Ganesha capek sekali. Meski seharian ini kerjaannya cuman tiduran di kelas. Tapi tetap aja dia capek karena tidur melulu. Dan di fase seperti ini biasanya mood Ganesha tidak menentu. Maka jangan salahkan dia kalau dirinya membentak Selia yang sangat menyebalkan mengusik ketenangannya.
"Sana pulang sama abang lo!" Ketus Ganesha menyentak tangan Selia yang sedari tadi menarik-narik lengannya.
Sekarang masih awal jam bubaran sekolah. Koridor pada ramai oleh anak-anak yang mau pulang. Dan di tengah keramaian yang bikin hati Ganesha gondok itu, malah muncul Selia minta ditebengi pulang.
Harusnya Ganesha menerima saja keinginan Selia. Toh anak itu tak minta macam-macam. Cuman minta nebeng karena Devan, abangnya yang biasa sama dia pulang pergi lagi ada rapat OSIS. Tapi Ganesha malah menolak mentah-mentah, wajah Selia malah mengingatkannya pada kakek tua bau tanah, Si Bima. Ngeselin banget.
"Jahat banget si Ganesha. Apa salahnya ditebengi coba, mereka kan sepupu."
"Iya, kasian Selia, sampai dibentak gitu."
"Kalau Kak Devan tau adiknya digituin, habis Si Ganesha sama dia."
Komentar-komentar julid mulai bermunculan. Namun tak membuat Ganesha melunak. Ia malah bergegas pergi meninggalkan Selia yang tertatih mengimbangi langkah lebarnya.
"Ganesh, tolong aku sekali ini aja. Aku mohon."
"Naik angkot, bis, atau taksi aja sana! Gue gak mau pulang sekarang." Kata Ganesha dengan acuh lalu menguap.
"Gak mau!" Tukas Selia menghentakkan kakinya, "Kamu kan tau aku gak bisa naik angkutan umum."
Ganesha mencibir, "Manja lo!" Celanya sembari melempar kunci mobil pada Selia yang langsung ditangkap gadis itu dengan gelagapan.
"Lo yang nyetir!"
Mata Selia membulat. Ganesha Sialan! Bocah itu tau Selia masih trauma membawa mobil lantaran terakhir kali menyetir dia malah kecelakaan. Dan sekarang dia dengan entengnya menguruh Selia menyetir. Ganesha gila!
"Ganesh! Aku bilangin Kak Devan, nih!"
"Cepu lo! Pilih nyetir atau gue tinggal?"
Kesal. Selia melempar kunci mobil Ganesha ke tanah. Hell! Dia lebih memilih jamuran nungguin Devan ketimbang harus menyetir lagi.
"Yaudah tinggal aja! Jangan salahin aku kalau kamu dimarahin Opa."
Ganesha mengangguk enteng dan memungut kunci mobilnya, "Gue gak takut sama Opa lo. Bye, Seli...."
Mata Selia membola melihat Ganesha benaran meninggalkan dirinya. Ia menggeram kesal. Dan menyumpahi Ganesha berulang kali. Biar telinganya kebakar, pikir Selia.
Pada akhirnya Selia memilih kembali ke dalam sekolah. Ia pergi ke ruang OSIS dan duduk di kursi yang ada di depannya.
Sementara itu di dalam ruang OSIS, Devan yang tengah memimpin rapat diinteruksi oleh salah satu anggotanya.
"Kak, ada adek lo nungguin di depan."
Devan melirik ke jendela, memang terlihat siluet Selia yang duduk membelakangi mereka dari sana. Yang lainnya juga ikut menoleh ke arah pandang Devan.
"Tadi kalau gue gak salah denger, katanya Ganesha gak mau nebengin dia. Malah kena bentak dianya."
Devan yang mendengar itu langsung memijit pelipisnya. Ganesha sialan! Kenapa anak itu selalu saja bertingkah.
"Samperin dulu aja kak, kasian, kita rapat mau sampe malam masa mau ditungguin."
Devan mengangguk dan izin keluar sebentar. Ia menemui Selia yang sedang memainkan ponsel dengan mata berair.
"Dek...."
Selia menoleh, ia berdiri memeluk kakaknya itu, "Ganesh jahat, hiks. Masa aku disuruh nyetir mobil sama dia?!"
Devan menghela nafasnya berusaha menenangkan adiknya yang mulai terisak. Tapi ia sedikit lega karena Selia tidak nekat menyetir seperti perintah Ganesha. Kalau tidak, bisa-bisa mereka dalam bahaya.
"Kamu tenang dulu, ya.... Sebentar lagi Kakak ada istirahat, nanti kakak antar kamu pulang," Kata Devan dengan sabar menghapus cairan yang menganak sungai di pipi Selia.
"Semua orang sibuk melulu belakangan ini! Gak ada yang temanin aku!"
"Dek.... Kamu sabar dulu ya. Di kantor lagi ada sedikit masalah makanya lagi pada sibuk ngurusinnya. Bentar lagi juga selesai kok."
"Aku mau pulang...."
"Iya, nanti ya. Tunggu kakak sebentar lagi."
"Sekarang!"
Tangis Selia yang makin kencang teredam karena ia membenamkan wajahnya di dada bidang Devan. Ia kesal, marah, sedih. Perasaannya campur aduk. Akhir-akhir ini dia sering diabaikan dan tidak lagi dijadikan prioritas. Selia tidak suka kekosongan yang mereka tinggalkan karena itu. Sebab Selia sudah terbiasa dengan kehadiran mereka. Hingga ketika mereka tiba-tiba menghilang membuatnya merasa kesepian.
Selia tidak punya teman. Dia hanya punya keluarganya. Dia tidak peduli dengan siapapun asal ada keluarganya di pihaknya. Namun mereka malah mengabaikannya! Selia benci! Dia benci saat semua tidak berjalan sesuai inginnya!
........
Seperti ucapan Selia, Ganesha benar-benar kena marah Bima karena membuat cucu kesayangannya menangis. Selain itu juga, Ganesha membuat Selia hampir saja mengendarai mobil lagi.
Dan kini, Ganesha dikurung di kamarnya sebagai hukuman. Berhubung besok sabtu, jadi ia akan mendekam dalam kamar sampai dua hari ke depan hingga hari senen datang lagi.
Ganesha benar-benar tak boleh keluar kamar sama sekali. Pintu kamarnya di kunci dari luar, balkon juga di kunci. Pintu itu hanya akan terbuka saat jam makan Ganesha. Itupun makanannya diantar ke kamar.
"Kenapa gak makan?" Tanya Leo yang masuk membawakan nampan berisi makanan dan ia malah mendapati Ganesha menelungkup di lantai main HP. Sementara makanan yang diantar ART siang tadi masih utuh dimeja di sudut ruangan tanpa tersentuh sedikitpun.
Leo meletakkan makanan yang ia bawa di meja dan duduk di sofa. Sementara Ganesha masih betah rebahan di lantai yang dingin.
"Bangun Ganesha, jangan tiduran disana."
Ganesha menoleh. Bukannya bangkit, dia malah menarik selimut dikasur dan menyelimuti seluruh tubuhnya.
Leo berdecak. Sedari tadi dia bicara namun suara anak itu tak terdengar menyahutinya. Bahkan saat dimarahi Bima sebelumnya pun, Ganesha cuman diam saja.
"Kamu kenapa?" Tanya Leo akhirnya duduk di dekat adiknya. Ia menarik sedikit selimut adiknya itu dan tampaklah wajah pucat Ganesha. "Sakit?" Tanya Leo meletakkan tangannya di kening anak itu.
Ganesha menepisnya dengan kasar, "Jangan sentuh! Pergi sana!"
"Kamu marah?"
"Iya."
"Karena dihukum Opa?"
"Karena kamu berisik. Kepalaku pusing. Dengar suaramu makin pusing."
Leo terdiam, "Itu artinya kamu sakit Ganesha. Tubuhmu juga hangat."
"Kalau dingin berarti aku udah mati."
"Terserah kamu," Pasrah Leo, "Tidur di kasur, lantainya dingin."
"Berisik Leo!"
"Usia kita terpaut tiga belas tahun Ganesha. Saya bukan teman sebayamu. Panggil saya abang."
Kesal, Ganesha memukul kaki Leo. Kepalanya pusing dan nyut-nyutan tapi manusia yang katanya abangnya ini malah ngajak ribut. Selain itu, yang lebih mengesalkan lagi adalah giginya yang berdenyut ngilu tiap kali mendengar suara sedikit saja.
"Bangun Ganesha."
"Diam kenapa sih!" Sentak Ganesha kesal setengah menangis. Dia benar-benar kesal saat ini. Badannya panas, kepalanya pusing, giginya pun ikutan sakit.
Leo menghela nafasnya, "Kamu cepat sekali besarnya, udah gak bisa saya gendong lagi. Jadi saya gak bisa pindahin kamu ke kasur."
"Cih! Kamu gak pernah gendong aku, kenapa bicara begitu."
Leo mengusap punggung adiknya yang tertutup selimut, "Pernah. Kamu aja yang gak tau."
Lalu Ganesha diam. Begitupun dengan Leo. Agaknya dia tak mau membuat adiknya itu marah lagi jika dia terus bicara. Yang Leo lakukan hanyalah mengusap punggung Ganesha yang membelakangi dirinya.
Kakak beradik itu terjebak dalam keheningan. Sampai kemudian Leo merasakan punggung Ganesha bergetar. Disusul isak tertahan anak itu yang sampai ke telinganya.
"Kamu nangis?" Pertanyaan retoris Leo membuat tangis Ganesha pecah.
Leo menarik paksa selimut itu dan menuntun adiknya untuk duduk, "Kenapa? Ada yang sakit?"
"Diam, hiks...." Ganesha mengusap matanya berkali-kali namun tangisnya tak bisa berhenti. "Pergi sana!" Usirnya mendorong Leo namun Leo tak bergerak sama sekali.
"Kita ke rumah sakit, ya?" Bujuk Leo mengusap punggung Ganesha guna menenangkannya.
Ganesha menggeleng dengan punggung tangan mengusap kasar air matanya.
"Kalau gitu saya panggil dokternya kesini. Tapi kamu pindah ke kasur dulu, ya Ganesh."
"Pergi...."
"Ganesh..."
"KUBILANG PERGI! KAMU DENGAR GAK SIH?!"
..............
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments