"Tidak perlu mencari alasan untuk membela diri lagi. Sebenarnya tidak sulit menebak seseorang berbohong atau tidak. Pertama pandangan mata seorang pembohong tidaklah diam. Ia terus melirik kesana kemari untuk memikirkan alasan. Dan kedua, cara bicaranya seketika berubah gugup, apalagi semakin dibuat tersudut," tambah Tia.
Sambil melirik kesal pada Tia, Fei beranjak pergi keluar dari kamar tersebut. "Lihat saja nanti. Aku pasti akan membalasmu!"
"Tch, mau melawanku? Kau masih terlalu dini," Tia tersenyum puas melihat Fei mendapat hukuman.
"Jangan senang dulu. Kau pikir dengan membuktikan dirimu tidak bersalah, kau tidak akan mendapat hukuman?"
"Apa maksudmu? Kenapa aku harus dihukum? Apa salahku?"
"Salahmu adalah membiarkan pelayan lain mengerjakan tugasmu. Seharusnya kau menolak jika ada yang berinisiatif sendiri menggantikan mu. Setiap pelayan di rumah ini memiliki tugas masing-masing," jelas pengurus Zack.
"Ayoklah, ini kesalahan pertamaku. Tidakkah aku mendapat teguran terlebih dahulu. Aku janji tidak mengulanginya lagi."
"Baiklah. Tapi ingat kau tidak akan mengulanginya lagi," kata Axton.
"Iya, iya. Aku janji," Tia mengangkat jaring kelingkingnya sebagai simbol janjinya.
"Pengurus Zack, apa seragam yang aku minta sudah ada?"
"Iya tuan muda. Saya akan mengambilnya," pengurus Zack berlalu pergi mengambil seragam yang dimaksud.
"Seragam apa?" tanya Tia pada Axton.
"Seragam pelayan untukmu."
Tak berapa lama pengurus Zack kembali dengan seragam pelayan yang masih terbungkus plastik transparan di tangannya. Ia menyerahkan seragam tersebut pada Axton, lalu Axton memberikannya pada Tia.
"Cobalah," pinta Axton dengan lembut.
Tia berbalik pergi meminjam kamar mandi Axton untuk ia gunakan mengganti bajunya. Lebih dari lima menit Tia tidak kunjung keluar juga.
"Kelinci! Apa yang kau lakukan di dalam sana? Cuman mengganti baju saja tidak mungkin selama ini!" teriak Axton sambil menggedur pintu.
"Tidak! Aku tidak mau keluar dengan pakaian ini!" balas Tia berteriak dari dalam.
"Cepat keluar atau aku dobrak pintunya!" ancam Axton.
"Hehe... Memangnya kau bisa?"
"Ooh... Aku memang tidak bisa tapi aku dapat meminta pengurus Zack yang melakukannya. Pengurus Zack, dobrak pintunya!"
"Baik, tuan muda."
"Eh, tunggu, tunggu. Aku keluar."
Tia membuka pintu kamar mandi. Ia melangkah keluar dengan raut wajah malu. Pakaian pelayan hitam putih dengan hiasan kepala berenda dan sepatu hitam. Tia lebih mirip cosplayer anime dari pada pelayan rumah modern. Axton sebenarnya sengaja meminta pakaian pelayan seperti itu untuk mengerjai Tia, tapi ia malah terpesona dengan penampilan Tia dalam balutan pakaian pelayan itu. Cukup lama ia tertegu menatap Tia. Pakaian yang ketat dengan rok mengembang, rambut terurai panjang menutupi punggungnya, kulit putih bersih dan wajah yang manis membuat Tia tampak seperti boneka yang imut dimata Axton.
"Kau puas sekarang?" kata Tia membuat Axton tersadar.
"Pakaian itu sangat cocok untukmu."
"Cocok matamu! Kenapa pakaianku berbeda dari pelayan lain yang cuman kemeja putih dan rok hitam selutut? Pakaianku malah lebih mirip seperti kostum pelayan istana abad pertengahan," protes Tia tidak terima dengan pakaian pelayannya.
"Haha.... Wajah imutnya hilang seketika karna sifatnya," tawa kecil Axton dalam hati ketika melihat tingkah Tia.
"Apa yang kau tertawakan? Kau pasti mengejekku!"
"Hihi..." Axton tak bisa menahan tawanya lagi. "Raut wajah cemberutmu semakin cocok dengan pakaianmu itu. Kau benar-benar imut."
Dalam sekejap wajah Tia berubah merah sangking malunya. Ia melipat kedua tangannya di dada sambil mendegus kesal untuk menyembunyikan ekspresi malu tersebut. Tapi disisi lain pengurus Zack dibuat tak menyangka tuan mudanya dapat tertawa begitu lepas. Telah bertahun-tahun ia mengabdi pada Axton, ini pertama kalinya ia melihat Axton benar-benar menunjukan emosi tersebut. Tak mengherankan karna Axton memang dikenal sebagai pria yang berwajah serius. Paling senyum yang sering terlihat hanyalah senyum tipis dan terpaksa.
"Siapakah gerangan gadis ini sampai bisa membuat tuan muda benar-benar tertawa?" pikir pengurus Zack.
"Sudah. Ayok bawa aku turun," pinta Axton dengan lembut pada Tia dan masih tersenyum.
Tia hanya membalas senyum kecil lalu mendorong kursi roda Axton turun ke bawah menuju ruang makan. Sampai disana sejumlah sarapan telah tersaji di meja makan. Tia sedikit membantu menyajikan makanan tersebut dihadapan Axton dan juga membantu menuangkan segelas air putih untuknya. Setelah itu Tia hanya berdiri disebelah Axton sambil menunggunya selesai makan.
"Duduklah," kata Axton kemudian.
"Apa?"
"Aku memintaku duduk dan sarapan lah bersamaku."
"Kenapa aku harus makan bersamamu? Bukankah seorang pelayan makan setelah majikannya selesai?"
"Sudah berapa kali aku bilang, kau bukan pelayan rumah ini tapi melainkan pelayan pribadiku. Jadi kau akan ikut bersamaku kemanapun aku pergi. Aku tidak sudi harus menunggumu selesai sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke kantor. Tapi jika kau tidak mau juga tidak apa-apa. Jangan salahkan aku jika kau kelaparan siang nanti."
"Hah... Baiklah, baiklah."
Tia menarik kursi disebelah Axton lalu ikut sarapan bersamanya. Melihat setiap gerakan Tia menyuapkan makanan ke dalam mulutnya menjadi daya tarik tersendiri bagi Axton. Cara duduknya yang tengak, bagaimana ia memegang garpu dan pisaunya atau menggunakan serbet untuk menyekat mulutnya, semua itu dilakukan dengan gerakan yang anggun dan elegan. Selesai sarapan Axton minum obat yang telah diresepkan dokter untuk mempercepat penyembuhan kakinya. Tia cukup terkejut dengan jumlah obat yang harus Axton minum. Ada lima jenis obat berbeda yang entah apa saja kegunaan semua obat itu. Jam 07.00 mereka siap berangkat ke kantor. Tia membantu mendorong kursi roda Axton menuju mobil namun baru sampai di pintu depan, tiba-tiba seorang wanita menerobos masuk. Dia adalah Vilda Robinson, ibu Axton.
"Axton, ibu mendapat kabar kalau kau diserang orang misterius di kota Y. Ibu datang secepatnya untuk menjengukmu. Astaga, apa yang terjadi dengan kakimu?" ujar Vilda kaget melihat keadaan putranya.
"Bukan masalah serius. Ibu tidak perlu khawatir."
"Bagaimana bisa aku tidak khawatir padamu? Lihat keadaanmu saat ini. Kau bahkan harus menggunakan kursi roda. Huhu... Sungguh malang nasip putraku. Datang ke kota tentangan karna tuntutan pekerjaan malah pulang dalam kondisi terluka."
"Ibu, sudahlah. Kau membuatku malu."
"Hihi... Melihat Ny. Robinson seperti ini mengingatkanku pada mama," pikir Tia.
"Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana bisa kau diserang seseorang? Dimana orang-orang yang mendapingimu? Panggil mereka kemari!" raut wajah yang tadinya penuh kasihan dalam sekejap berubah tegas.
"Ibu, masalah ini sudah teratasi. Tidak perlu menghukum orang-orang ku."
"Baiklah," mata Vilda tiba-tiba tertuju pada Tia. Ia baru sadar kalau ada pelayan baru di belakang Axton. "Siapa pelayan di belakangmu ini? Aku baru pertama kali melihat dia."
.
.
.
.
.
.
ξκύαε
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
Rosmaliza Malik
calon mantu mu nyonya...
2024-02-05
0