Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam.
Radit sibuk dengan pikirannya bagaimana cara mendapatkan uang agar ibunya segera bisa di operasi. Sedangkan Raya, dia memikirkan cara agar secepatnya bisa lepas dari Radit.
"Ehem...!" Radit sengaja berdehem.
Raya masih tidak bereaksi.
"Kau masih marah dengan kejadian tadi?" ,Radit berusaha mencairkan suasana.
"Kau pikir saja sendiri..!" jawabnya sengit.
"Tapi apa yang aku bilang di kantor itu benar, Ray."
"Jangan mencari pembelaan. Memang kesalahan besar aku sudah memilihmu dalam rencana ini."
Radit terdiam.
"Sebaiknya kita cerai saja.!"
"Cerai?" Radit menoleh.
"Ia, aku sudah tidak tahan hidup denganmu, sehari rasanya seperti setahun."
"Lalu Oma? Apakah dia akan setuju? Kita baru menikah kemarin sore." ucap Radit.
"Itu dia masalahnya, aku harus mencari alasan untuk menceraikan mu."
"Kalau aku tidak mau?"
"Kau harus mau!" bentak Raya.
"Aku tetap tidak mau!" Radit tak kalah keras.
Mereka sama-sama terdiam.
Sampai di depan rumah pun, mereka masih saling diam.
Oma sedang berada di teras di temani Bik Suti.
"Lho, kenapa kalian pulang secepat ini?" sapanya heran.
Raya menjadi bingung harus menjawab apa.
"Raya merasa kurang enak badan, Oma." Radit yang menjawab sambil melirik Raya.
"Ia benar, Oma." ucap Raya seraya meraba tengkuknya.
"Kalau begitu istirahat lah..!"
Radit menggandeng tangan Raya dengan mesra.
"Kami permisi, Oma." ia mengangguk hormat.
Raya mendorong tubuh suaminya dengan keras.
"Jangan suka mencari kesempatan..!"
Radit hanya terdiam.
Ia juga diam saat Raya mengunci pintu kamarnya dari dalam.
"Lho, Mas Radit, kenapa diam di depan pintu?" sapa bik Suti yang datang dari kamar Oma.
"Eh, iya, Bik. Raya sedang istirahat. jadi, aku pikir. Ketimbang dia tidak bisa tidur, lebih baik membiarkannya." Radit berusaha mencari alasan.
Wanita paro baya itu mengangguk.
Diam-diam, Radit keluar dari rumah besar itu.
"Radit..!" suara Oma menghentikan langkahnya.
"Oma..?" Radit sangat terkejut.
"Wajahmu terlihat bingung. Apa ada sesuatu yang kau dan Raya sembunyikan dari Oma?"
Radit menelan ludah.
Orang. tua di depannya ini sangat jeli membaca keadaan. Pantaslah kalau bisnis keluarga maju pesat di bawah kepemimpinannya.
"Ada masalah?" ulang Oma sambil membenarkan syal yang melingkar di lehernya.
"Tidak, Oma..." jawab Radit mengelak.
"Gara-gara Raya, kan?" tebaknya dengan yakin.
Radit mendongak kaget.
"Tidak usah kaget. Oma hafal sifat cucu Oma sendiri."
Radit semakin tercengang.
"Ayo ikut Oma." wanita tua itu mengajak Radit masuk ke kamarnya.
"Oma mau kau menjaga Raya selamanya. Walaupun Oma sendiri tau, dia anak yang susah di atur. Manja dan kekanak-kanakan.
Oma juga tau, pernikahan kalian hanya settingan. Raya ingin mengelabui mata tua ini."
Radit berkeringat dingin. Bagaimana kalau orang tua itu marah kepadanya karena semua yang terjadi.
'Oma..." ucap Radit tergagap.
Oma mengangkat tangannya.
"Kau pikir Oma sakit beneran?"
"Jadi?"
"Semua ini Oma lakukan untuk mempersiapkan Raya menjadi pribadi yang mapan, sampai tiba waktunya dia akan menggantikan Oma memimpin perusahaan."
Luar biasa orang tua ini. Ternyata dia sangat berpengalaman.
"Kau butuh uang, kan?"
Sekali lagi orang tua itu membuatnya tercengang.
Belum sempat Radit menjawab, dia sudah menyodorkan selembar cek.
"Berapa yang kau butuhkan?"
Radit menerimanya dengan tangan gemetar.
"Tapi Oma punya syarat. Kau harus terus mendampinginya apapun yang terjadi. Kalau bisa pisahkan dia dari pemuda yang bernama Arya. Kau mau berjanji?"
Radit tercekat. Sebenarnya, walaupun tanpa syarat dari Oma, Ia akan tetap mempertahankan Raya.
"Aku setuju." jawab Radit.
"Sekarang pergilah kerumah sakit. Ibumu menunggumu. Dan ingat, siapapun tidak boleh ada yang tau tentang kesepakatan kita. Termasuk Raya."
Radit mengangguk.
Ia langsung pergi kerumah sakit.
Tanpa berpikir apa yang akan terjadi dengan keputusannya, dalam kepalanya hanya ada satu harapan. yaitu, kesembuhan ibunya.
Dengan harap-harap cemas. Ia dan adiknya menunggu di depan ruang operasi.
Ais menepuk pundaknya
"Mas, kau dapat darimana uang sebanyak itu hanya dalam satu hari?"
pertanyaan Ais membuatnya termenung.
Ia tidak mungkin bilang pada Ais bahwa dia telah menggadaikan hidupnya demi uang itu.
Karena mulai sekarang, dia harus bisa menerima semua perlakuan Raya bagaimanapun pahitnya.
"Mas Radit dapat merampok, ya?" bisik Ais lagi.
"Astagfirullah... Kau menuduh Mas mu ini sudah tidak waras?"
"Habisnya, aku heran saja."
"Yang jelas, uang itu bukan dari hasil merampok atau mencuri. Kau tenang saja. Yang terpenting sekarang adalah kesembuhan ibu dan juga kuliahmu harus tetap jalan." Radit tidak memberi kesempatan adiknya bertanya lagi.
***
Seminggu sudah ibunya menjalani perawatan paska operasi.
Hari itu dokter mengijinkannya pulang dengan catatan harus datang kontrol.
Radit sangat bahagia melihat senyum di wajah ibunya. Tak henti dia mengucap syukur.
Radit mengantar ibu dan adiknya pulang ke rumah sederhana mereka.
"Ibu tidak boleh banyak pikiran. Urusan mencari uang, serahkan pada Radit."
Ucapnya Meyakinkan.
Ibunya sangat terharu. Dia memeluk kepala Radit sambil menangis.
"Doa ibu selalu menyertaimu..."
"Oh, ya.. Dalam beberapa hari ini, mungkin aku tidak bisa pulang. Kalau kalian butuh sesuatu, Ais bisa menelpon Mas Radit." matanya menatap Aisyah.
"Apa pun yang kau kerjakan yang penting halal dan Istiqomah, dan satu lagi. Kejujuran, itu yang terpenting, Nak."
Nasehat ibunya.
Radit menggigit bibirnya.
"Apa yang akan terjadi andai ibu tau dari mana aku mendapatkan uang itu." pikirnya miris.
Radit kembali kerumah Raya.
Ia mendapati rumah itu sepi, padahal hari itu hari Minggu.
Bik Suti datang tergopoh mendekatinya.
"Baru pulang, Mas?"
"Iya, Bik. Pada kemana kok sepi?"
"Non Raya tidak pulang dari semalam sampai sekarang. Sedangkan Oma sedang pergi, ada urusan katanya."
"Raya tidak pulang dari semalam?" ulang Radit tidak percaya.
Wanita itu mengangguk. Tapi dalam hati dia nyeletuk
"Pengantin baru kok tidak tau istrinya kemana, aneh..!"
"Mau saya siapkan makan siang?" tawarnya pada Radit.
"Tidak, Bik. Aku mau mencari Raya."
ucapnya sambil bergegas keluar.
Beberapa kali dia mencoba menghubungi Raya, tapi tidak aktif.
"Dimana dia? Aku khawatir terjadi sesuatu padanya."
Radit memutuskan mencarinya ketempat Arya. namun disana juga sepi. Raya dan Arya tidak ada.
Ia semakin bingung harus mencari Raya kemana.
Di Tengah kebingungannya, Radit menerima pesan dari sahabatnya bahwa dia .melihat Raya dan Arya sedang berduaan di sebuah club malam.
Tanpa pikir panjang lagi dia meluncur kesana.
Dia melangkah memasuki area remang-remang itu. Yang ada hanya kilatan lampu dan Irama musik yang menghentak.
Radit memutar pandangannya kesemua arah.
Benar saja, dia mendapati Raya sedang minum sambil di rangkul seorang pria. Yang jelas bukan Arya.
Dengan perasaan marah dia menghampiri gadis itu.
Raya yang merasa tangannya ditarik dengan kasar menoleh kearahnya.
"Apa yang kau lakukan, Ray? Ayo kita pulang..!"
Raya menghentak tangannya hingga lepas dari genggaman Radit.
"Siapa kau berani mengaturku? Siapa?" ucapnya lantang hingga menarik perhatian pengunjung lain.
"Ray, kau mabuk. Kau terlalu banyak minum." Radit menangkap tubuh Raya yang terhuyung.
Tapi Raya kembali menolaknya.
Pria yang bersamanya tadi berusaha memegang Raya. Dan gadis tidak menolak.
"Hey lepas. Dia istriku!" bentak Radit dengan amarah yang meluap.
"Kau lihat saja, Raya tidak mau kau sentuh. keluar saja dari tempat ini. Benar, kan sayang?" ucapannya seolah mengejek Radit.
"Benar, dia tidak pantas berada di sini. Hus, hus.. Pergi sana!" ucap Raya yang mulai kehilangan separoh kesadarannya.
Terjadi pergumulan di antara Radit dan pria yang semula bersamanya.
Tempat itu menjadi hingar bingar.
Arya datang dan langsung memeluk Raya.
"Ada apa sayang?
Raya langsung menunjuk kearah Radit.
"Aku mau membawa istriku pulang." ucapnya pada Arya.
"Hey gembel..! Ngapain kau kesini? Kurang jelas juga apa yang di katakan Raya? Kau bukan apa-apa nya. Kau cuma kacung baginya!"
Radit terpancing amarah. Dia langsung melayangkan sebuah pukulan kearah wajah' Arya.
Melihat Arya terjatuh membuat Raya menjerit.
refleks tangannya mengambil asbak di meja dan melemparnya ke wajah Radit. Akibatnya sudut matanya meneteskan darah segar.
"Dasar Babu..! Apa yang kau lakukan pada Arya? Apa kau pikir berhak melakukan ini?
Siapa yang memberimu hak?" teriak Raya dengan emosi.
Radit terdiam sambil menyeka darah yang terus mengalir.
"Kau hanya suami bayaran ku. Jadi jangan melewati batasanmu." ucap Raya dengan kejam. Dia malah menolong Arya. Luka Radit yang lebih parah dia tidak perduli.
Radit hanya terdiam. Sakit dan perih yang dia rasakan bukan karena luka di wajahnya, tapi karena kata-kata Raya yang begitu melukai hatinya.
"Kau pulang saja, aku masih mau disini.." ucapnya dengan kejam pada Radit.
Raya kembali mengambil minuman dan meneguknya, begitu pula dengan Arya dan teman-temannya. Mereka tidak perduli dengan perasaan Radit yang dengan setia menunggu Raya di luar.
Sampai tengah malam, Raya dan yang lainnya mulai benar-benar mabuk. Mereka bicara tidak keruan lagi. Jangankan untuk saling menolong satu sama lain. Berjalan saja mereka tidak sanggup.
Radit membawa Raya yang sedang mabuk pulang. Tanpa kata, tanpa bicara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Holipah
lanjut Thor
2023-11-01
0
Nunung
Semoga Radit di berikan kesabaran dan ketabahan hatinya Aamiin....semoga kau cepat sadar raya dan kamu tau siapa Arya itu...see you ❤️❤️ makasih Thor di tunggu dari pagi sampai sore baru terbit habis magrib ...
2023-10-31
0