Nama saya adalah Ari, dan saya jomblo. Saat SMA, status merupakan hal yang penting, dan keramat, bahkan lebih keramat dari cerita mistis horror di manapun.
Yaa begitulah pemikiran dan pendapat beberapa temanku, dan entah mengapa diriku yang lugu dengan wajah sepolos Ariel Noah ini terpengaruh memiliki seorang pacar.
Hari itu adalah hari yang sangat penting bagiku, bukan hari kelulusan, bukan hari ujian penentuan, bukan juga hari diamana saya akan di sunat, tap hari dimana seorang cowok sejati yang **** harus melakukan hal ****** untuk seorang cewek. Yap itulah hari dimana saya akan menyatakan perasaan saya yang sudah terpendam lama terhadap seorang cewek cantik di kelasku, namanya Rini.
Saya berencana akan melakukannya di hari itu, mencari kesempatan yang tepat, waktu yang sepi, mengumpulkan keberanian saya, datang ke hadapannya, menatap matanya perlahan, dan kemudian mengatakan “Maukah kamu menjadi pacarku??”.
Semuanya sudah ku persiapkan dengan matang, saya pangkas rambut di salon waria biar rapi, bulu hidung ku cabut 3 kali biar bersih, malamnya pakaian seragam sekolah ku setrika 3 kali biar mulus kayak wajah Syahrini, bahkan sebelum tidur saya luluran dan maskeran punya ibu saya, hanya untuk terlihat perfect dihadapan Rini besok.
Sebelum tidur, saya sudah tersenyum membayangkan dan memperkirakan hal terindah yang akan terjadi jika saya diterima di esok hari.
Namun, kesalahan saya adalah Karena tidak memperkirakan, bahwa akhirnya yang terjadi adalah sesuatu yang paling mengerikan.
Sesuatu yang bahkan sampai sekarang tidak bisa saya lupakan, seperti kata-kata manis yang menempel di mulut para koruptor, ingatan itu menempel di otak saya.
Pagi di hari itu telah tiba.
“ARII BANGUUUN!!” Teriak ibuku sambil menggedor-gedor pintu kamarku.
“Iyaa…ini juga sudah bangun.” Jawabku, terbaring di ranjang.
“Bangun cepat, ini sudah jam setengah 7.”
“Iyaaa….sebentar.”
“Bangun sendiri atau saya yang masuk bangunkan kau??” Ucapnya sambil menggedor-gedor pintuku lagi.
Mendengar itu, saya langsung bangun duduk. “Iya iya ini saya bangun sendiri.” Balasku.
Ibuku adalah orang paling horror dibandingkan boneka annabelle dalam membangunkan orang, pernah dia membangunkan ku dengan mendobrak pintu kamar dan menyiramku dengan air es, saya sampai demam selama 3 hari.
Terakhir dia membuatku trauma, dengan berpakaian ala suku Indian, kemudian membangunkanku secara tiba-tiba sambil terus memukul pinggangku sampai encok, padahal saat itu hari minggu.
Meskipun begitu, dia tetap seorang ibu yang hebat dan paling cantik bagiku.
“Oke, setelah itu kau mandi dan turun sarapan.” kata ibuku.
“Iya bu.”
Saya kemudian mengambil handuk, mandi dengan bersih dan cepat, memakai seragam sekolah, memakai gel rambut, menghadap ke cermin, menyisir rambut, dan berlatih mengungkapkan perasaanku di hadapan cermin, menganggap bahwa bayangan ku adalah Rini.
“Rini, maukah kamu menjadi pacarku??” Ucapku dengan berlagak sok ganteng.
“Aku ingin mengungkapkan perasaan ku kepadamu bidadariku??” Ku ulangi dengan mencoba mengikuti gaya Afghan, namun terlihat seperti zombie kena tipes.
“Maukah kamu jadi ayah bunda dengan ku??” Ku bergaya seperti Lee Min Ho, tapi malah mirip kena stroke.
“Kayaknya bakalan gampang nantinya, mudah-mudahan dia menerimaku.” Ucapku terhadap diri sendiri.
Perlahan ku menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. “Aku siap.” Kataku dengan penuh keyakinan.
Kemudia saya ambil tas di atas meja belajar, mencium poster luna maya di belakang pintu kamarku, lalu turun sarapan di meja makan.
“Sini cepat makan.” Kata ibuku sambil menyiapkan makanan, sedangkan ayahku sudah duduk, dan terlihat sedang sibuk dengan hpnya sambil meminum kopi hangat dihadapannya.
Saya adalah anak tunggal, jadi ruang makan dipagi hari adalah tempat favoritku, karena merupakan satu-satunya tempat yang ramai di rumah kami.
“Kamu cepat makan, setelah itu biar ayah yang antar, kamu gak usah pake mobil dulu hari ini.” Ucapnya sambil menatapku.
“Kenapa??” Tanyaku.
“Kamu tidak ingat, 3 hari yang lalu kamu tabrak mobil orang??”
“Siapa suruh itu orang parkir mobilnya sembarangan.”
“Orang itu parkir mobil di halaman rumahnya sendiri, kamu yang tabrak sembarangan. Untung dia cuman minta sedikit ganti rugi.” Balasnya.
“Hehe iya iya.” Kata ku tersenyum, sambil memakan roti.
Setelah sarapan, ayah mengantar ku ke sekolah.
Beberapa menit kemudian kami sampai di gerbang sekolah, saya mencium tangan ayah, pamit dan kemudian keluar dari mobil.
Terlihat begitu ramai meskipun bell masuk akan berbunyi 15 menit lagi, beberapa anak sekolah ada yang berjalan masuk ke halaman sekolah, ada yang menaiki mobil, ada yang naik motor, tapi tidak ada yang menaiki naga seperti di televisi.
Agak menyebalkan sebenarnya, karena ini merupakan tahun terakhir ku di sekolah, meninggalkan masa-masa yang paling menyenangkan dalam hidup, karena itulah saya memutuskan akan mengungkapkan perasaanku hari ini kepada Rini.
Saya berjalan memasuki sekolah, dan kemudian segera masuk kelas untuk melihat Rini.
Sesampainya di ruang kelas, terlihat bebearapa orang sudah duduk di tempatnya masing-masing, Rini seperti biasa, dia terlihat duduk dibelakang.
Berbeda dari kebanyakan cewek-cewek pintar yang selalu ingin duduk didepan, seperti seolah-olah menonton konser Ariel Noah dan berteriak tidak jelas layaknya orang kesurupan anjing alay, Rini lebih suka memojokkan diri, dan duduk dibelakang.
Saya perlahan berjalan menuju tempat dudukku sendiri, dan langsung duduk pas di depan Rini.
“Selamat pagi Rini.” Ke berbalik sejenak menyapa.
“Pagi juga.” Balasnya dengan wajah murung tanpa ekspresi.
Rini tidak terlihat seperti biasanya, ada yang aneh. Biasanya dia melihat ku dengan matanya yang indah, layaknya melihat sunrise terkadang membuatku semangat, dan kemudian membalasku sambil tesenyum. Tapi, hari ini senyuman manis tak terlihat dari wajahnya yang glowing.
“Kenapa?? Kenapa senyuman manis itu mulai pudar dari wajah mu wahai calon pemilik hatiku??” Tanyaku dalam hati.
Meskipun sejak kelas satu kami sekelas, dan dia selalu duduk dibelakangku, kami tidak pernah punya waktu untuk berbincang banyak, kebanyakan hanya basa-basi anak sekolahan, seperti saling meminjam pulpen, meminjam buku, sayangnya dia belum pernah meminjamkan ku hatinya untuk ku jaga.
Seseorang datang menghampiri Rini.
“Rini?!!”
Dia adalah Ajeng, sahabat Rini dari kelas sebelah, mereka berdua sudah bersahabat sejak SMP.
Sesekali saya berbalik melihat percakapan mereka.
“Rini, kamu putus dengan Erick??” Ajeng bertanya.
“Iya.” Jawab Rini.
“Apaa? Putus?!!” Ucapku dalam hati.
Semangat ku membara mendengar berita tersebut, sejak kelas 2 Rini dan Erick memang berpacaran, namun baru kali saya mendengar mereka benar-benar putus, mungkin itu yang menyebabkan Rini murung hari ini, pikirku.
“Ini adalah kesempatan bagus untuk menyatakan perasaanku terhadap Rini.” Ucap ku dalam hati.
“Sudahlah Rini, lupakan aja dia, gak usah dipikirkan, pulang sekolah nanti kita karaoke yuk, biar kamu bisa lampiaskan.” Ajeng mencoba menghibur Rini.
Rini tersenyum melihat Ajeng.
“Nah gitu dong, senyum, biar Luna Maya iri liat kamu tersenyum.”
“Apaan sih.” Kata Rini sambil tersenyum.
Tiba-tiba terdengar bunyi bel masuk kelas.
“Oke saya masuk ke kelas dulu ya.” Ajeng beranjak ke ruang kelasnya.
“Iyaa…” Rini membalas.
Saya adalah orang paling **** dalam membaca perasaan seorang cewek, tapi dari wajahnya, Rini sudah mulai terlihat baik-baik saja, dia mulai mengangkat wajah indahnya yang sejak tadi di sembunyikan, dan mulai percaya diri.
Beberapa saat kemudian guru masuk, semua siswa-siswi duduk di tempatnya masing, dan pelajaran di mulai.
Baru satu jam pelajaran, terlihat seorang cewek dari belakang berjalan maju dan meminta izin kepada guru, dia adalah Rini.
“Wah ini bisa jadi kesempatan.” Ucapku dalam hati.
Dengan memberanikan diri, saya maju dan meminta izin di guru agar bisa ke WC.
Saya beranjak keluar dari kelas, lalu berjalan di lorong sekolah dan mencari Rini yang pergi ke WC.
Sesaat kemudian, dari jauh saya melihat Rini berbicara dengan seorang cewek dan cowok yang saling berpegangan tangan. Saya mencoba menyembunyikan diri, dan melihat dari kejauhan. Mereka terlihat seperti berdebat.
Saya mencoba memperhatikan dan sepertinya cewek tersebut adalah Ajeng, lalu cowok ganteng yang memegang erat tangan Ajeng merupakan Erick, mantan Rini.
“Wah seru nih, udah kayak acara Rumah Uya di televise.” Ucapku pelan.
Erick memang terlihat ganteng, dia juga merupakan pemain basket di sekolah, badannya yang besar atletis seperti tukang smackdown, membuat banyak cewek tertarik terhadapnya.
Terlihat Rini marah dan kesal, Ajeng terdiam, Erick mencoba menjelaskan, namun tiba-tiba Rini mengayunkan tangan kanannya dengan cepat layaknya atlit badminton, dia menampar Erick dengan keras.
Rini lalu berlari sambil menangis. Sementara itu Ajeng melepaskan genggaman tangan Erick, dan kemudian berjalan masuk ke kelasnya meninggalkan Erick sendirian.
Melihat Rini menangis, membuatku juga kesal dengan Erick. “Dasar anjing.” Ucap ku.
Saya berjalan cepat menemui Erick.
“Kenapa bro?” Katanya terheran melihatku.
“Ini untuk Rini.” Balasku. Saya lalu meninju pipi kanan Erick dengan menggunakan tangan kanan.
“Aduh sakit, itu pipi atau tiang listrik, keras amat.” Ucapku dalam hati sambil mengelus-mengelus tangan ku yang merah.
Erick terjatuh. “Woy apaan sih, datang langsung mukul.” Erick memegang pipi kanannya.
Tanpa menghiraukan perkataan Erick, saya berlari meninggalkannya dan mencari Rini.
Rini mungkin akan berlari menuju WC, karena WC merupakan tempat yang paling tepat untuk melepaskan kesedihan bagi hati yang tersakiti, pikir ku.
Saya kemudian sampai di depan WC perempuan, terdengar dari dalam Rini menangis. Saya mencoba mengetuk.
“JANGAN MASUUK!!” Teriaknya.
Tiba-tiba terdengar suara barang jatuh dari dalam. Saya kembali mengetuk, namun tak ada jawaban dari Rini.
Saya tetap tidak ingin masuk, karena ini adalah WC cewek, dan kemudian secantik apapun cewek kalau menangis ataupun marah, mereka akan terlihat seperti singa lapar, yang siap memakan apapaun dihadapannya, akan tetapi mungkin Rini sudah merasa tenang, karena suara tangisannya terhenti.
Karena penasaran, saya kembali mengetuk dengan keras, namun kembali tidak ada respon dari Rini.
Saya memutuskan untuk menunggunya keluar.
Beberapa menit berlalu, Rini tak kunjung keluar, akhirnya saya bertekad masuk dan melihat keadaan Rini di dalam.
Saya memegang gagang pintu, kemudian membuka pintu perlahan.
Tiba-tiba Rini berjalan menunduk keluar, auranya terasa berbeda, tapi saya mencoba menghiraukannya.
“Rini!!” Ucapku.
Rini diam dan tidak merespon.
“Rini?? Kamu baik-baik saja??”
Dia tidak menjawab, Rini kemudian berjalan cepat ke arah kantin.
“Rini kenapa ya, apa jangan-jangan dia sudah move on.” Kataku dalam hati.
Tanpa melihat ke dalam WC, saya lalu menutup pintunya, dan berjalan menghampiri Rini di kantin.
Rini terlihat duduk sendirian, dia tertunduk dan menyembunyikan wajahnya.
Saya kemudian memberanikan diri untuk menghampirinya.
“Rini kamu tidak apa-apa??” Ucapku sambil duduk disampingnya.
“Iya.” Jawabnya dengan suara pelan.
Terasa aneh saat duduk disampinya, rasanya bulu kuduk ku berdiri.
“Mungkin ini hanya perasaan ku saja, sepertinya Rini baik-baik saja, ini waktu yang tepat untuk menyatakan perasaanku kepada Rini.” Kata ku dalam hati.
Saya menarik napas perlahan.
“Rini, saya ingin mengatakan sesuatu.”
Dia tidak menjawab apapun, saya lalu mencoba mendekat ke sampingnya. Namun, semakin saya mendekat, rasanya semakin aneh. Rini pun juga terus menunduk dan tidak menunjukkan wajahnya.
“Rini, saya ingin menyatakan perasaanku, sebenarnya dari dulu saya suka kamu.” Ucap sambil melihatnya.
Rini tetap tidak menjawab apapun.
“Hemm….Rini, maukah kamu menjadi pacarku??”
“iya.” Rini menjawabnya pelan, sambil mengangguk.
“YEEEES!! AKHIRNYAA..” Teriakku dalam hati. Saya merasa sangat senang, akan tetapi, rasa itu ku coba sembunyikan, dan tetap terlihat sok kalem layaknya buaya berjemur di pinggir pantai.
Saya lalu mencoba menggenggam tangannya diatas meja, tapi tangan Rini terasa sangat dingin.
“Rini?? Kamu sakit tipes, atau kamu demam??” tanyaku kepadanya.
“iya.” Balasnya.
Tanpa sadar saya lalu melihat garis merah membiru melingkar dileher Rini, terlihat seperti bekas lilitan erat sebuah tali.
“AAAAKKH!!”
Tiba-tiba terdengar suara seorang cewek teriak dari arah kamar mandi. Saya berbalik sejenak.
Beberapa orang lalu berhamburan menghampiri cewek tersebut.
Sementara itu Rini menyandarkan kepalanya dipundakku, saya tersenyum gembira.
Saya kemudian perlahan berbalik mencoba kembali melihat wajah Rini.
Begitu saya melihatnya, saya kaget, shock melihat wajahnya yang mengerikan.
Rini terlihat pucat, matanya merah, darah mengalir keluar dari bola mata dan hidungnya. Hal yang paling mengerikan, dia menatapku sambil tersenyum.
Saya langsung menghindar dan terjatuh. Kepala Rini terlihat longgar dan fleksibel, lehernya patah.
“Apa yang terjadi denganmu Rini??” Kata ku pelan.
“Sekarang kamu terlihat seperti bidadari bangkit dari kubur.” Ucapku dalam hati.
Saya langsung berlari ke arah kerumunan di WC, tanpa berpikir panjang saya masuk dan betapa kagetnya saya melihat jasad Rini tergantung di dalam, wajah cantiknya bercampur darah, lehernya terlilit tali yang selalu di pakai dalam olahraga tarik tambang.
Wajah Rini terlihat persis dengan apa yang ku lihat di kantin tadi, beberapa orang lalu menurunkan jasadnya.
Saya tidak bisa berkata apa-apa. Perasaanku tercampur aduk, marah karena ada yang menyakitinya, sedih karena saya tidak bisa melindunginya dan sekarang dia telah tiada.
Kini yang bisa ku lakukan hanya diam, melihat cewek yang ku kagumi itu, sudah tak berdaya. Yang tersisa hanyalah kata-kata penyesalan.
Seminggu akhirnya berlalu, keluarga Rini sudah memakamkan jasad Rini beberapa jam setelah Rini meninggal, sahabatnya Ajeng katanya sampai sekarang stress dan mengurung diri dikamarnya.
Erick bunuh diri dengan cara yang sama dengan Rini, dia gantung diri di kamarnya, dua hari setelah jasad Rini di makamkan.
Sekolah kini di liburkan selama 15 hari untuk menenangkan suasana.
Sementara itu saya hanya bisa duduk dan berdiam diri di kamar, bersama arwah Rini yang terus mengikuti kemanapun saya pergi.
Awalnya saya takut, tapi karena saya sudah terbiasa, saya tidak peduli.
Saat saya tidur, dia selalu berbaring di sampingku, menatapku sampai pagi. Kadang saya bertanya, “Apakah setan tidak tidur??” Akan tetapi, Rini hanya selalu menjawabnya dengan tersenyum.
Bebrbagai macam saya lakukan, agar arwahnya pergi dan tenang, semua paranormal sudah ku panggil sampai Limbad pun. Namun, Rini selalu kembali dengan senyumannya, dulu senyumannya sangat manis, sekarang membuat hatiku meringis ingin dia pergi.
Saya juga pernah mencoba memutar lagu Sherina yang berjudul pergilah kau, agar dia pergi, tapi bukannya pergi, arwah Rini malah nyanyi.
Sekarang, dia hobi menggantungkan dirinya di kamarku. Entahlah, mungkin ini pelajaran, atau memang saya orang yang tidak beruntung.
“Yaa setidaknya saya punya pacar, meskipun dia makhluk gaib.” Ucapku dalam hati.
END
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
pena emas
mntap thor. aky suka novelnya. tiap bab ad aj suprisenya
2020-08-30
1
Joanne March⚘
jejak like ke 3
2020-08-21
1
SR_Muin
🙈🙈
2020-08-21
1