Di rumah, Radit langsung menemui Oma Safira.
"Ada apa, Dit? Wajahmu terlihat lelah."
"Oma, aku boleh minta sesuatu?"
Oma menatapnya serius.
"Tentang Raya?"
Radit mengangguk.
"Raya sangat kecewa dengan keputusan Oma."
"Oma sudah menduganya. Tapi ini untuk kebaikannya juga. Suatu saat dia akan menyadarinya."
"Aku tidak mau dia semakin membenciku, Oma. tolong pikirkan lagi kebijakan Oma itu."
Ucap Radit memohon.
Setelah termenung beberapa saat, Oma berkata,
"Oma menempatkan mu di posisi sekarang bukan tanpa alasan. Ada pihak yang tidak menyukai Oma. Mereka berusaha menjatuhkan Oma di berbagai kesempatan.
Raya akan di kelilingi oleh orang-orang munafik itu.
Karena itulah, Oma berharap dengan keberadaan mu disana sedikit tidak akan di perhitungkan oleh mereka."
"Tapi Raya tidak akan bisa menerima alasan itu, Oma."
"Oma tau, tapi tidak ada cara lain lagi."
Mereka terdiam.
"Aku tidak bisa menolak perintah Oma, tapi aku juga tidak bisa melihat Raya bersedih. Satu-satunya cara adalah Oma merubah keputusan yang kemarin. biarkan Raya menempati posisi itu, aku cukup menjadi kaki tangannya saja. Dengan begitu, aku tetap bisa berada disana tanpa harus menyakiti perasaannya."
'Aku bangga padamu, kau bisa memutuskan sesuatu dengan bijak dan tepat. Baiklah kalau menurut mu itu cara yang paling aman." ucap orang tua itu kemudian.
Kabar tentang pengangkatan Radit sampai juga ke telinga Arya.
Dia seperti kebakaran jenggot saat mendengar berita itu.
"Apa ini? Aku dekat dengan Raya karna dia pewaris satu-satunya dari bisnis keluarga mereka. Lalu kalau itu sudah tidak di miliki nya? Buat apa aku bertahan?"
Raya yang datang padanya di sambutnya dengan wajah masam.
"kenapa, Ar? Sepertinya kau tidak senang dengan kedatanganku."
Arya menyadari kekonyolannya. Raya tidak boleh tau isi hatinya.
"Bukan padamu, sayang, tapi pada gembel itu, siapa namanya?"
"Radit?"
"Oh, yaa.. Radit. Berani sekali dia mengambil hak yang seharusnya menjadi milik mu." ucap Arya emosi.
"Kau sudah dengar juga tentang berita itu?"
Arya mengangguk.
Sebenarnya bukan dia yang mau, sih?. Tapi Oma yang sudah salah memilihnya."
"Raya, kau terlalu naif, tentu saja itu atas desakan Radit sendiri. Mata polos mu mungkin bisa dia kelabui. Tapi aku hafal dengan karakter orang susah seperti dia."
Ucapan Arya sangat merendahkan Radit.
Raya mulai kembali termakan hasutan Arya.
"Sudah, sudah..,! Aku muak mendengar namanya di sebut. Bisa kita lupakan dia sejenak? Kita nikmati malam ini berdua saja." ucap Raya memohon.
Walau merasa enggan tapi Arya berusaha mengangguk ia tidak mau kalau Raya curiga jika dia ikut mengincar hartanya.
Keesokan harinya. Sesuai janji nya kepada Radit.
Oma Safira kembali mengadakan rapat mendadak. Dan kali ini dia merubah kebijakannya dengan alasan bahwa dia telah salah dalam mengambil keputusan. Tentu saja itu untuk mengembalikan harga diri Raya sebagai sang ahli waris di depan para karyawan lainnya.
Setelah rapat selesai, tak sengaja Radit berpapasan dengan Raya.
"Gimana? aku sudah menepati janjiku, bukan? Berarti kau sudah memaafkan aku."
Raya berpikir sejenak.
"Okey, ternyata kau memang bisa menepati janji mu, setidaknya harga diriku tidak jatuh di mata karyawan ku sendiri. Tapi tetap saja kau tidak berhak melarang apa yang aku lakukan."
Raya langsung meninggalkannya. Karena tergesa ia hampir saja jatuh, dan untung Radit bisa menangkap tubuhnya.
tatapan mereka bertemu. tepat di saat itu, Fandi memergoki mereka.
Raya langsung mendorong tubuh Radit dengan keras.
"Lepas!" ucapnya sambil merapikan rambutnya.
Raya pergi tanpa bicara apapun.
Radit merasa lega. Walaupun belum bisa mendapatkan hati gadis itu, paling tidak wajahnya tidak jutek lagi saat berhadapan dengannya.
"Sabar, Dit.. cinta butuh perjuangan, dan perjuangan butuh pengorbanan." ucapnya menghibur diri.
Fandi menghampirinya.
"Heem.. Bagaimana rasanya setelah terangkat begitu tinggi, Lalu terhempas kembali. Sangat menyakitkan, bukan? CK ck ck..."
"Pak Fandi benar, mungkin menyakitkan bagi orang yang memang mengharapkannya. Tapi bagi orang yang tidak haus kekuasaan, biasa saja, tuh..!" balas Radit dengan wajah santai.
Fandi memasang wajah sinis nya.
"Dan bersiap saja, karena Bu Raya juga sepertinya tidak menyukai mu.. Lagi pula, kau jangan bermimpi terlalu tinggi, kau kan hanya sopir." bisik Fandi lagi.
"Bukan tidak menyukaiku, tapi belum menyukai ku. Walaupun aku hanya seorang sopir, tapi harga diriku lebih tinggi dari seorang penjilat."
Rahang Fandi mengeras saat mendengarnya, tanpa basa basi dia meninggalkan Radit sendirian.
"Pria itu sangat berbahaya, aku harus mengingatkan Raya." gumamnya sendiri.
***
"Malam ini aku k mau pergi, agar Oma tidak curiga, kau boleh mengantarku."
ucap Raya sembari menyisir rambutnya.
"Bersama Arya lagi?" tebak Radit malas.
"Tepat...!" jawab Raya.
"Kau tau aku tidak suka pria itu, kenapa kau masih saja berhubungan dengannya?" keluh Radit.
"Dengan siapa aku bergaul dan berhubungan, tidak ada hubungannya denganmu. Apa aku minta pendapatmu?" Raya mengoles make up tipis di wajahnya.
Radit mendesah lagi.
"Mau tidak? Kalau tidak mau juga tidak apa. aku tinggal bilang ke Oma bahwa kau tidak perduli pada istrimu. dan kita tamat..." ucapnya tanpa beban.
Radit tersenyum kecil.
"Coba saja kau berani bilang pada Oma, justru kau yang akan di marahi Oma. tapi biar lah, rahasia ini hanya antara aku dan Oma saja..."
ucapnya dalam hati.
"Ok, aku antar, tapi ada syaratnya."
Raya meliriknya dengan malas.
"Aku juga ikut dalam acara itu."
"Tidak! Kau tidak boleh berada disana. Yang ada semua kacau karna dirimu. kalau kau mau, kau bisa menunggu di luar."
Radit mengalah dan setuju.
Beberapa menit kemudian.
Mereka tiba di tempat yang di tuju.
Radit turun membukakan pintu untuk Raya.
Gadis cantik itu melangkah dengan anggun. Baru beberapa langkah, sebuah suara menyapanya.
"Hai sayang...!" Arya menyambut Raya dalam pelukannya. gadis itu terlihat gembira.
Radit membuang mukanya.
"Belum mulai, kan acaranya?"
Arya menggeleng.
"Ray, kalau kalau sudah mau pulang, kabari aku..!"teriak Radit.
Raya tak menggubris walau ia mendengarnya.
"Sayang, kau masuk duluan..."
Setelah Raya masuk.
Arya mendekati Radit yang masih duduk di dalam mobil.
"Gimana rasanya di cuekin? Selamat menunggu sambil di temani nyamuk-nyamuk nakal.." ledeknya sambil tertawa penuh kemenangan.
Radit hanya menarik nafas tanpa membalas.
waktu merambat terasa begitu lambat bagi Radit. suasana semakin ramai di acara itu.
Ia dengan setia menunggu di mobil tanpa berani memejamkan matanya sedikitpun. Ia takut kalau Raya menghubunginya dan dia tidak tau.
Radit melirik arloji di pergelangan tangannya.
"Sudah jam sebelas. Kenapa Raya belum menghubungiku juga? Tapi mungkin saja dia masih asik bersama teman-teman nya." ia menghibur dirinya. Rasa kantuk mulai menyerangnya. Tapi ia berusaha menahannya.
Tiba-tiba panggilan dari Ais masuk.
"Ais, ada apa,? Ibu, baik-baik saja, kan? uang yang Mas Radit kirim masih ada, kan?" Radit bertanya dengan beruntun.
"Uangnya masih, tapi ibu tiba-tiba merasakan sakit perut yang hebat. Mas Radit bisa pulang sebentar?"
"Ibu sakit?" Radit menjadi bimbang. Jika dia meninggalkan Raya sendirian, pasti dia akan marah lagi. Dan bahaya juga meninggalkannya bersama pria -pria hidung belang di dalam sana. Tapi kalau tetap disana, bagaimana ibu dan adiknya?
"Dek, kau bisa, kan bawa ibu kerumah sakit terdekat? Mas Radit masih bertugas.Kalau sudah sampai cepat kabari, ya!"
Radit terpaksa berbohong.
Aisyah mengerti kalau kakaknya sedang bekerja, karena itu dia tidak lagi mengganggunya. Radit merasa bersalah sudah berbohong,tapi dia tidak punya pilihan lain.
Malam semakin larut. Satu persatu para tamu beranjak pulang. Namun Raya tidak keluar juga. Radit menggigil kedinginan karena Ia lupa memakai jaket.
Jam sudah menunjuk pukul satu.
Suasana sudah sepi.
Radit memberanikan diri bertanya pada petugas kebersihan tempat itu.
"Maaf, pak. Apa pestanya sudah selesai?"
Pria yang sedang beberes itu tertawa lebar.
"Mas lihat saja, suasana sudah sepi. berarti pesta sudah bubar."
"Tapi... teman saya masih berada di dalam dan belum keluar dari tadi."
Radit nyelonong mau masuk.
"Eh, Mas.. di dalam sudah sepi. Tinggal kami yang bertugas membersihkan tempat ini yang masih tertinggal"
Sambil menggigil, Radit kembali ke mobil.
"Apakah Raya susah pulang? lalu kenapa dia tidak mencariku?"
Radit berusaha menelponnya. Tapi nomor nya tidak aktif.
ia mencoba menelpon kerumah.
Sangat kebetulan yang mengangkat adalah Bi Suti.
"Raya sudah pulang, Bik?"
"Loh, Mas Radit tidak tau, toh? Sudah dari tadi, Mas.."
Tanpa bertanya dengan siapa, Radit langsung memutus panggilannya.
"Tega sekali dia, aku menunggunya disini seperti orang gila. Tapi dengan seenaknya dia pulang begitu saja." ia menggerutu dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Nunung
Masya Allah moga kamu sabar ya Radit tuk menghadapi kelakuan raya.....dan untuk ibunya Radit moga cepat sehat ...makasih Thor dah mau up see you ❤️❤️ lopyou untukmu Thor semangat 💪💪,
2023-11-02
0