"Dit, ibu rindu pada adikmu. Dimana dia sekarang? Apakah dia baik-baik saja atau justru sebaliknya?"
Mata Bu Hana mulai basah.
"Radit juga rindu, Bu. tapi apa daya kita? kita sudah berikhtiar mencarinya. Tapi mungkin Allah punya rencana lain. kita berdoa saja, ya?"
Radit memeluk ibunya dari belakang.
Alisa yang kebetulan melihat adegan itu ikut terharu.
"Radit adalah pria yang baik. Bila seorang pria bisa menghargai ibunya seperti itu, maka dia juga akan bisa menghargai pasangannya."
Ia bergumam sendiri.
"Tapi sebenarnya Aisyah itu kemana, ya? Menghilangnya sangat misterius..." ucapnya lagi.
"Dit, sebenarnya non Raya itu siapa?" pertanyaan itu membuat Radit tercekat. "Apakah ibu sudah tau sesuatu tentang aku dan Raya?"
Alisa yang sedang menguping juga tak kalah terkejut.
Radit masih tertegun, hal itu membuat Bu Hana mengulangi pertanyaannya.
"Dit, apa pertanyaan ibu terlalu susah kau jawab? Kalau begitu lupakan saja." ucapnya kemudian.
Radit masih belum menjawab.
"Ibu suka Alisa.." celetuk Bu Hana tiba-tiba.
Wajah Radit mendongak kaget.
Begitupun Alisa yang menyimak di balik pintu.
"Kau menyukainya juga, kan?" ulang Bu Hana.
"I- iya.. Dia sangat manis dan baik hati." ucap Radit gugup.
"Dia sangat cocok denganmu. Kalian sama-sama anak baik."
"Iya, kami memang cocok. Dia adalah sahabat terbaik buat Radit."
"Hanya sahabat?"
Kali ini pertanyaan Bu Hana membuat jantung Alisa berdegup kencang.
"Iya, sama seperti Aisyah, dia sudah ku anggap seperti adik sendiri." jawaban Radit membuat Alisa kecewa.
"Tapi, ibu berharap kau menganggapnya lebih dari seorang adik."
Ucap Bu Hana lagi.
"Aku mau keluar sebentar, ada urusan.." Radit sengaja menghindar dari ibunya.
Dari kamar ibunya, Radit langsung kekamarnya sendiri. baru saja kakinya memasuki pintu.
Wajahnya di timpuk tumpukan kertas.
"Raya...?" ucap Radit kaget. Ia melihat Raya di kamarnya dengan wajah marah.
"Apa-apaan ini, Ray?" tanyanya bingung.
"Aku yang harusnya bertanya, apa -apaan ini? Kau sudah berani bermain api denganku, Dit?"
Raya mengambil lembaran berkas yang berserak di lantai. Lalu meletakkannya di dada Radit.
"Baca...!" suara Raya terdengar ketus.
Radit mulai membaca kertas di tangannya.
Wajahnya berubah pucat.
"Ray, sumpah aku tidak tau tentang masalah ini."
"Kau memang benar-benar licik, ya Dit. Aku sangat tidak menyangka. Semua sudah kau atur dengan rapi. Pertama kau mengambil hati orang di perusahaan. Lalu kau sengaja membawa ibumu tinggal disini. Lalu kau..." Radit membekap mulut gadis itu dengan tangannya.
"Jangan keras-keras.. Nanti ada yang dengar..' ucap Radit tertahan.
"Aku tidak perduli.. biar saja ibumu yang kampungan itu tau!"
"Raya. .!" Radit membentaknya dengan suara keras.
"Kau boleh benci padaku, tapi jangan sekali-kali kau menghina dan menyebut ibuku kampungan." Radit merasa geram.
"Kau memang aktor yang berbakat, ya.. ? Kau yang bersalah, tapi kau yang merasa marah." ucap Raya dengan mata memerah.
Bu Hana yang mendengar suara ribut-ribut merasa penasaran dan mencari asal suara.
Begitu juga dengan Alisa.
"Darimana kau dapat kan berkas ini?" suara Radit mulai melunak.
"Dari pak Sastro. padahal sebelumnya dia adalah pengacara yang jujur kepercayaan Oma. Dengan apa kau sudah menyuapnya?"
Mendengar Itu, Radit hanya terdiam, ia bingung dengan apa yang sudah terjadi.
Raya bergegas keluar dari kamar Radit dengan kesal.
Di depan pintu, dia berpapasan dengan Bu Hana. Raya menatapnya dengan sinis, lalu meninggalkannya.
Radit masih terduduk lemas di ranjangnya.
"Kenapa Oma meninggalkan wasiat seperti itu, dia memberikan tujuh lima persen dari harta kekayaannya untukku? Sedangkan Raya yang cucu kandungnya hanya mendapat dua puluh lima persen saja. Aku maklum kalau hal ini sangat membuat Raya marah. Tapi ini bukan mauku." Radit bicara sendiri.
"Dit.. Ada apa? " Radit kaget karena ibunya sudah berdiri di belakangnya.
"Kenapa non Raya marah-marah padamu? Kau sudah membuat kesalahan, ya?"
"Bu, ada sesuatu yang belum aku ceritakan pada ibu."
Bu Hana duduk dengan wajah penasaran.
Radit merasa bingung harus memulai dari mana.
"Bu, sebenarnya Raya dan aku sudah menikah..." Bu Hana begitu kaget mendengarnya.
"kau menikah dengannya? Jangan bercanda, Nak. jangan membuat ibumu ini jantungan."
Radit bersimpuh di kaki ibunya.
"Ampun, Bu.. Aku sudah menyembunyikan hal ini dari ibu."
Bu Hana hanya bisa menarik nafas panjang.
Lalu dengan sabar dia mendengar cerita putranya.
"Begitulah, Bu. Aku merasa dilema antara keinginan Raya dan janjiku pada almarhum Oma."
Bu Hana meneteskan air mata.
"Ternyata Allah itu maha adil." Ucapnya lagi.
Radit mendongak menatap ibunya.
"Apa maksud ucapan ibu?"
Bu Hana mengusap rambut tebal Radit.
"Ibu juga minta maaf, bukan hanya kau yang sudah merahasiakan sesuatu. tapi ibu juga punya rahasia yang sebenarnya ingin ibu kubur dalam-dalam."
"Rahasia? "
Lalu Bu Hana bercerita. Matanya menerawang mengingat kejadian silam.
***
Dua puluh lima tahun yang lalu.
Dua orang wanita sedang melahirkan di sebuah puskesmas yang sama.
Yang satu bernama Hana dia di temani oleh suaminya yang bernama Fajar. Di ranjang yang sebelahnya seorang wanita juga sedang berteriak kesakitan, dia bernama Nuri. Ia dan suaminya Haris sedang menunggu kelahiran anak pertamanya.
Haris adalah anak orang kaya raya, sedangkan Fajar orang sederhana.
Haris sedang melakukan perjalanan dengan istrinya yang sedang hamil besar. Dia tidak menyangka kalau Nuri akan segera melahirkan di perjalanan. Terpaksa dia mencari tempat melahirkan di sekitar tempat itu. sangat kebetulan Hana yang juga mau melahirkan di tempat yang sama.
"Belum, Ma. Nuri masih di tangani Bu Bidan."
Haris terlihat menelpon seseorang dengan gugup.
"Kenapa harus melahirkan, sekarang? padahal aku sudah booking tempat di rumah sakit besar." ia menggumam sendiri.
Fajar yang juga sedang menunggui istrinya merasa tertarik menyapa pria di sebelahnya.
"Anak pertama juga, ya, Mas?"
"Iya, sebenarnya kami mau ke suatu tempat, tapi tidak nyangka dia mau lahiran sekarang." jawab Haris pasrah.
Fajar mengangguk. Di mengamati pria yang duduk di sebelahnya.
"Sepertinya dia orang kaya raya." ucapnya dalam hati.
Tak berapa lama kemudian, suara lengkingan bayi terdengar dari dalam ruangan.
"Pak Haris, Pak Fajar.. Silahkan masuk, istri bapak sudah melahirkan,!" seorang perawat melongok kepintu.
Haris dan Fajar begitu bahagia. Dengan senyum lebar mereka mendekati istrinya masing-masing.
Saat itu Hana dan Nuri sangat kelelahan sampai tertidur.
"Pak,Haris, bisa siapkan baju bayi dan perlengkapan lainnya?"
Haris langsung keluar dari ruangan itu untuk mencari perlengkapan bayi, sebelum ia sempat bertanya tentang kelamin anaknya.
Nuri dan Hana kasih ketiduran. Bisan dan perawat juga sedang keluar.
Fajar yang sendirian di ruangan merasa kecewa saat melihat jenis kelamin anaknya yang ternyata perempuan. Sedangkan anak Haris laki-laki . Lalu timbul niat jahatnya.
Diam-diam dia menukar anaknya dengan anaknya Haris.
Tanpa curiga sedikitpun, Haris membawa istri dan anaknya pulang.
Begitupun Fajar.
Hana begitu menyayangi putranya yang mereka beri nama Raditya.
Rahasia itu terus tersimpan rapi selama bertahun-tahun sampai Radit mendapat seorang adik perempuan. Hingga suatu hari sebuah kecelakaan menimpa Fajar. Di situ dia menceritakan tentang semua perbuatannya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.
Fajar memberinya sebuah photo seorang wanita, photo itu ia dapat saat Haris sibuk dengan anaknya, photo itu terjatuh dari dompetnya.
"Aku tidak tau siapa wanita ini, tapi pasti ada hubungannya dengan keluarga kandung Radit." ucap Fajar lalu menghembuskan nafas terakhirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Nunung
Pasti yang cucu kandung Oma Raditya dan raya hanya cucu angkat dan Oma pasti sudah tau itu....kasihan kamu raya ...dan kamu Arya makan tuh harta ...see you ❤️❤️ Thor makasih lopyou semangatt
2023-11-18
1