"Bukankah ini pelayan yang besama direktur tadi? Apa yang kau lakukan disini adik kecil?" ujar salah satu wanita berambut hitam bergelombang dengan nada ejekan.
"Kostummu lucu juga. Apa kau mau ke peragaan busana? Kau salah alamat," sambung wanita lain ikut mengejek.
Tia menatap kesal pada kedua wanita itu. "Kalian berdua mencari masalah dengan orang yang salah. Sebaiknya kalian berdua pergi!"
"Tch! Jangan belagak sombong. Kau itu cuman sekedar pelayan. Jadi bertingkalah layaknya seorang pelayan. Cepat buatkan aku secangkir kopi!"
"Haha... Kau memerintahku?" Tia berdiri lalu mendekatkan wajahnya di telinga wanita itu. "Sebaiknya kalian berpikirlah dua kali. Aku cuman mengikuti perintah dari... Ax... Aah, siapa lah namanya. Jadi kalian tak berhak memerintahku, mengerti?"
Wanita itu sontak mundur menjauh. "Kau itu cuman sekedar pelayan biasa. Itu memang sudah tugasmu."
"Baik. Tapi sebelum itu aku ingin tahu apa pendapat Rubah nanti jika ia tahu kalau kalian dengan lancangnya memerintah aku."
Ting.
Satu pesan masuk ke hp Tia. Ia lantas memeriksanya. Pesan itu berasal dari Axton yang mengatakan kalau rapatnya sudah selesai.
"Sudah dulu ya. Aku harus pergi."
Tia pergi meninggalkan dua wanita yang terlihat kesal. Dengan berusaha tetap sabar Tia melangkahkan kakinya memasuki ruang rapat sebelumnya. Saat dipintu ia berpapasan dengan seketaris Axton sempat menyenggolnya pula.
"Ada apa dengan semua orang di perusahaan ini? Apa mereka tidak perna mendapatkan pelajaran sopan santun?" batin Tia sambil melirik sekilas wanita itu.
"Kerja bagus Axton. Ayah bangga padamu. Semoga kau cepat sembuh," Tn. Robinson berdiri dan berlalu keluar dari ruang rapat saat melihat Tia datang menghampiri.
"Kenapa wajahmu cemberut begitu?" tanya Axton setelah tinggal mereka bersua saja dalam ruang rapat tersebut.
"Tidak apa-apa. Ini cuman karna pakaian pelayan ini. Orang-orang di perusahaan ini malah mengolok-olokku."
"Siapa yang berani mengolok-olok mu? Beritahu aku."
"Aku juga tidak tahu mereka. Bahkan seketarismu tadi juga sempat menyenggolku. Ada masalah apa pegawai di perusahaan ini. Aku masih memandang dirimu saja, kalau tidak aku sudah menonjok mereka semua!"
"Untunglah kau tidak melakukan itu dan lebih memilih memberitahuku lebih dulu," batin Axton. "Tidak perlu marah. Biar aku yang mengurus mereka. Lebih baik kita pergi makan siang."
"Makan siang?" Tia melirik jam tangannya. "Ini masih baru jam 11.05. Apa kau yakin ingin makan siang sekarang?"
"Kita makan di restoran Asia. Jaraknya cukup jauh dari perusahaan. Aku sudah menghubungi Teo untuk menunggu kita dibawah."
"Kenapa harus pergi ke restoran? Kenapa tidak makan di kantin perusahaan saja?"
"Sesekali tidak apa, 'kan?"
"Terserah kau saja."
Tia mengajak Axton turun ke lantai dasar. Diluar sebuah mobil hitam telah menunggu mereka. Seorang penjaga sebelumnya membantu Axton naik ke mobil. Sabuk pengaman sudah dipasang barulah Teo menancap gas mobil tersebut meninggalkan halaman perusahaan. Mobil melaju tenang di jalan raya. Tidak ada percakapan diantara mereka. Tia terlalu sibuk memperhatikan suasana kota diluar sana, sementara Axton malah sibuk memperhatikan Tia. Hampir 30 menit kemudian mobil akhirnya berhenti di sebuah restoran. Mereka turun dari mobil lalu masuk ke restoran tesebut. Sejumlah pelayan menyambut mereka dengan ramah. Para pegawai restoran tersebut seperti telah mengenal Axton. Ini terlihat dari mereka yang langsung menuntun Axton dan Tia menuju lantai tiga, tempat dimana ruang khusus berada. Sebuah ruangan yang cukup luas. Terdapat meja bundar dengan delapan kursi. Yang menarik di restoran ini adalah pemandangan yang disuguhkan diluar jendela kaca berukuran besar.
"Pemandangan dipinggiran kota tak kalah cantiknya dengan apa yang ada di dalam kota. Aku benar-benar tidak akam bosan disini," gumang Tia sambil memperatikankeluar jendela. Tiba-tiba matanya tertuju pada trek balapan yang berada lumayan jauh dari restoran tersebut. "Itu pasti tempat dimana area balapan tahunan digelar. Aku sudah tidak sabar ingin mencoba jalur balapan disana. Pasti menyenangkan."
"Hei, Kelinci. Sudah puas belum melihat keluar sana? Sekarang kau mau pesan apa? Semangkuk salad wortel?" tanya Axton yang sedang melihat daftar menu yang ada di layar tap yang tersedia.
"Iya. Aku mau itu," jawab Tia sambil menoleh.
Axton sedikit terkejut. Padahal ia cuman bercanda menawarkan salad wortel karna Tia dipanggil kelinci. Tapi siapa menduga kalau Tia memang menyukainya.
"Serius kau mau salad wortel?" tanya Axton memastikan.
"Kenapa? Aku memang suka wortel," Tia berjalan mendekati Axton lalu mengambil tempat duduk disebelahnya.
"Ternyata tidak salah aku memanggilmu kelinci. Makanan kesukaanmu saja sama dengan hewan lucu satu ini."
"Itu hanya kebetulan!" Tia mengembungkan pipinya tanda tidak senang.
"Haha... Sebaiknya aku meminta pengurus Zack menyiapkan stok wortel di rumah untukmu."
Axton kembali mengejel Tia sambil mencubit pipi Tia dengan gemas. Namun yang tidak disangka adalah Tia tiba-tiba menggigit jari Axton.
"Aw! Kenapa kau menggigitku? Kelinci itu tidak menggigit tahu."
"Siapa bilang?! Jika kau berani mencubit pipiku lagi, aku tidak hanya akan menggigitmu tapi akan memakanmu."
Layaknya seekor kelinci yang marah, Tia balik membalas perbuatan Axton. Tia seperti seorang anak kecil. Axton cukup kewalahan namun ia masih terus mengusili Tia. Tanpa sadar seorang pelayan datang sambil membawa meja dorong dengan pesanan mereka di atasnya. Pelayan itu dibuat terkejut melihat Tia dan Axton. Sepertinya ia datang di waktu yang tidak tepat. Mau mundur tak bisa karna ia sudah terlanjur bicara.
"Eh... Maaf, saya datang mengantarkan pesanan anda."
"Ehm, iya. Letakan saja di meja," ujar Axton seketika bersikap berwibawa.
Tia juga melakukan hal yang sama. Ia kembali ke tempat duduknya dan bersikap seola-olah tidak terjadi apa-apa. Pelayan itu segera menyajikan makanan yang mereka pesan di atas meja, setelanya ia barlalu pergi. Tia dan Axton mulai mencicipi hidangan yang telah tersaji. Tidak disangka ternyata Tia tidak bohong menyukai salad wortel itu. Buktinya Tia memakannya dengan lahap. Axton tanpa sadar tersenyum saat melirik Tia yang begitu menikmati makanannya.
"Ngomong-ngomong, kalau boleh tahu. Perusahaan RBS bergerak di bidang apa?" tanya Tia memecah keheningan.
"Otomotif. Kami merancang dan membuat mobil," jelas Axton.
"Sungguh? Pantas saja aku seperti perna mendengarnya. Tapi mobil yang kalian buat bukan tipe sport, ya?"
"Dulu perna ada satu rancangan mobil tipe ini, tapi tidak terlalu diminati karna bagi pencinta mobil sport mobil itu tidak cukup cepat."
"Ah, mungkin dari mesinmya."
"Mesin? Kau ini seolah-olah tahu saja seluk-beluk otomotif."
"Aku lebih dari tahu. Otomotif sebenarnya adalah hidupku."
"Aku kira kau bahkan tidak perna duduk di depan kursi pengemudi."
.
.
.
.
.
.
ξκύαε
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
Retno Palupi
ayo tia bantu axton
2024-04-10
1