“Wah, ini rumahnya Bu Sarah. Udah kayak tahanan aja nggak bisa lihat sekitar. Pantes Bu Sarah agak cuek, jarang sosialisasi kayaknya,” ujar Arya ketika tiba di kediaman Sarah.
Arya pun menghampiri pos penjaga rumah yang berdiri megah di hadapannya. Setelah mengatakan kalau dia bernama Arya dan diminta Sarah untuk menjemput, tentu saja diterima dengan baik karena Sarah sudah menyampaikan akan ada bawahannya yang datang menjemput. Diantar oleh seorang asisten rumah tangga menuju kamar wanita itu.
“Ini kamar Bu Sarah, Mas.”
“Terus saya masuk aja gitu?” tanya Arya heran.
“Iya mas, sebelumnya Pak Edric juga biasa langsung ke kamar Bu Sarah.”
“Pak Edric sama Bu Sarah masih sepupuan, lah gue saudara dari nabi Adam.”
Arya mengetuk pintu kamar Sarah, tidak ada jawaban. Diketuk lagi dan masih sama. Perlahan ia menekan handle pintu, mengamati kamar Sarah yang begitu luas dan elegan.
“Mana bisa dia dengar ketukan pintu, luasnya kayak gini. Dia teriak-teriak juga dari luar nggak akan ada yang dengar.” Tidak ada Sarah di ranjangnya, balkon juga toilet.
“Bu Sarah,” panggil Arya dengan nada agak tinggi seperti memanggil tukang sayur.
“Di sini.”
Arya menuju asal suara, ternyata berada di walk in closet.
“Bu, saya boleh masuk nih? Nanti dapat pemandangan gunung kembar lagi.”
“Ck, otak kamu itu memang mesum. Cepat masuk!”
Arya menduga Sarah sedang berganti pakaian atau masih menggunakan handuk, ternyata wanita itu sudah menggunakan setelan kerja meskipun belum menata rambut dan make up. Berdiri di atas kursi meraih sesuatu di atas salah satu lemari.
“Mau ngambil apa sih bu?”
Arya berinisiatif mengambilkan barang yang Sarah inginkan. Ternyata sebuah koper kecil.
“Bawa ke luar kamu buka isinya dan cari foto atau apapun yang bisa dijadikan bukti.”
Lima belas menit kemudian Sarah sudah penampilan ordinarynya, menghampiri Arya yang duduk di sofa kamar.
“Gimana, udah dapat?”
“Bu, sepertinya ini rahasia keluarga Ibu.”
“Memang, tapi bukan rahasia lagi. Kamu bisa cari di google dengan keyword RYAN SIMON, pasti lebih banyak artikel tentang dia dengan para wanita. Aku butuh ini untuk melindungi diriku Ar.”
Sarah memilih beberapa foto pernikahan Ryan dengan seorang wanita, juga copyan akta kelahiran dan kartu keluarga.
“Kamu sudah tahu bobroknya keluargaku.”
Arya hanya menghela nafasnya, setiap orang memang punya masalah masing-masing. Bahkan apa yang tampak dari luar kadang tidak terkira. Bisa jadi orang memandang Sarah hidup enak dengan segala kemewahannya. Ternyata tidak dan Arya baru tahu akan hal itu. Bukan hanya pengalaman dikhianati, tapi kondisi keluarga yang tidak harmonis.
“Ini kembalikan ke tempat tadi!”
“Bu Sarah mau menuntut orang tua atau gimana sih?”
“Papa, pasti akan macam-macam. Memaksaku menikah dengan pilihannya atau ….” Sarah menatap Arya. “Pokoknya ini bisa aku gunakan ketika dia mengancamku. Ayo,” ajak Sarah.
Arya bergegas kembali ke walk in closet meletakan barang milik Sarah lalu mengekor langkah wanita itu keluar dari kamarnya.
“Kita sarapan di luar.”
“Kenapa nggak di sini aja bu.”
“Judulnya bukan sarapan, tapi berdebat bahkan bisa jadi ribut. Ayo, jangan banyak tanya.”
***
“Ada keributan apa di rumah?” tanya Edric tanpa permisi, padahal Melan baru akan membacakan jadwal Sarah.
“Biasa saja,” sahut Sarah fokus pada layar komputer yang baru saja dihidupkan, tidak menyimak Melan dan Edric saling tatap penuh arti.
“Maksud kamu biasa ribut?” Edric sudah duduk di depan meja Sarah.
“Hm. Kamu urus ini dong!” titah Sarah menyerahkan dua pengajuan kerjasama yang diajukan dua teman lamanya.
“Kayak gini kok langsung ke kamu sih, biasakan pakai prosedur.”
“Justru kalau lewat prosedur, pasti di approve. Makanya langsung lewat aku, kamu cek saja. Arya saja langsung paham kalau dua proposal ini tidak akan memberikan benefit. Ada mafia project di perusahaan, aku tugaskan kamu atasi masalah ini. Sudah ada bukti segera pecat orang itu.”
Arya bergabung membawa baki berisi secangkir cappucino hangat dan diletakan di meja Sarah.
“Kamu merangkap jadi OB?” tanya Edric.
“Tergantung kebutuhan Pak, demi Bu Sarah apa sih yang nggak. Ada lagi yang bisa hamba lakukan untuk tuan putri?”
Edric terbahak melihat akting Arya bahkan sampai membungkukan badannya seperti hamba sahaya. Melan tersenyum malu-malu, khawatir kena marah Ibu Sarah.
“Udah ketagihan kopi racikan Arya, hati-hati peletnya nanti kamu terArya-arya," ejek Edric.
“Nggak usah dipelet juga bentar-bentar teriakin nama saya terus,” ujar Arya.
“Keluar kalian, Melan bacakan jadwalku hari ini !” Edric keluar dari ruangan diikuti oleh Arya yang sudah mendapatkan arahan apa yang harus dilakukan.
Menjelang waktu istirahat.
“Sarah ada?” tanya Edric pada Melan.
“Ada Pak, tapi sudah mau jalan. sepertinya makan siang di luar.”
“Hm.”
Edric dan Sarah berpapasan di pintu.
“Jangan pergi dulu!”
Sarah paham, pasti ada hal penting dan bisa saja darurat kalau Edric sampai melarang dia pergi. Bahkan wajah pria itu terlihat tegang.
“Aku sudah dapatkan kandidat yang kamu maksud, tapi belum ada bukti kuat dan konyolnya orang itu sedang menghasut dan mencari masa untuk memprotes kamu.”
“Dengan alasan?”
“Masalah pemberitaanmu dengan Arya. Sekarang mereka ada di aula.”
“Siapa dia?”
“Jeny. Ibunya pemegang saham, walaupun minoritas dan sedang menghasut yang lain agar segera mengadakan rapat luar biasa untuk menurunkan kamu dari jabatan direktur.”
Sarah tertawa mendengar apa yang disampaikan Edric. Jelas-jelas, dirinya memiliki saham terbesar kedua setelah Ryan Simon lalu dia akan dilengserkan oleh orang tidak jelas yang suaranya bahkan tidak akan didengar.
“Ibunya Jeni apa ada hubungan dengan Papaku?”
Edric terdiam, Sarah melemparkan bantal sofa ke arah pria itu.
“Kenapa kamu diamkan masalah sampai seperti ini? kenapa bisa aku tidak tahu?”
“Sarah, Papamu tidak akan menyerahkan perusahaan pada perempuan itu. Dia bisa apa?”
“Aku tahu, tapi kuman harus dibasmi sejak awal jangan sampai berubah menjadi penyakit.”
Sarah memijat dahinya pelan.
“Apa yang akan kamu jelaskan tentang Arya? Apa kalian ada kesepakatan lain?”
Terdengar ketukan pintu, ternyata yang dibicarakan datang.
“Jadi makan siang Bu?” tanya Arya.
“Arya, kemarilah!” titah Edric. “Jadi?” tanya pria itu ketika Arya sudah duduk di hadapannya, lalu menatap bergantian Arya dan Sarah.
“Ini ada apa ya?” Arya heran karena seperti tersangka di persidangan dengan tatapan Sarah dan Edric.
“Arya, kamu sudah punya kekasih?” tanya Sarah pada pria yang sedang menatapnya.
Arya menatap Edric dan Sarah bergantian, kedua orang itu seakan menunggu apa jawaban darinya. Sebenarnya ada masalah apa sampai mereka berwajah tegang begini.
“Sebenarnya tidak ada Bu, tapi kalau Ibu maksa saya jadi kekasih Ibu ya gak akan nolak.”
Edric tertawa. “Sar, aku suka gayanya. To the point, bahkan tidak ada takut dan ragunya sama kamu.”
“Aku hanya tanya kamu pacar atau tidak, bukan mau paksa kamu jadi ….”
“Eh, tidak boleh kekerasan dalam lingkungan kerja nanti kebiasaan jadi kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Arya saat Sarah akan memukulkan bantal sofa ke arahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Fenty Dhani
aku suka gayamu Arya😍👍
2024-02-20
0
Fifid Dwi Ariyani
trussabar
2024-02-05
0
we
Arya seru ya ...🤗
2024-01-21
0