Episode 4

Raya menggeliat malas. Ia memegangi kepalanya.

"Kepalaku terasa berat sekali." Ia mulai mengingat kejadian semalam.

"Siapa yang membawaku pulang? Pasti Arya, siapa lagi?" ia menjawab pertanyaannya sendiri.

Dengan terhuyung dia melangkah ke kamar mandi. Tapi matanya sempat menangkap sosok Radit yang tengah membersihkan luka di wajahnya.

Raya mendekatinya dan mengejeknya.

"Itulah akibatnya kalau sok jadi jagoan...!"

Radit tidak memperdulikannya. Ia terus membersihkan luka di ujung matanya itu.

"Lain kali jangan berani mengulangi kekonyolan itu lagi, kalau itu sampai terjadi..."

"Apa? Apa yang akan terjadi? Dan kau harus tau, yang aku lakukan semalam bukan karna sok menjadi jagoan, tapi hanya membela harga diriku." jawab Radit cuek.

"Hah? harga diri? Kau masih punya harga diri? Harga dirimu sudah ku beli, apalagi yang tersisa?" ucap Raya dengan angkuhnya sambil tertawa.

Radit menghentikan gerakan tangannya. Dia berbalik menatap Raya.

"Harga diri ku adalah dirimu, is-tri-ku..!" Radit sengaja mengeja kata istri dengan jelas.

"Omong kosong .!" Raya meninggalkannya kekamar mandi dengan kesal.

"Aku memang sangat terluka oleh perlakuanmu, tapi apa dayaku? Aku begitu mencintaimu, Aku juga terlanjur berjanji pada Oma untuk menjagamu apa pun yang terjadi."

Keluh Radit.

Saat mereka sedang sarapan bersama.

"Radit, ada apa dengan wajahmu?" suara Oma terdengar khawatir.

Radit meraba wajahnya, ia mencari alasan yang tepat agar Oma tidak curiga padanya.

"Ini, ini hanya luka kecil Oma. Semalam tak sengaja terkena pintu mobil." ucapnya mengada.

Oma menatapnya dengan serius.

Raya ikut membenarkannya.

Oma meraba luka Radit.

"Kau tidak bakat untuk berakting di depan Oma." ucapnya pelan.

Raya merasa cemas kalau Radit akan bilang yang sebenarnya.

"Sebenarnya begini, Radit malu untuk cerita. Saat aku sedang mandi, dia memaksa mau masuk, karena gugup aku tutup pintu dengan keras hingga mengenai ujung matanya." jelas Raya.

Radit hanya mengiyakan.

"Ada-ada saja.." ucapnya lalu Oma tidak mempermasalahkannya lagi.

"Oh ya, Oma kelihatanya sudah sehat. Apa hari ini sudah bisa ke kantor?" selidik Raya.

"Kondisi Oma memang membaik, tapi aktif ke kantor kayaknya belum bisa. mungkin hanya mengontrol keadaan kantor saja."

Raya tersenyum mengetahui itu. berarti dia tidak akan terlalu sibuk karena semua urusan akan di handle oleh Omanya.

"Kau jangan senang dulu. Dengan sehatnya Oma bukan berarti tanggung jawab mu berakhir. Justru kau harus lebih rajin lagi belajar."

Raya melengos kecewa.

"Dan satu lagi. Radit akan ikut bergabung di perusahaan kita."

Mata Raya terbelalak.

Begitupun Radit, ia tak percaya dengan pendengarannya.

"Tapi Oma, Radit tidak mungkin bekerjasama denganku." wajah Raya terlihat tegang.

"Kenapa tidak?"

"Benar kata Raya, Oma. Lagi pula aku tidak pantas menerima kepercayaan yang begitu besar." ucap Radit merendah.

Oma mengangkat tangannya. Pertanda ia tidak ingin perdebatan itu berlanjut.

"Oma sudah putuskan. Kau tidak bisa membantahnya." matanya menatap Raya.

"Dan kau Radit, ini bukan permintaan, tapi perintah. Apa kau mau melawan perintah Oma?"

Radit menggeleng.

"Baiklah, Oma mau bersiap, kalian bersiap juga."

Pasangan muda itu sudah berada di kamar.

'Jangan besar kepala karena Oma membela mu."

"Raya, apa tidak bisa bersikap ramah sedikit padaku? Semua yang di katakan Oma bukan mau ku."

"Bukan maumu, tapi senang, kan atas keputusan Oma?"

"Yaah, aku akui aku senang mendapat kesempatan belajar. Tapi kalau itu membuatmu semakin membenciku lebih baik aku menolak nya."

"Jangan buat masalah. kalau kau memaksa untuk menolak, Oma pasti akan menyalahkan ku lagi." bentak Raya tidak suka.

"Jadi kau setuju?" Radit meyakinkan.

"Aku tidak perduli. Kau gabung atau tidak, itu tidak berpengaruh padaku. Asal kau ingat. apapun dan siapa pun dirimu,tidak akan merubah statusmu di mataku dan satu lagi. Tidak ada yang bisa menghalangi hubunganku dengan Arya."

Gadis itu meninggalkan Radit yang menarik nafas panjang.

"Raya, Raya... kenapa dia tidak bisa tidak menyebut nama Arya sekali saja."

***

Hari yang menyebalkan buat Raya karena harus berjalan berdampingan dengan Radit, dan dia juga terpaksa terus memasang senyum palsu.

Semua karyawan menunduk hormat pada Oma.

"Selamat datang kembali Bu Safira.." sambut pak Arifin.

Oma hanya mengangguk dan masuk ke ruangannya.

"Tolong siapkan rapat direksi secepatnya."

Semua saling pandang dan heran. Kenapa Bu Safira minta di adakan rapat mendadak.

 Dua jam berlalu setelah itu.

Oma sudah pulang di antar sopir kantor.

Sedang Raya langsung berlari ke ruangannya. Keputusan Oma nya menyerahkan kepemimpinan pada Radit sangat membuat egonya terluka.

"Siapa dia? Dia hanya gembel yang aku pungut dari jalanan. kenapa Oma lebih memilih dia ketimbang aku yang cucunya sendiri?" Raya menyapu semua yang di atas meja dengan tangannya hingga jatuh berantakan.

Radit perlahan mendekatinya.

"Ray, aku minta maaf.. Aku juga tidak menyangka Oma akan melakukan ini semua."

Raya masih menutupi wajahnya sambil memeluk lututnya.

Radit berjongkok di depannya.

"Ray, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau semua ini. Aku tidak ingin jadi penyebab kau bersedih"

Raya mendongak.

Dia menampar pipi Radit dengan keras.

"Aku tau siapa dirimu. Kau pasti sudah mempengaruhi Oma agar melakukan semua ini."

Radit menatap Raya tak mengerti.

"Sumpah, Ray. Aku tidak pernah melakukan itu." ucap Radit sambil memegangi pipinya.

"Aku tidak akan pernah percaya ucapanmu."

Mereka saling terdiam. Sebenarnya bukan hanya Raya yang kecewa atas keputusan Bu Safira. Fandi, yang merasa sudah berjuang ikut memajukan perusahaan merasa tidak puas. Ia berharap dirinya lah yang akan di tunjuk Bu Safira untuk menggantikannya sebelum Raya benar-benar siap.

"Raya... maafkan aku.!" rintih Radit lagi.

"Baik lah, aku akan memaafkan mu asal kau mau melepaskan jabatan itu."

Radit menarik nafas panjang.

"Kenapa? Kau keberatan, kan? Hah, tentu saja.. Kau gembel yang naik kelas. Mana mau melepaskan nya." sindir Raya.

"Aku bersedia..!" ucap Radit tiba-tiba.

"Caranya?" Raya masih tidak percaya.

"Aku akan bicara pada Oma."

"Aah, percuma! Ujung-ujungnya Oma akan menyalahkan ku juga." pekik Raya.

"Serahkan padaku. aku janji, besok pagi kedudukanmu akan kembali lagi ketempat semula." janji Radit.

"Ingat, ya! aku pegang janjimu."

Radit terdiam. Dia belum terpikirkan cara untuk membujuk Oma agar merubah keputusannya.

Saat Radit keluar dari ruangan Raya, ia berpapasan dengan Fandi.

"Selamat ya, pak Radit. Anda sangat beruntung. Tanpa berlelah-lelah anda bisa mencapai puncak. Sungguh Anda sangat beruntung." sindir Fandi.

"Terima kasih.. Mungkin ini nasib baik saya. Dan tentu saja kejadian ini akan membuat beberapa orang merasa gerah. Benar, kan pak Fandi?" ucap Radit tersenyum. Ia sengaja menyinggung pria yang bermuka dua itu.

Fandi meninggalkannya dengan wajah kesal.

Dari sana dia langsung menemui Raya.

"Ray, apa ini? Bu Safira sungguh tidak adil. Aku tidak habis pikir. Kenapa dia bisa melakukan ini pada kita..." ucapnya dengan emosi.

Raya menatapnya aneh.

"Kita?"

"Sorry, maksud ku kepadamu..." Fandi meralat ucapannya.

"Aku sangat tidak rela. Kita yang bekerja keras, dia yang menikmati hasilnya..." ucap Fandi geram.

"Hal ini tidak akan berlangsung lama. Kau lihat saja, keadaan akan kembali seperti semula." jawab Raya pasti.

"Kau yakin?"

"Sangat yakin...!"

Fandi mengepalkan tinjunya. Ingin sekali ia menonjol wajah Radit yang telah merusak rencananya.

Terpopuler

Comments

Nunung

Nunung

Sabar ya Radit semoga hatimu dilapangkan dan diberikan ketabahan Aamiin ...dan untukmu raya semoga karma datang padamu karena tak menghargai suamimu ..dan untukmu Fandi apapun rencanamu semoga tidak berhasil....oke Thor makasih dah mau up see you ❤️❤️ lopyou semangat 💪💪.

2023-11-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!