Tia semakin dibuat kesal oleh Axton yang malah tersenyum melihatnya yang cemberut. Entah mengapa mempermainkan gadis di depannya ini membuat Axton bersemangat. Baginya raut wajah Tia yang cemberut tampak begitu imut. Ia tidak tahan untuk terus mengganggunya. Walau sebenarnya ia sadar kalau karna gadis inilah yang membuatnya berada di rumah sakit ini.
"Siapa gerangan gadis itu? Ini pertama kalinya aku melihat tuan muda suka menggangu seorang wanita," bisik Teo pada teman disebalahnya, Mark.
"Iya, biasanya tuan muda tidak suka didekati para wanita karna merasa risih, tapi sekarang dia sendiri yang mengganggu wanita."
Kedua anak buah Axton dibuat bingung dengan sikap tuan muda mereka yang tidak biasa. Namun apalah daya mereka mempersoalkan masalah ini. Toh, orang bisa berubah dalam sekejap jika dipertemukan dengan orang yang tepat. Selesai pertengkaran kecil Tia dan Axton, mereka keluar dari rumah sakit tersebut. Axton tidak terlalu suka berlama-lama berada di rumah sakit. Ia memutuskan kembali ke hotel malam itu juga. Mark mengantar Axton dan Tia ke hotel tempat dimana mereka menginap, sedangkan Teo pergi ke taman untuk mengambil koper Tia yang ketinggalan disana. Sampai di hotel, Tia mendorong kursi roda Axton menuju kamar 305 di lantai tiga.
"Kau tinggal di hotel?" tanya Tia begitu mendorong kursi roda Axton masuk ke kamar hotel tersebut.
"Besok kita baru kembali ke kediaman Robinson di kota X," jelas Axton disela-sela Mark memapanya naik ke tempat tidur, lalu Mark berlalu pergi keluar dari kamar tersebut.
"Sudah aku duga ternyata kau bukan berasal dari kota ini. Aku tidak pernah melihat wajahmu sebelumnya," Tia mendekatkan wajahnya untuk meneliti wajah Axton.
Axton seketika memalingkan muka karna wajah Tia terlalu dekat. "Ehm! Memangnya kau mengenali wajah setiap orang di kota ini?"
"Bukan begitu," Tia menegakan tubuhnya lalu menyilangkan kedua tangannya di dada. "Bisa dibilang aku pernah bertemu dengan hampir semua tuan muda di kota ini kecuali kau. Dilihat dari penampilan mu, aku sudah bisa menebak kalau kau itu berasal dari keluarga terpandang, 'kan?"
"Iya, keluargaku cukup terkenal di kota X. Kami memasuki jajaran lima keluarga teratas," ujar Axton sedikit sombong. "Tapi bisa bertemu dengan hampir semua tuan muda dari keluarga kaya di kota ini, identitas gadis ini pasti tidak biasa. Lantas kenapa dia ada di taman sendirian dengan sebuah koper disebelahnya? Apa dia kabur dari rumah?"
"Ngomong-ngomong, aku tidur dimana?" tanya Tia membuat Axton tersadar.
Tanpa dosa Axson melemparkan satu bantal ke arah Tia. "Kau tidur di sofa sebelah sana."
"Apa kau tidak memesankan aku kamar yang lain? Yang benar saja aku harus tidur satu kamar denganmu," protes Tia.
"Itu untuk mencegahmu melarikan diri. Lagian kita cuman tidur satu kamar, bukan satu ranjang."
"Kau tahu, kau itu sungguh menjengkelkan!"
Sambil mendengus kesal Tia menghampiri sofa kemudian membaringkan tubuhnya disana. Untuk malam ini saja dia mencoba menahan diri agar tidak menonjok wajah Axton, walau ia sangat ingin melakukannya. Tak berapa lama Tia pun tertidur.
...$ $ $ $...
Esok paginya Axton bangun lebih awal dari Tia. Dengan hati-hati ia turun dari tempat tidur menghampiri kursi rodanya. Karna cuman kaki kirinya yang cedera, itu tidak terlalu membuat Axton kesusahan. Ia menjalankan kursi rodanya menuju kamar mandi hanya untuk mencuci mukanya dan gosok gigi. Keluar dari kamar mandi, Axton melirik Tia yang masih tertidur pulas di sofa. Ia lantas menghampirinya.
"Apa dia masih tidur?" Axton mencolek pipi Tia menggunakan telunjuknya. "Hihi... Dia manis juga selagi tidur begini. Aku masih sempat tidak percaya kalau gadis ini adalah orang yang sama yang membantingku semalam."
Tiba-tiba Tia membuka matanya. Axton dibuat terkejut saat mata biru aqua itu menatapnya. Ia sampai terdiam untuk beberapa saat.
"Em... Kau sudah bangun rupanya," tanya Axton untuk menghilangkan rasa canggungnya.
"Tampan sekali," ujar Tia seketika membuat Axton bingung.
"Hah? Apa dia masih belum sadar?" batin Axton. "Aw!" peliknya saat Tia mencubit pipinya.
"Hehe... Sejak pertama kali bertemu, aku ingin sekali melakukan itu," Tia memejamkan matanya dan kembali melanjutkan tidurnya.
"Gadis ini memiliki kebiasaan aneh," Axton memegangi pipinya yang sakit sambil menahan kesal.
Muncul ide jahil dalam kepala Axton. Ia memundurkan kursi rodanya lalu menarik selimut Tia sekuat tenaga. Hal hasil Tia berakhir jatuh dari sofa.
"AHH! Aduh... Sakit," rintih Tia sambil berusaha menurunkan selimut yang menutupi wajah serta tubuhnya. Ia melirik tajam pada Axton. "Apa masalah mu?!"
"Sudah pagi. Setelah sarapan kita akan berangkat ke kota X. Kau tidur seperti babi gemuk."
"Apa katamu?! Sembarangan kau mengatakan aku babi gemuk! Kau itu yang babi gemuk!" bentak Tia sudah dibuat kesal pagi-pagi.
"Berhentilah berteriak. Cepat bawa aku turun ke restoran."
"Hm! Kau bisa memanggil layanan kamar. Kenapa aku harus repot-repot membawamu ke restoran?"
"Jika begitu kau tidak ada kerjaan. Ingat, mulai sekarang kau adalah pelayan pribadiku. Kau harus mengikuti setiap perintahku tanpa terkecuali, mengerti?" tengas Axton diakhir kalimat.
"Ee...! Pria ini...! Sabar Tia. Kau cukup mendorongnya ke akhirat. Tidak, tidak. Aku bisa dipenjara karna membunuh orang."
Tia bangkit berdiri. Ia pergi ke kamar mandi terlebih dahulu untuk merapikan penampilannya, barulah ia mendorong kursi roda Axton turun menuju restoran hotel yang ada di lantai dasar. Setelah sarapan mereka kembali ke kamar. Membantu membereskan semua barang-barang Axton, sebelum kemudian dibawa oleh dua anak buah Axton menuju mobil. Mereka check out dari hotel tersebut sekitar pukul 08.36. Perjalanan mereka menuju kota X terbilang cukup jauh. Diperlukan waktu setidaknya 5 jam perjalanan untuk tiba disana, itupun tidak termasuk jika mereka berhenti untuk makan siang.
"Perna ke kota X sebelumnya?" tanya Axton memecah kesunyian dalam mobil tersebut.
Tia yang sendari tadi memperhatikan pemandangan diluar sana dibuat menoleh pada Axton. "Perna sekali, sewaktu aku kecil. Hah... Itu sudah sangat lama. Aku tidak terlalu ingat dengan kota itu."
"Biar kau ingat pun, aku rasa kau tidak akan mengenalimya lagi. Kota itu sudah berkembang pesat beberapa tahun terakhir ini."
"Aku rasa kau benar."
Suasana di dalam mobil kembali sunyi. Karna perjalanan masih terbilang jauh, Tia malah tertidur bersandar pada Axton. Axton membiarkannya. Ia lebih fokus pada layar laptop yang ada dipakuamnya, namun tak lama. Ia juga malah ikut tertidur. Axton baru terbangun saat mobil telah memasuki kawasan kota X. Seperti kota pada umumnya, gedung-gedung pencakar langit tampak menjulang tinggi memantulkan cahaya dari jendela-jendela kacanya. Kepadatan kendaraan pribadi terbilang cukup minim di kota ini. Kebanyakan masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi umum seperti bus atau kereta cepat.
.
.
.
.
.
.
ξκύαε
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
Retno Palupi
semoga betah
2024-04-09
1