alamat kafe itu.

"Memang Aisyah bekerja disini, dari seminggu yang lalu. Kebetulan dia minta shif malam. Tapi dari kemarin malam dia tidak datang." jelas manejer kafe itu.

Radit merasa putus asa. Kemana kau Ais?

Ponselnya kembali bergetar.

"Mas, kau dimana? kenapa belum pulang kerumah?" suara Alisa dari ujung sambungan.

"Aku sedang mengurus sesuatu, bilang pada Raya, aku tidak bisa pulang malam ini."

Raya yang ikut mendengar percakapan itu langsung ikut bicara.

"Kau tidak usah membahayakan diri begitu. pulanglah..! Kita pikirkan lagi besok."

"Raya? Aku sedang sedang mencari adik ku. Adik ku hilang, Ray.." suara Radit terdengar serak.

"Adikmu hilang? oh, maaf. Sekarang kau ada dimana?"

"Aku berada di suatu tempat. kau tidak usah datang kesini, bahaya."

"Share look ya. Aku dan Alisa akan datang."

Raya menutup panggilan itu.

"Serius? Kau mau menemani Mas Radit?" mata Alisa membulat.

"Bukan aku, tapi kita..!" jawab Raya acuh.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di tengah keramaian ibukota.

"Kakak sangat menghawatirkan Mas Radit, ya?" tegur Alisa

"Bukan begitu, aku hanya bermaksud membalas budi saja, dia sudah banyak membantuku."

Alisa mengangguk.

"Tapi kalian suami istri, kan?"

Celetuk Alisa.

"Hanya di atas kertas." jawab Raya tegas.

"Tapi aku melihat cinta di mata Mas Radit untuk mu."

"Tapi aku tidak mencintainya.."

"Alasannya apa?" Alisa terus mendesak.

"Kenapa kau tanyakan ini? Kau suka padanya? Ambil saja!" ucap Raya asal.

"Sudahlah, ngapain ngebahas hal itu, lihat yang benar, alamatnya sudah benar tidak?"

"Iya, kak. di depan belok kiri."

Alisa terus memikirkan ucapan Raya.

Kenapa Raya tega meyiakan cinta dari orang tulus seperti Radit?

"Kenapa kalian datang kesini? Ini sudah malam." sambut Radit saat melihat kedua gadis itu menghampirinya.

"Bagaimana? Sudah ada petunjuk?" Raya malah bertanya.

Radit menggeleng lemas.

"Kau ada photo adikmu? Bisa kita tanyakan pada orang-orang di sekitar sini." usul Raya.

Radit membuka galeri ponselnya.

" Ini dia?" melihat photo itu mata Raya menyipit seperti mengingat sesuatu.

"Ini adikmu? Sepertinya aku pernah lihat, tapi dimana?"

"Benarkah? Ayo coba ingat dimana kau melihatnya dan kapan?"

"Ya, aku ingat. Aku melihatnya di sebuah restoran. Saat itu aku dan Arya sedang makan. Dan .."

Raya merasa tidak mungkin menceritakan perihal perbuatan Arya pada Radit.

"Biar aku telpon Arya, siapa tau dia bisa membantu." ucap Raya sambil merogoh ponselnya.

"Jangan, Ray. " Radit menahan tangan Raya sambil menggeleng.

Saat itu Alisa datang membawa sepotong roti dan air minum.

"Nih,aku tau Mas Radit belum makan apa-apa. kau pasti khawatir pada adikmu hingga lupa mengisi perut. Iya, kan?"

Radit menerimanya dengan tersenyum.

"Terima kasih Alisa."

"Sama-sama... Mas Radit." jawab Alisa sambil melirik reaksi Raya

Terpopuler

Comments

Nunung

Nunung

PANDI kamu tidak tau diri mau memecat yang punya perusahaan..,..terimakasih Radit sudah cari solusinya dan untukmu raya semoga kamu bisa menerima cinta suamimu sendiri....aku mendukungmu alisha untuk menggoda Radit dan bikin raya cemburu. oke Thor terimakasih atas upnya semangat 💪💪 see you ❤️❤️ moga sehat selalu Aamiin..

2023-11-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!