Bosku Perawan Tua
“Ini datanya, gue harap kali ini cocok. Setelah ini gue nggak mau urus perekrutan asisten lo ya. Gue naik jabatan jadi manager, tapi masih aja dapat tugas printilan begini,” keluh Edric pada Sarah.
Sarah Alesha, wanita yang seharusnya sudah disibukkan dengan rumah tangganya sebagai seorang istri dan seorang Ibu. Malah sibuk di kantor, perusahaan milik Ayahnya. Sebelumnya Edric adalah asisten Sarah, karena sudah berganti jabatan menjadi manager beberapa bulan lalu tentu saja asisten Sarah harus berganti.
Masalahnya, Sarah selalu mengeluhkan asisten pengganti Edric. Bahkan pria itu diberi tugas untuk mencari penggantinya yang bisa membuat Sarah nyaman. Sebagai seorang direktur Sarah cukup dihormati. Lebih tepatnya ditakuti. Bahkan hal sekecil apapun bisa jadi bahan untuk menegur dan yang paling parah adalah pemecatan.
“Kamu tahu sendiri, spesifikasi yang kerja sama denganku kayak gimana,” keluh Sarah yang asyik bertatapan dengan layar laptopnya.
“Tapi nggak mesti juga lo pecat karyawan karena bau ketek lah, sudah menikah juga jadi masalah,” tutur Edric. Mungkin kalau bukan sepupuan, mana mungkin Edric bisa seloyal dan sesabar itu pada Sarah.
“Bau badan itu pengaruh dengan konsentrasi kerja aku. Coba kalau kamu bau badan, bukan hanya aku yang terganggu. Orang-orang disekeliling aku. Gimana ceritanya, kamu dampingi aku ketemu client dan nanti client terganggu sama kamu yang bau ketek,” tutur Sarah.
“Referensi kamu yang sebelumnya lebih parah, bentar-bentar ada telpon dari istrinya. Entah anaknya nangislah, gas di rumah habislah, token listrik minta diisi. Aku ini direktur, Edric. Masa dipusingin sama urusan rumah tangga asisten aku,” ujar Sarah yang memang ada benarnya.
“Ya udah, tapi kali ini kalau cocok coba rem mulut lo. Jangan asal bentak-bentak orang nggak jelas.”
“Setiap kemarahan aku jelas kok,” sahut Sarah tidak mau kalah.
“Terserah. Kalau masih nggak cocok juga, kamu minta HRD aja yang cari asisten untuk kamu. Lagian spesifikasi perekrutan kamu tuh aneh.”
Sarah mengerucutkan bibirnya, mengingat spesifikasi yang diajukan untuk calon asistennya. Selain mahir dan menguasai komputer, Sarah mengharuskan asistennya wangi, berstatus single, bisa masak dan tidak berwajah menyebalkan. Sungguh persyaratan yang tidak biasa untuk perekrutan sebagai personal assistant.
Saat ini Sarah berumur tiga puluh tiga tahun dan belum menikah. Bukan karena tidak laku, tapi terlalu berhati-hati memilih pria entah itu sebagai kekasih ataupun teman. Kekecewaan di masa lalu karena penghianatan kekasih, berpengaruh sampai saat ini.
Dari wajah, tidak usah ditanya. Sarah cantik, sangat cantik malah. Dengan wajah Indo, karena ayahnya keturunan Belanda dan Ibunya asli Indonesia. Juga dengan background keluarga berada dan terpandang, menjadi nilai lebih dari seorang Sarah Alesha.
“Permisi, Ibu Sarah. Kandidat asisten Ibu sudah datang,” ujar Melan sekretaris Sarah yang masih berdiri di tengah pintu.
“Hm, berapa orang yang datang?” tanya Sarah dengan pandangan masih terfokus pada layar laptopnya.
“Hanya satu orang, Bu,” jawab Melan lirih dan berhasil mengalihkan perhatian Sarah.
“Hanya satu orang?” Melan mengangguk pelan. “Suruh masuk!” titahnya sambil membuka berkas yang tadi diserahkan Edric. Mendapati kenyataan kalau hanya satu orang kandidat asistennya, Sarah pun segera menghubungi Edric.
“Halo, kamu gimana sih. Masa aku harus menyeleksi satu orang doang,” ujar Sarah melalui ponselnya. Wanita itu berdiri menghadap kaca jendela besar yang ada tepat di belakang kursi kerjanya.
“Pagi Bu,” sapa seorang pria.
“Hm, duduklah!” titah Sarah tanpa menoleh karena masih dalam panggilan telepon dengan Edric.
“Iya memang hanya satu orang," jawab Edric di ujung telpon.
“Ya nggak bisa gitu dong. Masa nggak ada pilihan lain. Kalau tidak sesuai dengan harapan aku, gimana?”
“Kamu nggak punya pilihan, ada pilihan pun percuma. Jadi terima aja dan jangan memandang segala hal sesuai ekspektasi hidup kamu. Kadang kita harus menurunkan ekspektasi agar hidup lebih seimbang. Sudahlah, terima saja dia jadi asisten kamu,” tutur Edric lagi.
“Mana bisa begitu,” sahut Sarah lalu berbalik dan menatap pria yang duduk di depan mejanya. “Edric, kamu utus anak SMA untuk jadi asisten aku?”
Terdengar decakan di ujung telepon. “Udah dulu lah, aku sibuk.”
“Eh, aku ini atasan kamu,” cetus Sarah lalu panggilan diakhiri oleh Edric. Sarah ingin memaki tapi urung karena ada orang lain di ruangannya. Bagaimanapun dia harus bisa menjaga imagenya sebagai seorang pemimpin.
Pria itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Sarah kembali duduk dan membaca curriculum vitae pria tersebut.
“Kamu Arya?”
“Betul, Bu?”
Sarah menatap wajah Arya seakan memastikan sesuatu.
“Kamu yakin umur kamu dua puluh lima tahun?” tanya Sarah seakan tidak percaya.
“Sesuai akte kelahiran dan berkas yang lain sih, begitu Bu. Apa ibu perlu pembuktian kalau saya sudah dewasa dan bukan anak SMA?’” tanya Arya.
Sarah berdehem, karena pembicaraan dengan Edric tadi didengar oleh Arya.
“Jangan ngaco kamu, memang harus membuktikan dengan apa?” tanya Sarah.
“Terserah Ibu maunya gimana,” jawab Arya sambil cengengesan.
Brak.
Sarah menggebrak mejanya.
“Astaga Bu, bikin kaget aja,” seru Arya sambil mengusap dadanya.
“Berdiri kamu!”
Arya pun berdiri, Sarah menghampiri Arya bahkan memutari tubuh pria itu untuk membuktikan kalau Arya memang tidak bau badan. Ternyata pria itu memiliki tubuh yang cukup tinggi, bahkan tinggi Sarah yang memakai heels hampir setara dengannya. Dengan wajah baby face, Arya terlihat lebih muda dari umurnya.
“Kamu menguasai aplikasi komputer apa saja?” tanya Sarah sudah kembali duduk di kursi kebesarannya, sedangkan Arya masih berdiri menjawab pertanyaan wanita itu.
“Bisa masak?”
Arya menggaruk kepalanya, entah memang karena gatal atau hanya pengalihan perhatian saja.
“Bisa nggak?” bentak Sarah.
“Ya ampun, cantik-cantik tapi galak bener,” gumam Arya. “Bi-bisa sih Bu, tapi ya sebisa-bisanya aja, belum tentu seenak masakan chef.”
“Kamu tahu kalau saya cari asisten sekaligus supir. Kamu harus siap kalau harus lembur atau sewaktu-waktu dihubungi untuk segera datang.”
“Oke, nggak masalah kok,” jawab Arya tanpa beban.
“Kamu beneran single, kan?” tanya Sarah sambil bersedekap dengan tatapan tajamnya. “Jangan-jangan kamu sudah menikah.”
“Belumlah Bu. Ibu sendiri yang bilang saya kayak anak SMA, masa udah nikah sih.” Arya senyam senyum tidak jelas.
“Tapi saya tidak suka dengan sikap cengengesan kamu,” ujar Sarah.
Tanpa dititah, Arya langsung duduk bahkan menyangga wajahnya dengan salah satu tangan dan menatap wajah Sarah.
“Jangan gitu Bu, saya juga bisa serius atau sesuai permintaan lah.”
“Tidak. Kamu tidak saya terima, silahkan keluar.”
“Tidak diterima gimana Bu, saya sudah tanda tangan kontrak sebagai asisten ibu dengan Pak Edric.”
“Hah, Edricccc!” teriak Sarah.
“Astaga,” pekik Arya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Dewi Oktavia
seperti asyik ne cerita y
2024-09-13
0
3n1 Rhy
Arya maju terus pantang mundur 😁😁😁
2024-08-09
0
Syafitry Queenjb PhobiaMandi
belum belum arya udah on point 1 langkah di depan sarah .. muachhh /Drool/
2024-05-13
0