"Sembarangan kau mengataiku tidak perna duduk di depan kursi pengemudi. Aku nyetir pulang nanti baru tahu rasa kau!"
"Wah... Kau kedengarannya seperti seorang pengemudi ugal-ugalan. Apa kau sudah lulus tes mengemudi?"
"Kau kedengarannya masih tidak mempercayai ku."
"Memang iya. Kalau kau sangat menyukai otomotif, coba jawab pertayaanku."
"Dengan senang hati."
"Apa itu Transmisi?"
"Transmisi adalah sistem pemindah tenaga yang meneruskan putaran mesin ke poros propeler. Untuk merawat sistem transmisi, ganti oli transmisi secara teratur," jawab Tia dengan cepat.
"Kalau Alternator?"
"Alternator adalah dinamo pembangkit tenaga listrik ketika mesin mobil hidup. Alternator berfungsi mengisi muatan listrik pada aki. Namun, waspadai apabila konsol dashboard menunjukkan gambar aki menyala. Hal itu menunjukkan ada masalah pada listrik mobil dan bisa jadi disebabkan oleh alternator."
"Tidak aku sangka ia benar-benar bisa menjawabnya. Mari kita coba lagi," batin Axton. "Apa kepanjagan dari AEB?"
"Autonomous Emergency Braking (AEB)"
"Fungsinya?"
"AEB berfungsi mendeteksi kondisi jalan selama perjalanan berlangsung. Cara kerjanya adalah dengan mengaktifkan rem secara otomatis ketika pengemudi gagal menghindari bahaya di sekitar mobil. Ada pertanyaan lagi? Katakan saja. Aku pasti akan menjawab semuanya."
"Dia percaya diri sekali. Sepertinya dia memang menyukai otomotif. Jarang-jarang ada seorang wanita yang menyukai hobi seperti ini," batin Axton. "Sudah cukup. Aku sedikit percaya padamu."
"Apa? Cuman sedikit? Setelah apa yang aku katakan tadi, kau cuman sedikit percaya padaku? Dasar kau Rubah!"
"Jika ada kesempatan kau bisa menunjukan keahlianmu. Mungkin dengan begitu aku bisa mempercayai mu sepenuhnya."
"Jika ada kesempatan itu aku pasti akan membuatmu tercengang. Lihat saja nanti."
"Baiklah. Aku menunggu saat itu tiba."
Selesai makan siang mereka kembali ke perusahaan RBS. Sampai disana sekitar pukul satu siang. Baru memasuki ruang kantor direktur utama, datang seorang pria yang sepertinya salah satu staf di kantor tersebut.
"Direktur utama saya sudah menjalankan perintah anda. Saya telah mengecek rekaman cctv dan menemukan dua karyawan yang berbincang dengan pelayan anda disaat rapat sedang berlangsung." jelas pria itu. Ia juga memberitahu kalau rekaman cctv nya juga telah dikirim ke laptop Axton.
Axton melihat dengan seksama rekaman cctv tersebut. "Panggil mereka kemari. Oh, iya. Panggil juga Dona, ada yang ingin aku bicarakan dengannya."
"Baik."
Pria itu berbalik keluar dari ruangan direktur utama. Lima menit kemudian pria itu kembali dengan ketiga wanita dibelakangnya. Dua wanita yang sebelumnya mengejek Tia terlihat terdunduk begitu masuk ke ruangan Axton. Pria itu cuman mengantar ketiga wanita tersebut, setelanya ia kembali mengerjakan tugasnya.
"Kalian pasti tahu kenapa aku memanggilnya kalian kemari, bukan?" tanya Axton.
Ketiganya tidak menjawab. Dua diantaranya cuman melirik Tia sekilas, tapi Dona terlihat tidak merasa membuat masalah apapun yang menyebabkan ia ikut terpanggil.
"Memangnya apa yang menyebabkan anda memanggil kami, direktur?" tanya Dona.
"Kita bahas satu-satu. Dona, bisa kau geser sedikit dari mereka berdua?"
Tanpa membantah Dona melangkah satu langkah menjauh dari dua karyawan wanita disebelahnya. Setelah itu Axton bertanya pada Tia, apa benar dua wanita ini yang mengolok-oloknya karna memakai pakaian pelayan.
Tia menjawab sambil menebar senyum. "Iya. Mereka berdua orangnya."
"Direktur kami cuman..."
"Diam!" potong Axton saat salah satu dari wanita itu mencoba membela diri. "Aku sudah mengecek rekaman cctv. Jadi kalian tidak bisa membantah lagi. Bisa-bisanya kalian dua karyawan memberi perintah pada pelayan pribadiku. Kalian pikir dia cuman sekedar pelayan biasa?"
"Ka-kami tidak bermaksud begitu."
"Kami cuman..."
Kedua karyawan wanita itu seketika dibuat gugup dan bingung harus mencari alasan apa. Berbohong bukanlah keahlian mereka berdua.
"Kalian mengejeknya karna pakaiannya, 'kan? Ketahuilah, kenapa aku memintanya memakai pakaian seperti ini, itu cuman semata-mata agar kalian tahu bahwa dia merupakan pelayan pribadiku dan kalian tidak bisa berbuat seenaknya padanya. Kehadiran dia sama saja dengan kehadiran ku. Apa kalian paham?"
"Baik tuan direktur. Kami janji tidak akan mengulanginya lagi," kata kedua wanita itu serempak dengan kepala masih tertunduk.
"Baguslah kalau kalian cepat mengerti. Sebagai hukumannya, untuk sisa hari ini kalian harus menjadi pelayan bagi semua karyawan tanpa terkecuali."
"Apa?!" kata mereka hampir berteriak sangking kaget nya.
"Kenapa? Keberatan? Apa kalian mau potong gaji?"
Kedua karyawan wanita itu tidak berani membantah atasan mereka. "Tidak."
"Sekarang pergilah. Laksanakan hukuman kalian."
"Ba-baik," kedua wanita itu berlalu keluar dari ruangan direktur.
"Pelayan satu ini licik juga. Ia memanfaatkan kedekatannya dengan Axton untuk menindas orang lain," batin Dona sambil melirik dua karyawan wanita itu keluar sampai menghilang di pintu.
"Sekarang Dona," kata Axton membuat Dona sontak menoleh padanya.
"I-iya, direktur utama."
"Kau bilang tadi tidak tahu penyebab kenapa aku memanggil kalian."
"Em... Memangnya ada apa? Apa saya ada membuat kesalahan?" tanya Dona ragu-ragu.
"Dia bilang kau sempat menyenggolnya sewaktu keluar dari ruang rapat. Apa itu benar?"
"Apa?! Cuman karna tidak sengaja menyenggolnya saja wanita itu sampai mengaduh. Keterlaluan!" geram Dona dalam hati. "Eh... Itu... Saya tidak sengaja menyenggolnya. Saya tadi buru-buru. Kalau begitu saya minta maaf."
"Hei, Rubah. Aku tidak mempersalahkan dia. Itu mungkin memang ketidak sengajaan. Aku pikir kenapa kau memanggilnya," bisik Tia pada Axton.
"Itu tetap kesalahan karna dia tidak berhati-hati. Tapi untukmu aku hanya memberi peringatan. Aku harap hal ini tidak terjadi lagi. Kembalilah berkerja."
"Terima kasih. Saya permisi direktur," Dona berbalik keluar dari ruangan. "Lihat saja nanti pelayan rendahan. Aku pasti akan membalasmu!"
"Sekaran semuanya sudah beres. Tidak akan ada lagi yang berani mengejekmu dengan pakaian itu."
"Seharusnya kau tidak perlu melakukan ini..."
"Apa kau ingin membalas perbuatan mereka dengan caramu sendiri?" potong Axton.
"Aku belum mengatakannya. Tapi aku harap kau tidak perlu ikut campur saat mereka membalas. Mereka nanti malah berpikir aku seorang pengecut yang hanya bisa berlindung dibelakangmu. Aku tidak mau itu."
"Kenapa kau berpikir demikian? Apa mereka berniat membalasmu? Kalau begitu aku akan memberi mereka hukuman lebih berat lagi."
"Tidak. Aku malah sangat menantikan pertunjukan mereka. Sampai saat itu tiba, aku sendiri yang membalikan keadaan," seringai kecil muncul di wajah manis Tia.
"Hah... Baiklah, tapi jangan kelewatan."
"Tidaklah akan. Tapi ngomong-ngomong, apa benar yang kau katakan sebelumnya mengenai pakaian pelayan ini? Kau 'kan bisa memintaku memakai pakaian pelayan biasa," tanya Tia mengalihkan pembicaraan.
"Tidak. Aku cuman suka saja melihatmu mengenakan pakaian pelayan itu."
"Dasar kau ini. Katakan saja kau sengaja membuatku malu mengenakai pakaian ini."
"Aku sedikit terkejut. Kenapa kau reaksimu kali ini tidak seperti di restoran tadi?"
"Apa kau sungguh ingin dipukul?" lirik tajam Tia pada Axton.
"Haha... Dia benar-benar wanita yang sensitif."
.
.
.
.
.
.
ξκύαε
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
Reni Anjarwani
lanjut thor
2023-11-13
1