"Pergi...."
"Ganesh..."
"KUBILANG PERGI! KAMU DENGAR GAK SIH?!"
Cakra dan Devan melongok di pintu begitu mendengar keributan dari dalam. Tak lama Roy juga muncul dibalik mereka melihat apa yang terjadi sebab suara Ganesha terdengar sampai ke ruang kerjanya.
"Ada apa?" tanya Roy mendekati Leo yang masih berusaha menenangkan Ganesha sementara Ganesha sendiri terus-terusan menepis kesal tangan Leo dan membungkus dirinya dengan selimut.
"Ganesh sakit, dad." kata Leo memberi ruang untuk Roy mendekati Ganesha.
"Calm down, Ganesh. Udah jangan nangis lagi. Apanya yang sakit?" Roy bertutur lembut membuka selimut yang membungkus si bungsu. Dilihatnya mata anak itu basah serta wajahnya yang berkeringat. Roy menatap tajam Leo, berfikir mungkin si sulung yang sudah membuat ulah sehingga membuat anaknya menangis.
"Ganesh bilang kepalanya pusing, dad. Dia demam, tapi tiduran di lantai. Pas aku nyuruh pindah jadinya malah begitu," papar Leo dengan singkat dan sejelas mungkin.
Roy beralih lagi pada Ganesha. Mengusap keringat di pelipis anak itu, dapat ia rasakan suhu tubuh Ganesha yang tinggi. Lantas kemudian Roy menarik sang anak kepelukannya.
"Sstt.... Udah, jangan nangis lagi. Nanti kepalamu makin pusing."
Roy mengusap punggung Ganesha pelan untuk menenangkannya. Dia melirik Leo, mengkodenya untuk memanggil dokter. Yang langsung diangguki oleh Leo.
"Pindah ke kasur, ya?" bujuk Roy pelan
Yang entah kenapa hal itu membuat Ganesha kembali mengamuk. Anak itu mendorong paksa Roy agar menjauh darinya. Lalu dia berbenam dibalik selimut lagi dengan sedikit beringsut ke kolong ranjang.
"Kotor Ganesh, jangan kesana," kata Roy yang entah mengapa menjadi extra sabar hari ini.
Melihat Ganesha yang menghilang ke kolong ranjang, Devan dan Cakra yang sedari tadi menonton dari ambang pintu kemudian mendekat penasaran. Ganesha seperti bocah lima tahun yang sedang ngambek dan bersembunyi dari keluarganya. Mereka gak tau harus ketawa atau kasian mendengar anak itu terisak dibalik selimutnya.
"Ganesha..." panggil Cakra mengintip kolong ranjang dan sedikit menarik selimut yang menutupi Ganesha yang segera ditepis kasar anak itu, "C'mon brother. Yang ada kamu kehabisan oksigen kalau membungkus diri seperti kepompong begitu."
"Berisik...." lirih Ganesha dengan suara teredam.
"Devan, tolong panggilkan Sam. Mungkin dia bisa membujuk Ganesha," titah Roy yang sudah hilang akal menghadapi anaknya.
"Om Sam nya dimana?" tanya Devan yang berjongkok di samping Cakra yang masih asik menarik-narik selimut Ganesha meski sudah ditepis berkali-kali oleh anak itu.
"PERGI CAKRA!" Ganesha berteriak marah! Lalu tak lama isakannya terdengar lagi.
Tentu saja, Cakra yang menjadi pelaku utama mendapat tatapan tajam dari Roy. Yang hanya dibalas cengiran tak bersalah anak tengahnya.
"Sam tadi di ruang kerja daddy, kamu panggil dia kesana," kata Roy pada Devan yang segera dilaksanakan anak itu.
"Dokternya belum datang? Bang Leo kenapa lama sekali?" tanya Cakra beruntun.
Roy memijat pelipisnya, "Lebih baik kamu keluar daripada mengganggu adikmu terus disini."
Cakra mengangkat kedua tangannya, "Aku gak ganggu lagi kok."
"Tapi lihat akibat ulahmu, dia menangis begitu."
"Dia menangis karena sedang sakit."
"BISA DIAM GAK SIH?!!"
Mereka mengatupkan mulutnya saat teriakan kekesalan Ganesha yang diiringi tangis kembali terdengar. Lalu tak lama anak itu terbatuk. Cakra dan Roy masih diam, sampai suara batuk Ganesha makin terdengar parah mereka mendadak panik.
"Ganesh, you okay?" tanya Cakra berusaha membuka selimut yang menutupi Ganesha.
"Ganesha, keluar dulu ya?" bujuk Roy ketika Ganesha terus saja menggeleng dengan batuk yang tak berhenti. Nafas anak itu juga terdengar keras dan tak teratur.
"Sam.... Uhuk-hhh...."
Beruntung Sam cepat datang. Bersaman dengan Leo yang membawa dokter pribadi keluarga mereka. Dengan dibujuk oleh Sam, akhirnya Ganesha bisa dipindahkan ke kasur. Dan Sean, selaku dokter sekaligus teman Leo, segera bertindak menangani Ganesha.
"Daddy, Ganesh kenapa?" tanya Selia yang tadi datang bersama Sam dan Regan, kakak tertuanya.
"Demam, ditambah lagi sakit gigi. Mungkin hal itu yang memicu suasana hatinya memburuk," Sean yang menjawab setelah ia selesai memberi infus pada Ganesha yang sudah terlelap karena pengaruh obat yang Sean berikan.
"Pantas dari tadi dia menyuruh saya diam terus," kata Leo yang mendapat delikan tajam dari Roy.
"Dan kamu malah semakin banyak bicara padanya?" tebak Roy. Sebab kalau Leo diam saat Ganesha minta, anak itu pasti tidak mengamuk.
"C'mon dad, saya sudah jelaskan ini sebelumnya."
"Akhir-akhir ini Ganesh sering sakit," gumam Selia yang secara otomatis mengalihkan perhatian semua orang padanya.
...................................................
Seumur hidupnya, Ganesha termasuk orang yang jarang sakit. Tapi entah kenapa, seperti kata Selia, akhir-akhir ini daya tahan tubuh Ganesha menurun mengakibatkan ia cepat lelah dan mudah sakit. Mungkin makan hati dengan ke-pilihkasih-an Bima terhadapnya.
Serius, Ganesha sering berasa jadi anak pungut kalau keingat perlakuan kakek tua itu padanya. Atau gak kayak skenario yang ia bikin, dimana dia jadi anak haramnya Sam yang diadopsi keluarga Tirtayasa tapi ujung-ujungnya terabaikan juga.
Kadang bahkan saking pilih kasihnya kakek tua bangkotan bau tanah a.k.a Bima Tirtayasa itu, Ganesha yang terbilang cuek saja sampai sakit hati.
Oleh karena itu, ketika Bima datang ke kamarnya dan tiba-tiba nanyain kabar, Ganesha syok bukan main.
'Pertanda ape niii??' batin Ganesha penuh tanya. Dia bahkan sama sekali tidak bisa menyembunyikan ekspresi julidnya saking kagetnya dengan Bima yang tau-tau ngecek keningnya. Padahalkan disini yang harus di cek keningnya itu dia, si Bima waras kagak sih?
"Kakek sakit?"
Bima menggeleng, "Gak, sehat kok."
"Ada kebentur gak tadi pas naik tangga?"
Bima mendelik heran, "Enggak."
"Kepleset di toilet? Ouh! Atau demensia, mybe?"
Bima yang awalnya datang dengan damai kini malah memancarkan aura permusuhannya, "Kamu ini bicara apa?"
Tapi Ganesha justru menanggapi dengan maksud lain, "Suaraku gak kedengeran? Serius, kakek kenapa? Kena tumor? Kanker?"
Pada akhirnya kesabaran Bima yang setipis tisu dicemplungin ke air itu habis tak bersisa. Digeplaknya kepala anak Bungsu Roy itu yang setengah berbaring dikasur dengan infus di tangan kirinya.
Ganesha melotot, "Aku sakit gini masih mau disiksa juga?!"
"Cuma kamu satu-satunya cucu saya yang selalu buat saya kesal, Ganesh."
Ganesha mengusap belakang kepalanya sambil mencibir, "Cucu katanya. Padahalkan aku anak pungut."
"Siapa yang bilang begitu?" Roy datang-datang mukanya gak selo.
"Ada yang bilang waktu itu, aku lupa."
Ucapan Ganesha gak sepenuhnya benar. Gak juga sepenuhnya salah. Fifty-fifty gitu kadar kebenarannya. Ganesha gak bohong soal ada yang mengatainya anak pungut Tirtayasa. Tapi ia bohong soal dia yang melupakan siapa pelakunya. Jelas saja, Ganesha yang pendendam itu mana mungkin melupakan orang yang berani buat masalah dengannya. Dia masih ingat dengan orang itu, meski sudah lebih dari 7 tahun berlalu sejak dia dicibir begitu.
Sudah Ganesha tandai orangnya. Lihat saja, nanti dia akan buat perhitungan dengan manusia jahanam itu saat waktunya tiba.
Sedangkan Roy dan Bima hanya menganggap Ganesha ngelantur kayak biasanya. Lagian siapa juga orang goblok yang berani meragukan identitas anak Tirtayasa, pikir mereka. Dan nyatanya orang goblok itu ada. Dia hidup dan bernafas layaknya manusia lainnya. Dan Si goblok itu sangatlah dekat dengan mereka, hingga virus gobloknya menular dan mereka pun goblok berjamaah sekeluarga.
Kecuali Ganesha.
...............
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments