Sepanjang perjalanan menuju apartemen, Arya tidak bersuara dan hanya fokus pada kemudi. Sarah pun yang sudah lelah melakukan hal yang sama, bahkan sambil bersandar memejamkan matanya. Setelah mobil terparkir rapi, Arya sempat membuka ponselnya sambil berjalan mengekor langkah Sarah.
“Pulanglah, sepertinya kamu lelah,” ujar Sarah pada Arya saat menunggu lift.
“Saya harus pastikan Ibu masuk ke dalam unit dengan aman, syukur-syukur dapat goodnight kiss.”
“Ck, kamu lama-lama memang ngelunjak ya. Makin berani ….”
Ting.
“Masuk Bu,” ujar Arya menarik tangan Sarah.
“Ini maksudnya apa?” Sarah menunjuk tangannya yang masih berada dalam cengkraman Arya.
“Eh keterusan, padahal mah menegurnya nanti aja sih," sahut Arya sambil melepaskan tangan Sarah.
Sarah tidak membalas, sudah lelah untuk menghadapi Arya yang selalu saja ada alasan untuk membalas pernyataannya. Kadang dia berpikir apakah Arya seorang player, karena sering sekali ucapannya modus dan gombalan yang lebay.
Jika Sarah seumuran dengan Arya atau bahkan abege mungkin akan tergila-gila dengan rayuan Arya dan bucin parah, tapi Sarah realistis kalaupun Arya menarik dan jauh di lubuk hatinya terhibur dengan ulah pria itu. Namun, Sarah menahan diri untuk tidak membuka hatinya untuk Arya. Terlalu banyak perbedaan diantara mereka dan tidak akan mudah berjuang dengan masalah itu.
“Selamat malam bu Sarah,” sapa Arya ketika wanita itu menekan angka untuk membuka pintu.
“Hm.”
“Kalau kangen telpon saja, saya siap dua puluh empat jam untuk Ibu.”
“Quotes kamu seperti cowok panggilan saja.”
“Lah memang saya cowok panggilan, tapi khusus untuk Ibu Sarah.”
Sarah mendelik ke arah Arya, dari pada berbuntut panjang Arya malah mendorong pelan tubuh wanita itu karena pintu sudah terbuka.
“Istirahat Bu,” ujar Arya lalu menutup pintu dari luar.
Saat di lift, ponsel pria itu berdering dan Arya berdecak demi melihat nama pemanggil yang tertera di layar ponselnya. Sempat mengabaikan walaupun kembali berdering.
“Mas Arya.”
Arya yang berjalan di lobby, menoleh mendengar suara yang begitu ia kenal. Seorang pria berjalan ke arahnya, Arya pun melihat sekeliling dan mengajak pria itu segera meninggalkan lobby.
“Ck, ngapain kamu di sini?”
“Mas Arya, saya ….”
“Kita bicara di mobil, lo bawa mobil 'kan?"
Pria itu mengangguk lalu menunjuk di mana mobil yang dimaksud. Arya duduk di samping pengemudi setelah memastikan tidak ada yang melihatnya memasuki mobil lalu memerintahkan pria tadi segera meninggalkan apartemen Sarah.
“Dari mana tahu saya disini?”
“Tadi pagi saya ikuti Mas Arya, maaf ini terpaksa. Ada pesan dari Pak Ares.”
Arya memijat dahinya dan menyandarkan kepala.
“Saya antar Mas Arya ke mana?”
“Apartemen, dipikir aku mau pulang ke rumah Papi atau ke rumah lo.”
“Pak Ares bilang ….”
“Berisik, fokus aja nyetir. Ngocehnya nanti aja kalau udah sampe, kepala rasanya mumet. Hampir saja ketahuan, ngapain juga bos besar lo ada di restoran.”
“Bos saya kan Mas Arya.”
“Bos besar, bapak Adam Bimantara yang terhormat,” sahut Arya, terdengar nada kesal di ucapannya.
Arya dan pria yang mengemudikan mobil sudah tiba di apartemen, sepertinya pria itu sudah mengenal Arya dengan baik. Bahkan sudah hafal di mana Arya tinggal dan hanya mengekor langkahnya.
“Hahh.” Arya menghempaskan tubuhnya berbaring di sofa, mengabaikan pria yang sigap mengambilkan air minum untuk dirinya.
“Ini diminum dulu. Sepertinya Mas Arya lelah, apa tidak sebaiknya pulang ke rumah saja Mas.”
Arya beranjak duduk lalu mengambil gelas yang diserahkan untuknya bahkan meneguk isinya sampai habis. Doni -- pria yang memanggilnya Mas Arya adalah asisten pribadi saat pria itu masih tinggal bersama keluarga besar Bimantara, di tengah kemewahan dan fasilitas serta kemudahan. Doni bertugas mempersiapkan kebutuhan Arya juga mengajarkan beberapa hal sebelum terjun langsung di perusahaan.
Namun, saran dari Doni bukan solusi karena Arya tetap pada keputusannya untuk hidup dengan hasil keringatnya sendiri. Hampir dua tahun meninggalkan status sebagai pewaris Bimantara group, tepatnya setelah ia lulus dari pendidikan. Adam -- Papi Arya tentu saja sudah menyiapkan skenario hidup untuk putranya.
Posisi di anak perusahaan untuk Arya belajar masalah bisnis serta wanita yang baik sebagai pendamping hidup yang sudah ditakar sesuai dengan bobot, bibit dan bebet. Dengan usia yang masih muda dan dalam tahap mencari jati diri, tentu saja Arya menolak. Ia bisa menyesuaikan diri dan belajar bisnis sesuai harapan Adam Bimantara, tapi untuk pendamping hidup sangat tidak setuju dengan keputusan pria tua panggilan Arya pada papinya.
“Nggak, udah nyaman hidup begini.”
“Yakin Mas? Kerja jadi aspri itu capek loh. Saya ‘kan mengalami sendiri.”
“Ya udah jangan lagi cari gue, fokus ikut Kak Ares aja. Siapa tahu naik jabatan dan bisa pegang cabang di luar kota.”
“Saya diminta fokus mencari Mas Arya. Cobalah bicara dengan Pak Adam, jodoh tidak akan kemana Mas. Buktinya Mas Arya ditolak oleh keluarga pacar Mas karena masalah status sosial ‘kan?”
“Justru saya bersyukur jadi tahu bagaimana keluarga Ajeng yang materialistis.”
“Mas Arya sudah tidak cinta sama Mbak Ajeng?”
“Nggak. Pernah suka tapi belum di tahap cinta. Justru sekarang sosok Bu Sarah bikin ketar ketir, gemesin banget dia. Galak tapi bikin penasaran,” tutur Arya lalu terkekeh.
***
“Mas, Mas Arya.”
“Hm.”
“Mas Arya ini alarmnya bunyi terus,” ujar Doni sambil mengguncang pelan tubuh Arya.
“Hah.” Arya langsung beranjak duduk dan mengucek kedua matanya. “Jam berapa ini?”
“Jam enam Mas,” sahut Doni.
“Lo masih di sini?” tanya Arya setelah beranjak dari ranjang menuju toilet.
“Iya Mas, semalam ketiduran. Lagi pula pagi ini saya harus pastikan Mas Arya tidak telat dan saya harus laporkan ke Pak Ares kalau saya masih berusaha membujuk Mas Arya pulang.”
“Laporin gih, bilang gue lagi mengejar cinta Bu Sarah,” teriak Arya dari dalam toilet.
Saat ini Arya dan Doni sudah berada di basement, menatap mobil yang digunakan Doni untuk antar jemput Arya. Sebenarnya mobil itu memang milik Arya, operasional ketika masih berada di kediaman Bimantara.
“Ayo Mas saya antar. Ke tempat semalam ‘kan?”
“Gue naik ojeg, parah gila naik mobil begini. Udah sana jangan muncul lagi di depan Bu Sarah atau di kantor. Sampaikan ke Papi kalau mau coret nama gue dari kartu keluarga, silahkan aja.” Arya memesan ojek online karena motornya masih berada di apartemen Sarah.
Setengah delapan, pria itu sudah tiba di unit milik Sarah. Belum ada pergerakan dan terlihat masih senyap, menandakan kalau penghuninya masih terbuai mimpi. Arya menuju dapur dan hanya menemukan beberapa butir telur di lemari es.
Sesuai janjinya kalau ia akan membuatkan makanan yang lebih sehat dibandingkan Sarah selalu memakan hidangan dari luar. Scramble egg dan susu hangat sudah tersaji di meja makan. Arya pun menuju kamar Sarah.
“Bu Sarah,” panggil Arya sambil mengetuk pintu kamar yang tidak tertutup rapat. “Bu Sarah ….”
Dengan pelan Arya mendorong pintu dan meraba dinding mencari saklar lampu, lalu ….
“Ya Tuhan rejeki apa ini, pagi-pagi lihat yang beginian,” ujar Arya sambil mengusap wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
dasar Arya geblek
2025-01-19
0
Fenty Dhani
🤣🤣🤣apa tuh??d lihat dosa...g d lihat mubadzir y Ar🤭🤣🤣
2024-02-20
0
Heryta Herman
rejeki nomplok arya...pagi" sdh di ksh pemandangan indah yaaa/Chuckle/
2024-02-19
0