Ganesha lagi jalan sama Agnea. Mereka gak kencan. Tapi jalan yang sebenar-benar jalan. Mereka bolos. Sama sekali gak peduli dengan nasib Jenar yang bergelayut di batang pohon gak bisa turun akibat mengejar mereka yang memanjat keluar pagar lewat pohon itu.
kasianJenar #prayforJenar #saveketuaJenar #justiceforJenar
"Lo sakit apa?" Tanya Agnea tiba-tiba saat mereka sudah nongkrong di depan minimarket makan mi instan cup.
"Huh? Sehat gini kok gue?"
"Tapi pas senen itu sampai mimisan banyak begitu darahnya."
Ganesha mengedik acuh, "Kelebihan darah jadi gue kurangin dikit."
Agnea manggut-manggut saja tidak mau bertanya lebih lanjut. Ia kemudian mengganti topik, "Kiel jadi nyusul?"
"Tentu saja yes," Serobot Kiel yang entah datang darimana. Tau-tau anak itu keluar dari minimarket nyemil lolipop.
"Kenape tuh hidung dihansaplasin gitu?" Tanya Ganesha menunjuk hidung Kiel dengan sumpitnya.
"Gak pa-pa, biar keren aja," Kiel menyahut acuh sambil terus mengemut lolipop rasa melon kesukaannya.
"Pengen marjan," Ucap Ganesha tiba-tiba.
"Apaan dah, random bener," Kiel mendelik.
Sementara Agnea sibuk menyeruput mie nya. Jangan sampai Kiel minta, pikirnya.
"Habis ini mau kemana?" Tanya Kiel merebut mie Ganesha, karena tampaknya bocah itu ogah-ogahan memakannya. Aneh, ada ya manusia yang gak kepelet makanan yang kaya akan micin itu.
Ada, Ganesha buktinya.
"Kangen Om Haris," Kata Ganesha ngelantur. Ditanya apa, dijawab apa.
Tapi tetap Kiel ladeni, "Dia beli ikan baru. Gara-gara trauma ngeliat arwananya jadi ikat bakar sekarang malah miara ******. Dikelonin di kamarnya anjir. Tangan gue gatel pengen mecahin akuriumnya."
"******?" Tanya Agnea lalu menunjuk leher Ganesha, "Ini?"
Kiel tersedak begitu menyadari ternyata ada bekas kemerahan di leher temannya itu yang agak tertutupi kerah bajunya. Dia menatap dua orang itu bergantian sambil melotot minta penjelasan.
Agnea tersenyum innocent, "Khilaf hehe...."
.......
Pada akhirnya trio curut itu kembali merecoki Haris. Pria itu nyaris jantungan ketika dapat kabar kalau keponakannya mendekati akuarium si Cupy, ikan ****** yang bikin dia jatuh cinta sejak pandangan pertama. Begitu saja, Haris langsung pontang-panting lari meninggalkan rapat dan segera pulang.
"Cupyyyy!!! La ilaha illallah naaaakkkk!!"
Haris histeris begitu ikan ****** kesayangannya menggelepak di lantai sambil mengap-mengap. Buru-buru ia ambil si ****** yang malang itu dengan hati-hati dan dimasukkan lagi ke dalam akuarium. Kemudian dia menatap tajam triple iblis yang menyengir tanpa merasa berdosa.
"Hehe... Gak sengaja," Cengir Kiel mengangkat dua jari pertanda damai.
Haris menatap sengit lalu mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia berlutut dengan dramatis mendongak menatap langit-langit kamarnya yang sekelam hidupnya.
"KAK ALENA!!! AMBIL ANAKMU LAGI AKU GAK KUAATT!!! AING LELAH YA ALLAH!!!"
.....
Sementara itu, di ruangan Roy. Fokusnya teralihkan setelah menerima kabar yang disampaikan asistennya barusan.
"Coba ulangi, Sam."
"Anda di panggil ke sekolah Tuan Muda Ganesha tuan."
Roy buru-buru meletakkan berkas ditangannya, "Kenapa? Ganesh sakit? Dia mimisan lagi?"
Sam menggaruk pelipisnya, "Anu... Tuan Muda membolos setelah bertengkar dengan salah satu siswa di sekolahnya."
Roy yang sudah setengah berdiri terdiam sesaat. Kemudian dia duduk lagi dengan tenang, "Oh, begitu."
Dan setelahnya duda anak tiga itu bekerja dengan hati lapang.
"Maaf tuan, bagaimana dengan surat panggilan ini?" Tanya Sam ragu-ragu.
"Sebentar, Sam," Roy berkata tanpa beralih dari dokumennya, "Saya selesaikan ini dulu baru pergi."
Sam mengangguk. Agaknya sudah terbiasa dengan reaksi Roy yang begitu. Biasanya pria itu tak terlalu terkejut dengan berbagai kenakalan Ganesha yang sampai ke telinganya. Kecuali jika kabar yang datang terkait kondisi anak itu, Roy baru akan tampak panik. Entah itu saat anaknya keserempet motor ataupun cuman flu dikit. Roy selalu panikan kalau sudah dengar Ganesha sakit. Ditambah lagi sekarang setelah ia mengetahui fakta kesehatan Ganesha yang tak begitu baik.
Awalnya Roy tidak mau membiarkan Ganesha sekolah. Mengingat penyakit anak itu yang harus ditangani secara serius. Namun, mengingat sifat keras kepala Ganesha, Roy mengikuti saja bagaimana maunya anak itu. Mungkin dengan dia memberi kebebasan begitu, mana tau nanti Ganesha mau untuk menjalani pengobatan. Atau setidaknya menjalani kemoterapi sekali sebulan.
Roy takut setengah mati akan kehilangan putranya itu. Tapi juga tak mau anak itu makin membencinya karena memaksanya melakukan hal yang tak disukainya. Ganesha membenci rumah sakit, begitu pun hal-hal yang berkaitan dengan tempat itu. Dan Roy tidak mau memaksakan apa yang anak itu benci yang malah berujung memperburuk keadaan suatu saat nanti.
.
.
.
.
"Benar Ganesha memukul kamu?" Tanya Roy pada seorang anak lelaki yang wajahnya babak belur di sampingnya. Barusan sang guru menjelaskan kalau ada saksi yang menyatakan Ganesha lah yang memulai perkelahian.
Anak yang bernama Gentala itu meringis, "Iya, Om."
"The reason?" Tanya Roy. Ia yakin betul kalau anaknya bukanlah orang yang melakukan sesuatu tanpa alasan.
Gentala menerawang langit-langit. Keningnya mengernyit berfikir keras, "Katanya sih, pengen aja gitu, Om."
Roy mengernyit heran. Sang Guru menginterupsi, "Coba jelaskan dengan benar Genta."
Gentala menggaruk pelipisnya, "Udah bener kok bu. Ganesha ngajakin berantem karena dia pengen. Saya kecolongan start makanya bonyok begini, gak sempat ngelawan."
Aduh. Sang Guru menepuk jidat. Dia gak habis pikir lagi sama kelakuan murid-muridnya yang di luar nalar.
"Lalu dimana Ganesha?" Roy bertanya lagi sekedar basa-basi. Soalnya dia udah tau kalau si bungsu itu membolos.
"Tadi pergi sama Nea, Om. Udah dikejar Jenar sih, tapi Jenar nya ketiban sial. Jadinya mereka berhasil lolos," Jelas Gentala mencolek-colek sudut bibirnya yang kayaknya berdarah.
"Nea siapa?"
Gentala mencebik, "Om banyak tanya."
"Gentala," Peringat sang guru, "Tidak sopan begitu." Lalu dia menatap Roy tersenyum canggung, "Maaf atas kelancangan siswa saya, Pak."
Roy mengangguk maklum. Dibanding Ganesha, bocah Gentala ini gak ada apa-apanya. Dia menatap sang guru, "Apa wali Gentala belum sampai?"
Si Guru tampak agak tidak enak menyampaikan, takut salah ngomong dan menyakiti perasaan anak didiknya itu. Tapi Gentala malah ngomong sendiri dengan blak-blakan.
"Saya yatim piatu, dan setahun lalu keluar dari panti. Jadi, Bu Endang yang biasanya membantu saya di sekolah."
Bu Endang yang dimaksud adalah guru BK yang sedari tadi di sana memaparkan permasalahan yang terjadi. Guru itu tersenyum kikuk dengar mulut ceplas-ceplos nya Gentala.
"Karena Gentala dan Ganesha sama-sama salah disini, bagaimana kalau kita mengambil jalan damai saja pak?"
Roy mengangguk setuju, "Baik, tapi saya akan menanggung pengobatan Gentala. Bagaimanapun, dia dilukai oleh anak saya. Nanti juga setelah menemukan Ganesha, saya akan menyuruh anak itu meminta maaf."
"Eh, gak perlu, Om," Tolak Gentala mengusap tengkuknya, "Saya gak pa-pa kok. Lagian kan saya yang setuju sama usulan Ganesha, jadi apapun yang terjadi itu konsekuensi saya."
Gentala anak yang bertanggung jawab dan jujur. Roy salut dengan kepribadian anak itu. Ya meski mulutnya yang kelewat jujur itu kadang bikin ngelus dada.
"Biarpun begitu, Ganesha harus tetap bertanggung jawab atas perbuatannya. Nanti saya akan bicara dengannya."
"Yaudah kalau Om maksa," Ujar Gentala mengedikkan bahu, "Saya sebenernya juga gak terima sih bonyok begini."
Fix. Ini anak pasti kembaran Ganesha yang lama hilang. Tengilnya mirip banget anjir. Roy bahkan harus menahan tangannya setengah mati untuk tak menjitak kepala bocah tengik itu. Begitu pun Bu Endang yang berusaha sabar agar tidak memarahi Gentala di hadapan wali murid yang lain.
.........
"Ganeesshhh! Anakku cintaku sayang ku. My bunny sweetie pie! Kesayangan Mama huhu...."
Ganesha melotot syok saat dirinya baru turun dari mobil dan langsung di peluk erat seorang wanita yang juga mengambil kesempatan mengecup pipinya berkali-kali.
Ganesh syok berat. Ia limbung begitu pelukan itu terlepas akibat Regan yang memisahkan.
"Aduh Regan. Nanti dulu, mama masih mau kangen-kangenan sama anak bujang mama satu ini."
"Diandra," Panggil Dion merangkul pundak sang istri, "Lihatlah anakmu yang sudah mau menangis disana karena mamanya lebih memilih sepupu nya ketimbang dirinya." Katanya mengedikkan dagu pada Selia yang menatap garang ke arah mereka.
Diandra, si ibu super model yang baru pulang dari luar negeri setelah menyelesaikan pekerjaannya itu, mengedik acuh.
"Anak yang mana lagi? Ini anakku, kesayangan aku," Katanya mau memeluk Ganesha lagi tapi anak itu buru-buru mundur yang mengakibatkan ia malah tersandung dan jatuh terduduk.
"Astaga sayang, maaf mama tidak bermaksud mengagetkan mu," Kata Diandra mau membantu Ganesha berdiri.
Ganesha buru-buru menerima uluran tangan Regan dan bersembunyi di balik punggung sepupunya itu. Hell! Setelah sekian abad ia kira tidak akan bertemu wanita ini lagi. Ganesha selalu saja dibuat kena mental gara-gara tantenya yang hiperaktif ini.
Sementara Selia yang melihat Diandra abai padanya menghentakkan kakinya kesal, "MAMA!"
"Duh Ganesh, sini sama mama aja, nak. Regan tuh nyebelin tau," Diandra malah ngabaiin anak bungsunya yang sudah bergetar menahan tangis karena diabaikan.
"AKU BENCI MAMA!"
Pencah sudah tangis Selia. Gadis itu berlari ke dalam meninggalkan orang-orang menyebalkan di luar sana. Sementara Diandra langsung kelimpungan.
"Eh, nak! Mama bercanda oii!" Diandra buru-buru menyusul anak gadisnya yang baperan membuat Ganesha jadi bisa bernafas lega.
"Kamu setakut itu sama mama?" Tanya Devan menghampiri Ganesha yang mendorong Regan yang barusan ia jadikan tameng. Gak tau terimakasih memang.
Ganesha mengusap pipinya bekas kecupan Diandra tadi. Sial, ada noda lipstik yang lengket, "Aku dilecehin sama ibu-ibu itu."
Leo tertawa, "Reaksi kamu yang begini yang bikin mama makin gencar ngerjain kamu."
Ganesha mendengus kasar, "Aku mau pulang."
Dia dan kalimat andalannya. Tapi begitu Ganesha mau berbalik pergi, Dion menahannya.
"Pulang kemana? Ini kan rumah kamu."
Ganesha berbalik menatap bangunan yang menjulang di depannya. Sialan! Benar rupanya. Ini rumah kesayangan Ganesha. Dia sampai lupa saking kesalnya dengan Diandra. Lagian ada apa sih dengan para Tirtayasa ini? Kenapa malah mengacau di istananya? Mereka gak punya rumah sendiri apa!
"Kakek!!! Belikan anak dan cucu kakek rumah mereka sendiri!!! Mereka mengacaukan istana ku!"
Protes Ganesha yang berjalan masuk dan langsung menemui Bima yang lagi asik minum kopi sambil baca koran.
"Ini rumah anak saya, kamu gak bisa protes. Lagian kamu juga termasuk cucu saya Ganesha."
Ganesha berdecak tidak terima, "Tapi kan sertifikat rumah ini atas namaku, Ganesha Aldean Tirtayasa."
Kopi yang Bima minum tersembur keluar mengenai Dion yang baru saja duduk. Bima tidak peduli dengan anaknya itu, dia kaget sumpah. Sejak kapan Roy memindah namakan kepemilikan rumah ini pada Ganesha?
Dion yang kena apes hanya tersenyum tabah ketika bahunya diusap Regan. Dia kemudian beranjak dari sana berniat membersihkan dirinya.
"Apa itu benar Roy?"
"Hah?" Roy yang baru saja datang bingung tiba-tiba ditodong pertanyaan oleh ayahnya. "Kenapa, pa?"
"Sertifikat rumah ini atas nama Ganesha?"
Roy mengangguk enteng, "Memangnya kenapa?"
Bima mau bicara lagi tapi ucapannya tertelan kembali saat seruan Devan terdengar.
"Ganesha kamu mimisan!"
.
.
....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Anggil Citra
double up dong thor....entar klo ceritanya udah seru banget jangan ngilang ya....lanjutin terus ampe tamat......semangat?
2023-10-31
3