.
.
.
"Huh." Ganesha yang kini sudah berusia satu setengah tahun itu tiba-tiba saja terduduk di atas rumput yang dipijaknya. "Maap ya, lumput. Nesh pang duk ental." (Tl: Maaf ya, rumput. Ganesh numpang duduk bentar🙂)
"Ganesh, nak, kenapa duduk disana? Sini dekat, Mama," Diandra yang duduk memangku Selia memanggil keponakannya itu yang tadi masih jalan eh tiba-tiba ngegleser di tanah. "Disana panas, Nak. Nanti sakit, sinii."
Bibir Ganesha melengkung ke bawah menatap Diandra, ia menggeleng pelan, "Tape, Mama." (Tl: Cape, Mama.)
Diandra menepuk jidatnya, haduh anak itu, pikirnya.
Devan yang tadi sibuk mendengar ocehan bayi ala Selia, beranjak untuk berdiri. Ia menatap ibunya, "Abang akan jemput, Ganesh, Ma." Ujarnya agar wanita itu tak capek-capek memanggil Ganesha yang bodo amat aja dari tadi.
Devan berkacak pinggang. Bocah tiga tahun itu geleng-geleng kepala melihat Ganesha yang malah enak-enakan guling-guling di atas rumput. Padahal hari lagi panas-panasnya, bukannya neduh bayi itu malah bertahan disana.
"Ganesh, ayo pindah. Disini panas," Ajak Devan menarik salah satu tangan sepupunya itu.
Ganesha menggeleng, "Ndaaakk. Mau cini aja. Tape, Depan." (Tl: Gaaaak. Mau disini aja. Capek, Devan.)
"Yaudah, aku gendong," Ujar Devan kemudian berjongkok membelakangi Ganesha.
Ganesha berpikir sebentar, "Tuat, ndak? Ntal tuyang Depan, patah." (Tl: Kuat, gak? Ntar tulang Devan patah.)
Devan yang sudah berjongkok itu menoleh ke belakang pada Ganesha, ia mengangguk mantap, "Kuat, kok. Ayo naik."
Diandra tidak tahan untuk tak mengabadikan momen kakak beradik itu. Devan makin keliatan abangable banget pas ngegendong Ganesha di punggungnya. Duh, Diandra jadi bangga sama putra kecilnya yang amat dewasa dan bijaksana itu.
Ceritanya mereka lagi piknik di taman belakang kediaman Bima. Cuman ada Diandra dan ketiga bayik itu bersamanya, serta beberapa penjaga yang berjaga agak jauh dari mereka.
Ganesha ujung-ujungnya juga rebahan lagi pas sampai di gazebo tempat Diandra duduk. Ia menatap Selia yang sekarang udah bisa ngerangkak itu tengah dibucinin Devan. Anak tengah Dion dan Diandra itu kelihatan sayang adik dari dini. Bibit andalan Dion emang gak main-main.
Barusan Diandra pergi sebentar mau ke toilet. Ia cukup percaya Devan bisa menjaga kedua adiknya. Makanya ia tingalkan mereka bertiga disana. Lagipula ada yang mengawasi mereka dari jauh.
Diandra memang hiatus sementara dari dunia permodelan sejak mengandung Devan. Nanti dia akan kembali aktif lagi menjadi supermodel saat Selia memasuki usia 5 tahun. Tapi meski ibunya sibuk bekerja, Selia tetap dilimpahi kasih sayang oleh semua Tirtayasa sehingga anak itu tumbuh dengan penuh kasih.
Cih. Ganesha mencebik. Enak sekali hidupnya anak itu. Sementara dia sekarang sudah ditelantarkan oleh Roy. Beberapa bulan belakangan ayahnya itu jarang pulang. Saat pulang pun hanya mendekam di ruang kerjanya saja. Kalau Ganesha tidak salah dengar, katanya lagi ada masalah di perusahaan.
Kedua kakaknya yang sekarang duduk di bangku SMP juga sok sibuk. Mereka ikut organisasi dan jarang ada waktu bersama Ganesha akhir-akhir ini. Kadang Ganesha dititipkan pada Diandra. Kadang ia menggabut di rumah bareng Sam. Kadang juga dia sibuk sendiri menyusun strategi untuk menarik perhatian Ayah dan kedua saudaranya lagi.
"Haahh...."
Diandra yang baru kembali dari kamar mandi terheran-heran dengan bungsu Roy itu. Anak itu tiba-tiba duduk dan menghela nafas penuh beban. Antara lucu dan kasihan melihatnya.
"Kenapa, Ganesh?" Tanya Diandra duduk di sebelah Ganesha dan mengusap kepalanya.
Ganesha menggeleng dengan helaan nafasnya yang berat, "Pucing. Idup gini amat." (Tl: Pusing. Hidup gini amat.)
Kontan Diandra tergelak melihat si bayi gembul itu mengeluh layaknya orang dewasa yang tertimpa banyak masalah. Ada-ada aja kelakuannya anak Roy yang satu ini.
.
.
.
"Ndaakkk.... Ndak mauuuu huhu..... Abang...."
Sam kewalahan lantaran Ganesha terus memberontak di gendongannya. Anak itu merentangkan tangannya minta di gendong oleh Leo yang tengah memakai sepatu.
Setelah berpikir keras dari kemarin, Ganesha akhirnya dapat ide agar dirinya tak dicampakkan lagi oleh babu-babunya. Dia berusaha bersikap seolah sangat butuh mereka. Ganesha tengah mengemis kasih sayang sekarang. Demi babu apapun akan ia lalukan.
Lihat saja sekarang ini. Ganesha yang mau ditinggal sekolah oleh kedua abangnya langsung merengek tidak mau pisah. Lebay, padahal cuman ditinggal sekolah doang bukan ditinggal mati. Tapi maklumilah ya, namanya juga bayi.
"Adek, abang sekolah dulu. Kamu di rumah aja, ya. Nanti kita main habis bang pulang," Bujuk Cakra mengusap air mata di pipi chubby adiknya.
Anak itu menggeleng kuat. Drama harus totalitas dong, pikirnya. Makanya dia makin menangis kencang, "Ndaaakkk huwaaa...... Mau abaaanggg...." Tangisnya sembari merentangkan tangan pada Cakra.
Cakra jadi kasian. Dia mau mengambil alih adiknya itu dari Sam, tapi dia juga harus pergi sekolah sekarang. Duh, dia bimbang. Apa bolos aja ya hari ini?
Melihat Cakra yang justru melamun dan Leo yang hanya menatap dari jauh, Ganesha pundung bukan main. Pesonanya gak ampuh lagi rupanya pada mereka. Hiks, kayaknya Ganesha benar-benar bakal ditelantarin lagi.
"Abang jaat! Nesh benci huhu...." (Tl: abang jahat! Ganesh benci huhu....)
Baik Leo mau Cakra kelimpungan begitu kata benci keluar dari mulut adik mereka. Bahkan anak itu tak lagi mau menatap kedua abangnya dan memeluk erat leher Sam.
"Cam baik. Nesh, cayang, Cam. Ayo pelgi. Abang jaat hiks...." (Tl: Sam baik. Ganesh, sayang, Sam. Ayo pergi. Abang jahat hiks...)
"Gak ada, gak ada," Cakra langsung saja mengambil alih Ganesha dari Sam. "Kamu itu adek abang, cuman boleh sayang abang. Sam gak dihitung!"
"Caammm....." Ganesha mengulurkan tangannya pada Sam yang mundur pelan-pelan dengan dramatis. Ia menabok wajah Cakra, "Olang jaat! Balikin Cam!" (Tl: Orang jahat! Balikin Sam!)
Leo menghela nafasnya dan mengambil alih si bayi yang mengamuk pada Cakra. Ia mengusap pelan punggung anak itu yang masih sesenggukan dengan hidung memerah.
"Udah, jangan nangis lagi.... Mukamu jadi jelek."
'Sialan!' batin Ganesha menatap kemusuhan pada Leo, "Abang jeyek!" Balasnya ngegas sambil sesekali masih terisak. (Tl: abang jelek!)
Leo ngangguk-ngangguk pasrah aja, "Iya, iya, abang jelek."
"Tu uga jelek!" Seru anak itu lagi menunjuk Cakra dengan telunjuk mungilnya. (Itu juga jelek!)
Seperti tadi, Leo angguk-angguk saja. Sebahagia adeknya aja deh, "Iya, itu juga jelek."
Sementara Cakra menunjuk dirinya sendiri dengan tak percaya, "'Itu'??? Seriously? Hey, aku masih manusia, kenapa kalian pakai kata ganti 'itu'?"
Leo tidak mengacuhkan adik tertuanya itu dan sibuk mengusap air mata si bungsu, "Diem ajalah, Cakra." Katanya tanpa menatap orang yang disebutkan.
Ganesha menatap sengit abang keduanya itu, "Nak Cetan mang!" (Tl: Anak setan memang!)
"Heh!" Leo dan Cakra kompak membentak. Berbeda dengan Cakra yang melotot kaget, Leo justru spontan membekap mulut adiknya yang barusan bicara.
"Belajar dari mana kata-kata begitu, hm?"
Ganesha menatap Leo dangan kepala ditelengkan. Berpikir, siapa kira-kira yang harus ia fitnah, "Dali Cam," Jawabnya enteng. (Tl: Dari Sam)
"Gak boleh ya, Ganesh," nasihat Cakra sambil mencuri satu kecupan di pipi adiknya itu, "Itu kata-kata kasar, gak boleh ngomong begitu lagi, ya."
Ganesha paham sih maksudnya, tapi dia pura-pura bingung saja, "Kasal???" (Tl: Kasar??)
Leo mengangguk, "Iya, bad word. Jangan diucapkan lagi."
Ganesha makin menelengkan kepalanya, "Bed wold???" (Tl: Bad world?)
Leo tekekeh pelan begitupun Cakra. Mereka bergantian menciumi bayi yang bau minyak telon itu dengan gemas.
Sementara itu.....
"Hatchi!" Sam yang sedang membuatkan susu untuk tuan muda kecilnya tiba-tiba bersin. Ia mengusap hidungnya yang terasa gatal. "Duh kok merinding, ya."
Andai dia tau namanya baru saja digadaikan oleh Tuan Muda kecil yang ia rawat sepenuh hati seperti anak sendiri. Sam yang malang~~~ Gak ngapa-ngapain tapi masih kena juga. Kesian. Mana masih muda.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Leana
gk niat download apk nya tapi untuk kamu aku rela ganes sayang❤
2024-07-11
2