Episode 8

Paginya, Raya berteriak dari kamar mandi untuk di ambilkan handuk.

"Tolong berikan aku handuk..!"

Radit dan Arya yang sedang bersitegang saling pandang.

beberapa detik kemudian, mereka berebut mendapatkan handuk.

"Memang sudah jodohku, lihat, keberuntungan selalu memihak ku." seru Arya sambil tersenyum sinis.

"Cepat!"

suara Raya kembali terdengar dari celah pintu yang terbuka sedikit.

Dengan bersiul kecil Arya melangkah ke pintu. Tapi Radit menendang sesuatu hingga Arya menginjaknya yang berakibat tubuhnya limbung dan terjatuh.

Dengan cepat handuk nya berpindah tangan. Radit mengulurkan pada Raya.

Arya mengumpat kesal.

"Bagaimana? Apa itu masih sebuah keberuntungan?" ledek Radit.

Raya keluar dari kamar mandi.

Rambutnya masih di tutupi handuk.

Ia heran melihat kedua pria di hadapannya saling menatap dengan kebencian.

Apalagi Arya. Ia terlihat sangat kesal.

"Ray, kita pulang saja.. Aku merasa tidak nyaman dengan keberadaan benalu ini." ucapnya kesal.

Radit hanya terdiam santai.

"Kalau kau?" Raya menatap Radit.

"Kau bertanya pendapatku? kalau aku terserah padamu. Tapi alangkah baiknya kalau kau pulang sekarang. kantor tidak bisa di biarkan tanpa pengawasan."

Raya mendesah kesal.

"Kalau kau memang mengkhawatirkan kantor, Seharusnya kau tidak ada disini saat ini."

"Iya, benalu ini sangat berambisi dengan kedudukanmu di kantor. Karena itu tak sedetik pun dia bisa melupakannya." sindir Arya.

"Terserah kalian mau bilang apa, yang jelas aku perduli pada Raya dan bisnisnya."

"Sudah, sudah...! Aku bosan mendengar kalian bertengkar terus. Aku kesini mau mencari ketenangan, malah ini yang ku dapatkan." omelnya dan keluar mencari makan.

"Ray, tunggu aku..!" Arya bergegas menyusulnya.

Raya dan Arya sudah duduk di sebuah meja dengan hidangan lengkap.

Tapi Radit tidak kelihatan. Ekor mata Raya mencarinya namun tidak dia temukan.

Saat itu Radit sedang mengerjakan pekerjaan kantor yang belum selesai. Untung dia punya orang yang bisa di percaya untuk mengawasi gerak gerik Fandi dan sekutunya. Setiap tiga jam sekali mereka mengabarkan perkembangan kepada Radit.

Raya kembali ke kamar terlebih dulu karena mengeluh pusing. Ia membiarkan Arya yang masih menikmati suasana di luar.

Ia sangat kaget mendapati Radit yang masih asik dengan laptop di pangkuannya.

"Kau sedang apa? "Raya bertanya dengan nada cueknya.

"Ada pekerjaan yang belum kelar, aku pikir tidak apa-apa mengerjakannya disini."

Dalam hati, Raya memujinya. Radit sangat perhatian dengan perusahaan mereka.

"Kau sendiri? kenapa kembali, dimana si bengek itu?"

"Aku pusing. Akan lebih pusing lagi kalau mendengar ocehan mu. Jadi sekarang, tutup laptopnya dan pergi sarapan sana!" Raya berkata sambil mengambil laptop dan mendorong tubuh Radit keluar.

"Hey, Ray.. Itu belum kelar ." protesnya. tapi Raya keburu menutup pintu dan menguncinya. Dengan terpaksa ia pergi mencari makanan seperti saran Raya.

"Aku tidak salah dengar? tadi dia mengingatkan aku untuk sarapan? Ternyata dia perhatian juga padaku." pikir Radit tersenyum.

"He benalu, ngapain kau senyum-senyum sendiri seperti orang gila saja."

Arya meledeknya.

Radit tidak perduli dan tetap melangkah dengan senyum di bibirnya.

Sore harinya, Raya mengatakan ingin berenang. Arya menyambut rencananya dengan senang.

Mereka terjun ke kolam dengan gembira. Radit hanya bisa mengawasinya dari pinggir kolam.

Sesekali Arya merangkulnya dengan mesra. Raya pun membalasnya dengan tak kalah mesranya.

Diam diam Radit mengepalkan tangannya. Ada rasa nyeri di dadanya saat melihat Raya di pelukan pria lain.

"Kenapa kau tidak bisa merasakan betapa tulusnya cintaku padamu, aku sayang padamu Raya.. Kau sama sekali tidak perduli dengan perasaanku. Setiap hari kau torehkan luka baru di hati ku. perih rasanya .." Radit memalingkan wajahnya agar air bening yang hampir jatuh tidak di lihat oleh Raya.

Radit hanya berpura-pura tegar di depan Raya, tapi yang sebenarnya, hatinya sangat terluka.

Tanpa sungkan mereka berciuman di depan Radit.

Arya dengan bangganya melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.

"Aku berhenti, capek.." ucap Raya sambi duduk di tepi kolam.

Sepintas ia melirik Radit. Ia melihat raut kecewa di wajah pria itu. Ada sedikit rasa iba juga. Tapi mau gimana lagi. Ia tidak punya perasaan apapun kepadanya.

"Biar, saja. Mungkin ini akan lebih baik, dia akan membenciku dan minta berpisah, selesai..!" pikir Raya enteng.

***

"Ayo cepat! Jalan mu lambat seperti keong."

Suara Arya meneriaki Radit yang sedang berjalan sambil membawa ransel besar di punggungnya.

Mereka sedang mengunjungi suatu tempat di daerah pedesaan. Jalannya tidak bisa di lewati mobil. terpaksa mereka harus jalan kaki.

Raya sudah terlebih dulu berjalan.

"Ray, tunggu..!"Arya berlari mengejar Raya sambil ngos- ngosan.

"Baru juga segitu sudah menyerah, sebaiknya kau ganti celanamu dengan Rok saja.' ejek Radit yang berjalan di belakang Raya.

"Awas kau..!" Arya menimpuk Radit dengan sesuatu. Radit cepat menghindar, namun.

"Au...!" Raya berteriak nyaring.

"Maaf Ray, aku tidak tau kau ada di situ" ucap Radit menyesal.

Seandainya dia tidak menghindar tadi, mungkin ini semua tidak akan terjadi.

"Ya, ini semua gara-gara kau..!" Arya menyudutkannya.

Raya terus merintih kesakitan.

Radit tidak tega melihatnya.

Dia meletakkan ransel dan berjongkok di depan Raya.

"Boleh aku lihat kakimu?" Raya mengangguk dalam kesakitan.

"Biar aku saja!" Arya mendorong Radit dengan kasar.

"Kau jangan mencari kesempatan untuk memegang Raya..!" ucapnya sinis.

Alih alih mau memeriksa, Radit malah memegangnya sembarangan dan membuat Raya menjerit.

"Kau apakan kaki ku?" sentak Raya tak suka.

"Aku mau memeriksanya Ray.."

"Sudah, kau tidak tau. Biar Radit yang melakukannya." ucap Raya di sela tangisnya.

Radit tersenyum ke arah Arya yang merasa kecewa.

Dengan lembut Radit menyentuh kaki mulus Raya. Ia merasa ada debaran aneh yang dia sendiri tidak tau apa namanya.

Radit membalurkan sesuatu di kaki Raya.

"Mendingan sakitnya?"

Raya mengangguk.

Arya memandang mereka dengan tidak suka.

Arya mengambil minuman dari ranselnya lalu menegak nya sampai habis.

Sedangkan Radit membuka tutup botol dan menyodorkan nya pada Raya.

"Minumlah dulu..!" Raya menerimanya dengan diam.

"Dasar modus, dia hanya mencari muka di depan Raya." ucap Arya dalam hati.

"Sebaiknya kita kembali saja..." Arya memberi usul.

"Dengan keadaan Raya seperti ini? Tidak. Kita harus mencari pertolongan terlebih dulu." Raya setuju dengan gagasan Radit.

Tidak berapa jauh dari tempat mereka, ada perkampungan. Tapi untuk mencapai tempat itu harus berjalan lumayan jauh.

kondisi kaki Raya tidak memungkinkan untuk itu.

"Raya tidak mungkin berjalan sampai disana, jadi salah satu dari kita harus menggendongnya." ucapan Radit membuat Arya membulatkan matanya.

"Tentu saja aku yang akan menggendong calon istriku." jawab Arya percaya diri.

Raya sudah pasrah, siapapun di antara mereka yang akan menggendongnya.

Dia hanya berharap kakinya cepat di obati.

"Ayo, Ray..!"

Arya memasang punggungnya di depan Raya.

Tapi untuk bangkit saja dia tidak mampu dengan menahan beban Raya. Apa lagi untuk berjalan.

"Ray, kau berat sekali.." keluhnya dengan rasa bersalah.

"Bukan Raya yang berat Tapi kau yang tidak mampu." jawab Radit.

"Aku rasa kau juga tidak akan mampu menggendong Raya sampai di tujuan." ucap Arya sinis.

Radit menatap Raya. Raya tertunduk menerima tatapan pria itu.

"Naiklah ke punggungku..!"

Perlahan Raya naik, dengan gampangnya Radit berdiri.

"Kau lihat, pisik ku mungkin tidak segagah

dirimu, tapi cintaku pada istriku yang memberiku kekuatan." ucap Radit dengan yakin.

Raya tersipu mendengarnya.

Mereka mulai berjalan. Di belakang, Arya terus menggerutu sambil membawa ransel besar milik Raya.

"Pegangan yang kuat, Ray. Nanti kau jatuh.."

Dengan ragu Raya memeluk leher Radit.

Ada perasaan nyaman menyusup di hatinya saat itu.

"Radit sangat kuat, walaupun postur tubuhnya tidak seperti Arya, tapi dia menggendongku seolah tanpa beban." batin Raya.

Radit menikmati saat Raya memeluk erat lehernya. Sesuatu yang sudah lama ia rindukan. Aroma wangi dari tubuh Raya menguar menyusup indra penciumannya.

"Ray, aku boleh bertanya sesuatu?" Radit berusaha mengurai kebisuan di antara mereka.

"He..e.. Tanya saja." jawab Raya dingin.

"Sebelum meninggal, apa Oma pernah mengatakan sesuatu?"

Raya mengernyitkan keningnya.

"Oma?"

"Maksudku sesuatu yang menyangkut perusahaan." ucap Radit pelan.

"Apa maksudmu tentang posisimu di kantor?" tanya Raya curiga.

"Bukan, bukan tentang itu.aku sama sekali tidak perduli dengan posisi." jawab Radit menyesal. Ia telah membuat Raya mengingat masa -masa tidak enak itu.

Terpopuler

Comments

Nunung

Nunung

Sungguh tak punya rasa malu Arya bermesraan di depan Radit suami sah nya raya dasar pada gak punya adab 22nya juga....sabar ya mas Radit semoga pintu hatinya raya di bukakan oleh Allah Aamiin. makasih Thor see you ❤️❤️ semangat 💪💪 ya lopyou untukmu sekebon ...

2023-11-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!