Episode 2

Radit berniat menemui ibunya yang sedang sakit di rumah sakit.

Namun di tengah perjalanan ia menyadari kalau ponsel Raya ketinggalan di mobil.

"Kalau ponselnya disini? bagaimana dia menghubungiku kalau ada sesuatu?"

Radit memutar balik mobilnya ke kantor.

Sampai di parkiran seorang sekuriti mendekatinya.

"Kau sopirnya Bu Raya, kan?"

Radit tertegun sejenak, lalu dia mengangguk.

"Benar, aku sopirnya. Dengar.. Bu Raya meninggalkan ponselnya di mobil. Tolong berikan padanya."

"Kenapa kau tidak memberikannya sendiri?"

"Aku tidak tau ruangannya dimana." jawab Radit asal.

Setelah sekuriti itu pergi. Radit sudah membuka pintu mobil hendak pergi. saat dua orang wanita yang lewat di sampingnya mengatakan sesuatu.

"Lihat saja, kalau Raya yang sombong itu sampai memakan makanan ini, dia pasti langsung mampus."

"Ia, aku juga sudah bosan dengan tingkahnya yang sok ngatur itu." jawab yang satunya.

Radit mengurungkan niatnya untuk pergi.

"Apa aku tidak salah dengar? Barusan mereka menyebut nama Raya." tanpa pikir panjang, dia mengejar kedua wanita itu.

Karena memang tidak tau ruangan Raya, dia kehilangan jejak.

Radit merasa cemas, bagaimana kalau dia terlambat.

Setelah bertanya sana sini, dia menemukan ruangannya.

"Ray, jangan makan itu..!" ucapnya begitu masuk di ruangan itu.

Tangan Raya yang hampir mencomot pizza jadi terhenti.

Semua mata memandang aneh kepadanya. Termasuk Raya.

"Radit? kenapa disini?" Raya terlihat tidak suka.

"Ray, nanti aku jelaskan. Tapi tolong dengar kata-kata ku. Jangan makan pizza itu!."

"Kau ngomong apa? jangan bikin aku malu di depan rekan kerjaku.." bisik Raya tidak suka.

"Siapa dia?" tanya seseorang.

"Kau sopirnya Bu Raya,.kan?" Fandi tiba-tiba sudah menepuk bahunya.

"Dan apa kau bilang? Kenapa Raya tidak boleh makan makanan dari kami?"

"Sudah, jangan dengerin dia. aku mohon maaf atas kesalah pahaman ini." ucap Raya dengan malu.

"Raya, percaya padaku.. Aku dengar sendiri saat mereka lewat di depanku tadi, kalau makanan ini sudah di campur sesuatu." Radit menunjuk dua wanita yang di lihatnya di bawah.

Kedua wanita itu menggeleng.

"Tuh, kan. kau sudah membuat aku malu..!"

Radit masih berusaha membela diri.

"Kalau begitu untuk meyakinkanku. suruh mereka makan terlebih dulu...!" ucap Radit lantang.

Fandi merasa tidak suka. Ia mendekati Raya sambil berkata,

"Niat baikku ternyata di ragukan oleh sopir mu ini. Biar dia puas aku yang akan makan terlebih dulu."

Kedua wanita yang kepergok oleh Radit menahan nafas saat Fandi menggigit pizza itu.

Namun setelah menunggu beberapa menit tidak terjadi sesuatu pun pada Fandi.

Raya menjadi murka.

"Kau puas sekarang?" Radit terdiam mematung. Bagaimana mungkin Fandi tidak apa-apa?

"Sudah, buang saja makanan ini!" ucap Fandi kecewa dan meninggalkan ruangan Raya sambil membuang pizza ketempat sampah.

"Hari ku menjadi sial karena mu. Dasar orang udik..!" Raya melempar wajah Radit dengan tumpukan berkas di mejanya.

Raya berlari keluar dengan marah.

Radit masih berdiri mematung. Ia masih tidak percaya yang terjadi.

Perlahan dia mendekati pizza itu, lalu memungutnya sedikit.

"Aku harus buktikan pada Raya bahwa aku tidak salah."

Radit bergegas keluar dari ruangan itu.

Saat melewati sebuah ruangan, dia mendengar suara tawa yang begitu riuh disana.

"Raya pasti sudah memarahi sopirnya habis - habisan. Gadis angkuh seperti dia tidak gampang memaafkan seseorang." ucapan itu keluar dari mulut Fandi.

"Lalu bagaimana caranya kau tidak apa-apa, padahal kau sudah memakannya?"

"Aku hanya memasukkannya kedalam mulut, tidak aku telan. lalu saat kalian lengah, aku membuangnya." mereka tertawa lagi.

"Sebenarnya siapa pria itu? Bodyguard nya Raya?"

"Entahlah... Yang jelas dia sudah menggagalkan rencana kita."

Radit merasa geram. Rupanya mereka sudah bersandiwara di depan Raya.

Radit memutuskan menyusul gadis itu ke parkiran, tapi Raya susah naik taksi dengan wajah kesal.

Teriakan Radit tidak di hiraukan nya.

"Berani sekali dia, dia pikir dirinya siapa?

Seenaknya saja muncul dan membuat onar." Raya masih berasa sangat kesal.

Sementara itu, Radit masih termenung di belakang kemudi.

"Raya pasti langsung pulang. Tapi dia tidak mungkin berani mengadu pada Oma."

Ia bergumam sendiri.

Sebuah pesan masuk di ponselnya.

Ia merasa kaget karena sepuluh kali panggilan dari Aisyah adiknya terlewatkan.

"Aku terlalu fokus pada masalah di atas tadi, sampai Ais menelpon, aku tidak tau "

(Mas, cepat datang kerumah sakit. Ibu tidak sadarkan diri)

Tanpa membalasnya, Radit langsung meluncur kerumah sakit tempat ibunya di rawat.

"Bagaiman keadaan ibu, ?" tanyanya dengan panik.

"Tiba-tiba ibu tidak sadarkan diri. Sekarang masih di tangani dokter." jawab Ais dengan mata sembab bekas menangis.

"Maaf, karena ada urusan penting sampai tidak mendengar panggilan mu." Radit memeluk adiknya.

Saat melihat Dokter keluar. Radit langsung menghadangnya.

"Bagaimana ibu saya, Dok?"

"Sangat menyesal saya katakan, ibu anda harus segera di operasi, kanker nya sudah

sudah menyebar."

Radit tertunduk lemas.

Dia langsung mendekati ibunya yang belum sadarkan diri.

"Maafkan Radit, Bu." Radit mencium tangan ibunya lembut.

"Mas, darimana kita dapat uang untuk biaya operasi ibu? " Aisyah menyentuh bahu kakaknya.

"Ais.. kau tidak usah pikirkan itu. Kau fokus saja pada kuliahmu. Mas yang akan mencari biaya pengobatan ibu."

"Aku mau berhenti kuliah, Mas. Aku bisa bantu Mas Radit mencari biaya untuk ibu."

"Sstt... ! Jangan pernah berpikir untuk berhenti kuliah. Mas tidak suka mendengarnya. Apapun yang terjadi kau harus lulus, Mas ingin melihatmu jadi orang sukses. Jangan seperti Mas Radit."

Kedua kakak beradik itu termenung di ruang perawatan ibunya.

"Uang dari Raya belum cukup untuk membiayai operasi ibu, usahaku berjualan baju bekas hasilnya juga tidak seberapa." Radit memeras otak mencari jalan keluarnya.

***

Sementara itu, Raya pergi ketempat Arya.

Dia langsung memeluk pria itu sambil tersedu.

"Ada apa sayang...?" Arya bertanya dengan heran.

"Aku tidak kuat harus menjalani sandiwara ini lebih lama lagi." ucapnya tergugu.

"Tenang, aku ada disini untukmu."

Perlahan Raya bisa tenang. dia mulai menceritakan kejadian tadi pagi di kantor.

"Aku heran, kenapa dia bisa seceroboh itu? Sudah bersyukur kau mau menikahinya, dia malah ngelunjak." Arya semakin memanas manasi Raya.

Raya melirik malas ke ponsel di atas meja.

nama Radit tertera di layar.

Arya mengangkatnya.

"Halo, Ray.. Aku minta maaf atas kejadian tadi, tapi kau dimana, aku tanya orang rumah katanya kau tidak pulang?"

Raya merebut ponsel itu dan berkata dengan ketus.

"Aku di tempat Arya. Kau mau apa? Mau ngerecokin aku lagi?"

Radit merasa tidak suka.

"Aku kesana,!" ucapnya lalu menutup telponnya.

"Ngapain coba dia kesana? Dia kan sudah menikah, harusnya tau setiap batasannya." Radit menggerutu sendiri.

Di tempat Arya, Raya masih bersandar di bahu pemuda itu.

"Sebenarnya aku juga ingin kau menyudahi sandiwara ini, tapi bagaimana kalau Oma tidak memberimu apa pun? Karena itu, bersabarlah sedikit. Sampai ia benar-benar mempercayaimu." ujar Arya.

"Lalu apa kau tidak cemburu kalau aku harus bersama dengan pria asing itu?" Raya merajuk.

"Tentu saja, darahku mendidih saat melihatmu dengannya. tapi aku yakin cintamu hanya untuk ku.."

Arya mengecup kening gadis itu.

Mereka masih berpelukan mesra saat Radit sampai di tempat itu.

Radit merasa matanya tiba-tiba saja memanas melihat pemandangan itu.

"Ray, ayo kita pulang. Oma pasti sudah menunggu." ajaknya dengan lembut.

Radit berusaha memegang tangan Raya.

Raya menghempaskannya dengan kasar.

"Kau tidak lihat kami sedang apa? Dasar tidak tau malu!" umpat Raya. Arya hanya tersenyum sinis kearahnya.

"Kita pulang!" Radit mengulang ucapannya dengan tegas.

"Atau, apa perlu aku adukan semua ini pada Oma?"

Mata Raya terbelalak.

"Kau berani mengancam ku? Siapa kau?"

Telunjuk Raya tepat di hidung Radit.

"Aku suami mu.. Entah kalian suka atau tidak!" ucap Radit tegas.

"Ayo..!" ucapnya lagi tak perduli dengan kemarahan Raya dan Arya.

Arya memberi isyarat agar Raya menurutinya.

Dengan menghentakkan kakinya. Raya berlari ke mobil.

Radit mengikutinya.

Namun suara Arya menghentikannya.

"Kau boleh bangga dengan status mu menjadi suaminya. tapi hati dan tubuhnya tetaplah milik ku!"

Radit berbalik dan menatap mata Arya.

"Kau juga boleh bangga dengan keadaan ini. Tapi semesta merestui ku sebagai suami yang sah dan halal untuk Raya. kau akan lihat itu, aku janji."

Dengan langkah lebar Radit menyusul Raya.

Arya hanya bisa meluapkan emosinya dengan mengumpat.

💞Masih tetap minta dukungannya

Terpopuler

Comments

Nunung

Nunung

Aku selalu mendukungmu lopyou Thor

2023-10-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!