"Bang, gak ada niatan mau nikah gitu?"
Leo yang semula fokus dengan televisi menoleh pada adiknya itu yang asik melipat-lipat tisu sedari tadi.
"Kenapa memangnya?"
"Bang Leo sering di rumah akhir-akhir ini, aku gak suka." Ganesha berterus terang.
Leo melengos, "Yang punya rumah gak kamu doang."
Ganesha mengangguk, "Iya, tapi ini udah jadi teritorial ku. Kalian kan biasanya cuman mampir doang disini."
"Kalau gitu salahin takdirmu kenapa kamu gak terlahir sebagai anak tunggal kaya raya," Cakra yang baru pulang dengan setelan jas lengkap ikut nimbrung dengan obrolan kedua saudaranya. Dia duduk diujung sehingga Ganesha jadi diapit diantara kedua kakaknya itu.
Ganesha melempar tisu kesekian yang ia gumpalkan sehabis dilipat dengan cantik, "Kalau kalian mati, apa itu bakal terwujud?"
"HEH!" Leo dan Cakra berseru serempak dan menjitak kepala anak itu.
Ganesha bersungut mengelus kepalanya, "Kita kayak keluarga benaran kalau begini."
"Kan emang benar kita keluarga, Ganesh," Kata Leo kentara capek sekali dengan kelakuan adeknya itu.
"Aku gak ngerasa gitu tuh," Balas Ganesha dengan tengilnya.
"Kalau gitu aku minta daddy coret namamu di KK," Kata Cakra yang entah kapan ikutan Ganesha menggulung-gulung tisu.
"Gak pa-pa," Ganesha menyahut cuek, "Udah ada sederetan orang yang ngantri nunggu aku dibuang dari sini buat ngadopsi aku."
Baik Leo maupun Cakra saling bertukar pandang dan menatap aneh si bungsu, "Serius?" Tanya Cakra benaran penasaran.
Ganesha mengangguk, "Em."
"Siapa emang yang mau ngadopsi kamu?" Leo ikutan penasaran.
Ganesha melempar tisu yang selesai digulung nya ke lantai. Ia mengambil yang baru lagi, "Banyak. Contohnya keluarga Wardana, keluarga Nugraha, keluarga Reinhard, Keluarga.... Apa lagi ya?" Ganesha mendongakkan kepalanya menatap langit-langit sambil berfikir. "Banyak deh, pokoknya."
"Atas dasar apa mereka mau ngadopsi kamu?"
Roy entah sejak kapan sudah berdiri di belakang anak-anaknya itu. Tangannya berada di kepala putra bungsu nya itu mengarahkan anak itu untuk menatapnya.
Ganesha tidak memberontak. Dia mengedikkan bahu, "Gak tau, tuh. Katanya pengen aja aku jadi keluarganya."
"Gak ada adopsi-adopsi," Kata Roy tajam. "Kamu itu anak dari Tirtayasa, selamanya akan begitu, gak akan berubah."
"Duh, dad. Padahal aku mau tukar keluarga yang lebih kaya lagi."
Roy menunduk menduselkan hidungnya di rambut anak itu, "Daddy mu ini apa masih kurang kaya, hm?"
.........
"Kenapa dia disini?" Tanya Ganesha tajam saat melihat eksistensi Selia di ruang keluarga bersama Roy.
Roy mengusap lembut rambut Selia, "Katanya Selia mau jalan-jalan, kamu temani dia, ya?"
"No!" Ganesha menolak tegas, "Aku gak mau!"
Roy menghela nafas melihat Selia menunduk lesu mendengar jawaban Ganesha, "Perasaan daddy aja atau memang kamu memusuhi Selia?"
Ganesha berpangku tangan menatap Selia dengan menilai, "Habis wajahnya ngeselin gitu."
"Ganesh, kok kamu gitu sih sama aku?!" Selia berujar kesal sembari mendongak menatap Ganesha yang berdiri di hadapan mereka. "Aku ada salah apa sama kamu?"
Ganesha tidak peduli dan menatap Roy, "Dad, aku mau keluar sebentar." Katanya kemudian berlalu pergi. Biasanya Ganesha tidak perlu izin seperti itu untuk pergi ke manapun yang ia mau. Tapi akhir-akhir ini Roy semakin menyebalkan dan mengganggunya di luar karena dia pergi tanpa bilang-bilang.
"Mau kemana Ganesh?" Tanya Cakra yang berpapasan dengan adiknya itu.
Ganesha menghela nafas capek. Kok ya akhir-akhir ini mereka ini cerewet sekali padanya.
"Mau nyurvei calon keluarga angkat aku."
.........
Ganesha tidak bohong tentang ucapannya pada Cakra. Anak itu benar-benar sedang menyurvei keluarga mana saja yang kiranya cocok untuk dijadikan incaran. Sekedar Jaga-jaga kalau suatu waktu dia ditendang keluar dari silsilah Tirtayasa oleh Bima.
"Seriusan mau diadopsi, Gan?"
Yang bertanya barusan itu Kiel, teman SMP Ganesha yang kini bersekolah di sekolah berbeda darinya. Awalnya mereka satu sekolah, tapi Kiel terpaksa pindah sekolah karena nilainya yang jelek secara akdemik dan attitude sudah tak tertlong lagi. Tapi setau Ganesha, di sekolah barunya Kiel berhasil membangun image anak alim yang teladan dan penurut. Cih, muka dua.
"Keluarga gue masuk kategori gak?" Kiel bertanya lagi saat Ganesha tak kunjung bersuara.
Tanpa merasa perlu berfikir Gnesha menggeleng.
"Loh, kenapaaa??" tanya Kiel dengan menyebalkan bergelayut di punggung Ganesha.
"Ada lo soalnya. Awas! Lo berat."
Kiel mencebik dengan jawaban Ganesha. Ia memilih beranjak dan meninggalkan Ganesha sendirian di sana. Oh ya, saat ini mereka berada di gazebo dekat danau buatan di samping kediaman Kiel. Yang mana itu menjadi salah satu tempat tongkrongan favorit Ganesha.
"Ganeeesshh! Ada cewek lu!" teriak Kiel yang berjongkok tak jauh dari tempat Ganesha berada.
Ganesha menoleh. Kelakuan absurd Kiel yang main tanah tak ia pedulikan. Fokusnya tertuju pada seorang cewek dengan setelan serba hitam andalannya yang mendekat padanya.
"Tau dari mana gue disini?" tanya Ganesha pada Agnea yang berlari kecil menghampirinya, "Jangan lari-lari." nasihatnya sembari merentangkan tangan menyambut Agnea yang juga merentangkan tangan ingin memeluknya.
"Skinship without relationship! Huu!" Kiel bersorak dengan mencemooh sembari tangannya memegang ranting yang diacungkan tinggi-tinggi.
Ganesha menahan Agnea untuk duduk dipelukannya lalu menatap Kiel dengan senyum sombong, "Lo mau kayak begini juga gak?" tanyanya menumpukan dagu di bahu Agnea sementara cewek itu hanya balas menepuk pelan pipinya.
"Gue bilang mau pun, sama siapa anying! Ganteng doang tapi jomlo, sial banget hidup gue." Kiel sadar diri. Dengan kesal ia berbalik masuk ke rumahnya daripada sakit mata liat kelakuan dua teman sepermainannya yang akhlakless itu.
Agnea tertawa kecil, "Kiel, pfft.... So cute."
Ganesha menelengkan kepalanya menatap Agnea yang menutupi senyumnya dengan telapak tangan, "You too, Nea."
Agnea menoleh dan menunjuk dirinya sendiri, "Gue? Emang sih, kalau gak lo gak bakal mungkin kecantol, kan?"
Begitu saja Ganesha tergelak, "Iya."
Agnea mengabadikan betapa indahnya ciptaan Tuhan di hadapannya dengan ponsel. Kemudian dia menangkup wajah cowok itu dengan kedua tangan, "Ganesh.... Ganteng banget."
Kalau Agnea bakal ngiyain dengan pedenya sewaktu di puji, maka Ganesha justru menunjukkan senyum termanisnya.
"Kita pacaran aja deh."
Satu kalimat dari Agnea melunturkan senyum Ganesha, "Gak mau."
"Ditolak mulu deh gue. Jadi heran. What's wrong, hm?"
Ganesha mengeratkan pelukannya dan meneggelamkan wajahnya diperpotongan leher Agnea, "Ya gak mau aja, sih."
"Aneh. Tapi gue suka banget."
Satu kecupan dari Ganesha hinggap di leher mulus Agnea, "Gak mau bilang cinta mati gitu?" tanyanya beralih mengecupi pierching di telinga Agnea.
"Masih belum saatnya, Ganesh."
"Kapan?" tanya Genesha menurutkan hidungnya membaui aroma shampo yang menguar dari rambut hitam legam Agnea yang terurai sepunggung.
"Apanya?"
"Kapan cintanya?"
"Ya nantilah."
"Nanti kapan?"
"Kapan-kapan aja, Ganesh."
"Hm...."
Ganesha mengalah dan memilih memejamkan mata dengan menunpukan kepalanya di pundak Agnea kembali.
"Woi! Kata Om Haris kita boleh mancing arwananya!"
Atensi kedua orang itu teralih pada Kiel yang bersorak dari lantai dua melambaikan alat pancing pada mereka. Mukanya terlihat sumringah sekali jauh berbeda dengan Haris yang berdiri dengan wajah masam di belakang bocah itu?
"Benaran?!" Agnea berdiri balas berteriak.
"Iyee!!" balas Kiel, "Tunggu disitu, gue kesana! Kita gali tanah nyari cacing buat umpan!"
Kiel benaran berlari turun dengan Haris yang mengekor dengan pasrah di belakang keponakannya itu membawakan ember kecil dan sekop yang sama kecilnya. Haris kelewat capek menampung anak dari Kakaknya yang hiperaktif ini. Tapi kakaknya malah enak-enakan sama suaminya di hawai ngulang honymoon.
"Arwana emang suka cacing, Om?" tanya Ganesha yang ikut berjongkok bersama Kiel dan Agnea mengelilingi Haris yang menggali tanah dengan ogah-ogahan.
"Gak tau, Om gak nanya."
Agnea mencolek lengan Kiel, "Tanya dulu sana. Maunya cacing apa pizza."
Kiel mengangguk dan berdiri. Ia melenggang begitu saja menuju kolam di belakang rumahnya.
"Enak gak Om, arwananya?" tanya Ganesha lagi.
Haris capek jongkok dan memilih duduk bersila diatas tanah itu, "Harus enak, Ganesh. Soalnya perawatannya mahal. Belinya juga mahal."
"Kalau gak enak?" kali ini Agnea yang nanya. Dia mau ikutan Haris duduk bersila tapi dicegat sama Ganesha, 'nanti kotor' begitu kata cowok itu.
Haris berpikir sejenak, "Kalau gak enak tulangnya gak Om kubur, biar gentayangan."
Ganesha mengangguk paham, "Masuk surganya di cancel ya Om?"
Duh! Ini bocah udah pada SMA tapi kenapa masih gemesin dari waktu pertama kali Haris ketemu. Dia ingat, pertama kali kenal mereka itu 4 tahun lalu, waktu mereka masih bocah ingusan yang pake seragam biru putih.
"Kalian makin hari bukannnya makin gede malah makin kayak bocah."
Agnea menatap Ganesha lalu ia menatap Haris dan mengangguk, "Tau kok Om. Kami memang kawaii dan sedap dipandang. Gak kayak Om, yang makin bau tanah."
Haris kicep. Dia lupa kalau sedang berhadapan dengan teman Kiel yang sifatnya udah kayak anak kembar tiga dengan Kiel. Yah, setidaknya mereka kiyowo. Itu sudah cukup untuk membeli harga diri Haris yang dijatuhkan serendah-rendahnya oleh bocah-bocah itu.
.....................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Aryani
anak 16th tp gaya pacarannya dah waooooop
2024-03-26
0