Sarah bergegas membuka pintu karena suara bel yang tidak berhenti. Sempat berteriak kesal ternyata Arya yang berdiri di depan pintu unitnya.
“Kamu amnesia atau gimana sih, aku sudah kasih tahu passcode untuk buka pintu.”
“Pagi, Bu Sarah,” sapa Arya mengabaikan ocehan atasannya yang sudah memasang wajah tidak bersahabat.
Bahkan tanpa rasa bersalah, Arya melangkah masuk dan duduk nyaman di sofa. “Saya sengaja pencet bel, takutnya ibu masih tidur. Kalau saya langsung masuk lalu disuguhi penampilan ibu dengan gaun tidur bisa jadi huru hara.”
Sarah menoyor kepala Arya.
“Otak kamu saja yang mesum.”
“Ibu mau nggak dimesumin?”
“Kamu makin berani ya.”
Arya menatap Sarah yang belum siap, meski sudah mengenakan setelan kerja. Wajah wanita itu terlihat masih natural tanpa polesan make up seperti biasa. Namun, penampilan alami dari wajah Sarah disukai oleh Arya. Pria itu senang berlama menatapnya meskipun bibir Sarah masih mengoceh menasehati dirinya.
“Kamu dengar tidak? Kenapa malam senyam senyum nggak jelas?”
“Dengarlah Bu, tapi otak saya sedang tidak sinkron. Telinga mendengar tapi pikiran melayang."
Sarah Meninggalkan Arya ke kamar untuk bersiap. Tidak sampai sepuluh menit, wanita itu sudah kembali dengan penampilan elegan dan ordinary seperti biasa.
“Ayo,” ajak Sarah sambil melempar kunci mobilnya.
“Semalam gimana Bu, nggak ada yang aneh ‘kan?” tanya Arya ketika mereka berada di dalam lift.
“Aneh gimana?”
“Takutnya ibu masih terpesona dengan saya. Sandiwara kita mau dilanjut nggak nih? Lebih dari adegan kemarin juga saya siap kok,” seru Arya lalu terkekeh.
Ucapan Arya menohok hati Sarah, semalam dia memang memanfaatkan Arya. Menjadikan pria itu tameng, untuk tetap sombong dan berlagak seakan semua baik-baik saja. Kenyataannya, Sarah belum bisa melupakan. Bukan tidak bisa melupakan Felix, tapi sakitnya dikhianati. Apalagi dengan background sang Papa yang terkenal player dengan istri dan wanita simpanan.
Bahkan setelah kejadian Felix dan Amira, Ryan Simon seakan tutup mata dan tidak peduli dengan masalah itu. Padahal ada hati yang tersakiti, yaitu hati putrinya. Kedua mata Sarah berembun mengingat kejadian itu.
“Mau mampir starb*cks atau saya buatkan lagi cappucino sachet yang ….” Arya menghentikan ucapannya. Terlihat di pantulan dinding lift wanita itu menunduk dan Arya tahu Sarah sedang sedih, mungkin saja sedang meneteskan air mata.
“Bu Sarah mau kita naik lagi atau lanjut?”
Sarah menghela nafasnya.
“Lanjut. Kamu pikir aku wanita labil tidak ada kerjaan harus naik turun lift tidak jelas.”
“Ya ampun, padahal barusan aja hampir nangis sekarang udah judes lagi aja.” Arya keluar dari lift lebih dulu dan berjalan mendahului Sarah.
“Arya, aku dengar,” sahut Sarah yang berjalan mengekor langkah pria itu.
***
Sampai di kantor, Arya mendapat tugas menyiapkan meeting bersama para manajer. Sedangkan Sarah dan Melan berkutat cukup lama, mengatur ulang jadwal Sarah dan hal lainnya.
“Untuk gaun yang kamu pilih kemarin, saya suka. Terima kasih ya, berkat kamu saya terlihat tidak memalukan dan tetap elegan seperti biasa.”
“Hm, tapi bukkan saya yang pilihkan Bu. Malah pilihan saya bukan gaun yang kemarin.”
“Lalu?” tanya Sarah sambil mengernyitkan dahinya.
“Arya yang pilih. Katanya gaun yang saya siapkan terlalu terbuka dan seksi, Ibu malah terlihat … yang jelas kurang pas.”
“Maksudnya terlihat murahan?”
“Bukan begitu kalimatnya, tapi ….”
“Bu Sarah,” ujar Arya memasuki ruangan. Kebiasaan pria itu, tidak salam atau kasih aba-aba. Tiba-tiba datang seperti jailangkung. “Persiapan meeting sudah siap.”
Melan merasa lega karena kehadiran Arya membuat fokus Sarah teralihkan. Keduanya membahas persiapan meeting, Sarah memastikan betul yang dikerjakan Arya sudah benar. Melan pamit keluar, Sarah masih mengutarakan apa yang harus siap.
“Bener-bener yak, nie cewek nggak ada percayanya pisan. Dibilang udah siap, ayo kalau nggak percaya Ibu cek sendiri dah.”
Arya sudah beranjak dan memegang tangan Sarah agar ikut dengannya.
“Mau ke mana?”
“Ke Mekkah Bu, lempar jumrah. Ke ruang meetinglah, cek aja langsung sudah siap atau belum.”
Sarah mencebik lalu melanjutkan pekerjaannya.
“Bu saya ke kantin ya, sebentar lagi waktu makan siang. Saya sudah lapar Bu, tadi pagi belum sempat sarapan.”
Sarah masih fokus di depan laptop, hanya berdehem saja mengizinkan Arya pergi. Tidak lama kemudian Melan mengantarkan makan siang milik Sarah.
“Kamu boleh istirahat. Setelah ini ada meeting, jangan sampai kamu telat.”
“Baik bu.”
Ternyata sebagai karyawan baru, Arya menjadi favorit para karyawan perempuan. Karena penampilan pria itu yang menarik dan cukup tampan.
Sudah hampir pukul satu, Arya belum terlihat batang hidungnya. Sarah menelpon Melan pun belum ada jawaban.
“Pada kemana sih?”
Tepat ketika Sarah keluar dari ruangannya, Melan dan Arya berjalan di koridor baru kembali dari makan siang. Melan terkekeh mendengar guyonan dari Arya, keduanya tidak menyadari kalau Sarah berdiri bersedekap menatap mereka.
“Astaga,” pekik Arya. Melan bukan hanya terkejut dengan Sarah, tapi karena pekikan Arya.
“Kalian bukan karyawan baru yang tidak tahu aturan, waktu istirahat enam puluh menit. Kamu Arya, sudah pergi sebelum jam makan siang dan baru kembali. Kamu Melan, sejak kapan kamu jadi lengah begini. Lima menit lagi ada meeting, apa kalian yakin yang aku akan sampaikan slide dan segala macamnya sudah siap.”
“Maaf Bu.” Melan menuju mejanya mengambil notes dan bergegas menuju ruang meeting.
Arya mengekor langkah Sarah memasuki ruangan.
“Bu Sarah, tadi itu apa tidak berlebihan?”
“Apa yang berlebihan,” sahut Sarah dengan nada tinggi karena masih emosi dengan kedua bawahannya.
“Dengan Melan, saya pikir ….”
“Arya, perhatikan posisimu. Sebagai direktur sudah menjadi hakku mengevaluasi kerja kalian.” Sarah menghampiri Arya dan kini mereka berhadapan. “Semalam aku memang berhutang budi padamu, bukan berarti kamu boleh kurang ajar menegurku sembarangan. Apa ada sesuatu diantara kalian? Perusahaan tidak mentolerir hubungan asmara sesama karyawan."
“Saya bukan ….”
“Aku sudah kirim slide untuk presentasi pada Melan, pastikan sudah siap saat aku datang.”
Arya tidak langsung menjawab, saling menatap dengan Sarah lalu menghela dan meninggalkan wanita itu.
Setelah Arya pergi, Sarah mengepalkan kedua tangannya. Sempat mengusap dada karena emosi yang sempat meluap.
Pintu ruangan dibuka, ternyata Edric yang datang.
"Semalam ada apa sampai heboh begini?" tanya pria itu dan duduk di depan meja Sarah.
"Apa maksudmu?"
Edric mengulurkan ponselnya dan diulurkan pada Sarah.
"Ini ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Fenty Dhani
👍👍👍👍👍
2024-02-20
1
Lilis Yuanita
aku suka
2024-02-11
0
Fifid Dwi Ariyani
trussabar
2024-02-05
0