6.New Enemy Unlock

.

.

.

"Just let go, Cakra."

Cakra yang semula akan mengambil tisu-tisu yang bertebaran di lantai kamar Ganesha mengurungkan niatnya saat si pemilik kamar melarangnya. Bukan, bukannya Cakra manut dengan Si Bungsu yang 11 tahun lebih muda darinya itu. Tapi telinga Cakra gatal rasanya lantaran Ganesha gak pernah mau menyematkan panggilan abang padanya.

"Panggil aku abang, Ganesh. Kenapa susah sekali mulut kamu mengucap kata itu?"

Ganesha yang duduk bersila di tengah kasurnya membuka bungkus tisu kesekian untuk ia buang-buang sesuka hati, "Sebenarnya kamu itu adik aku, tapi kamu curang dan nyuri start lahir duluan. Mana dulu banget lagi, beda sebelas tahun."

Cakra berdecak. Merasa tidak akan menang melawan si bungsu. Ia akhirnya menyerah dan keluar dari kamar mencari Sam. Asisten ayahnya itu mungkin bisa menghentikan kelakuan Ganesha yang nyampah tisu di kamarnya.

Ganesha pikir hidupnya akan tenang setelah Cakra lenyap di balik pintu. Tapi Selia malah muncul dan bikin dia sakit mata dengan penampakan sepupunya itu.

"Ihh Ganesh, kamar kamu kotor. Kenapa banyak sampah tisu?" Selia memandang jijik lautan gumpalan tisu di lantai. Mengira kalau itu bekas mengelap sesuatu. Padahal itu cuman hasil keisengan Ganesha saja.

"Itu bukan sampah, tapi seni," Ganesha menyahut acuh sambil melemparkan gumpalan tisu di tangannya ke arah Selia yang berdiri di ambang pintu, "Lo mana ngerti!"

"Aku bilangin Opa ya kamu!"

"Bilangin sana! Gue gak takut." Sahut Ganesha dengan wajah pongahnya. "Lagian Opa lo bangkrut apa gimana sampai numpang di rumah gue?"

Selia mencebik, "Ini rumah daddy Roy, bukan rumah kamu."

"No, no," Ganesha menggoyangkan telunjuknya, "This my home. Wilayah teritori gue. Kalian semua cuma numpang!"

Kesal, Selia menghentakkan kakinya, "Kubikin kamu diusir nanti. Awas aja!"

Selia menutup pintu dengan kasar. Sementara Ganesha gak peduli dan malah berdiri di kasurnya semakin semangat melempar tisu ke mana-mana. Berasa lagi selebrasi atau semacamnya dia. Soalnya ini hari terakhir Ganesha di hukum. Giginya juga udah gak nyut-nyutan lagi. Infus ditangannya udah raib. Besok, Ganesha resmi BEBAS!

Setelah puas menebar tisu ke setiap sisi kamar dan menendang bantal dan selimutnya hingga berserakan ke sana kemari, Ganesha meloncat turun dari kasur. Ini hari terakhir hukumannya, dan berkat sakitnya dia kemarin hukumannya di diskon sehingga sekarang dia bisa berkeliaran di rumah asal jangan keluar dari gerbang saja.

Ganesha yang love home very much tentu fine saja dengan hal itu. Udah dibilang kan, rumah ini teritorialnya. Daerah dengan dia sebagai penguasa utama disini. Jadi, sebagus-bagusnya dunia luar, masih bagus lagi rumahnya tercinta.

"Mau kemana?" Tanya Devan yang berpapasan dengan Ganesha saat akan menaiki tangga.

Ganesha mendelik. Selama dia dikurung rupanya markas besarnya diambil alih oleh Si Bima dan antek-anteknya. Mereka pindahan apa gimana, kok gak pergi-pergi dari kemaren-kemaren.

"Not your business!" Ganesha menjawab ketus dan melompati tiga anak tangga terakhir sekaligus dan melenggang menuju halaman belakang yang ada kolam renangnya.

Sementara Devan yang diperlakukan begitu hanya bisa geleng-geleng kepala dengan wajah maklum, "Up to you, mr. Trouble Maker."

.....................

Niatnya Ganesha mau berenang. Tapi begitu sampai di kolam sudah ada Regan disana lagi baca buku di kursi malas. Ganesha jadi males nyemplung ke kolam melihat eksistensi makhluk lain disana. Dia yang terbiasa sendiri di rumah jadi gondok lantaran rumahnya serame ini, kemana pergi pasti ada aja makhluk hidup lain yang ia temui.

"Kenapa?" Tanya Regan lantaran bungsunya Roy itu hanya diam memandang sengit padanya sedari tadi. Ini anak ada masalah hidup apa sih, pikirnya.

Ganesha menggeleng kemudian duduk bersila di pinggir kolam. Cukup lama ia mengamati riak air kolam yang tenang. Sampai kemudian badan bongsor Leo menghambur ke dalam kolam membuat air terciprat mengenai Ganesha yang lagi anteng-antengnya ngelamun.

"Anj—" Umpatan Ganesha tertahan saat merasakan tangan dingin yang memegang kupingnya bersiap menjewer seandainya kalimat mutiara itu ber tumpahan dari mulutnya. Ganesha menoleh, ia mendapati Regan berjongkok di sebelahnya dengan senyum iblis.

"Mau ngomong apa kamu tadi?" Tanyanya dingin. Regan ini orangnya paling gak suka dengan toxic society, apalagi itu di di keluarganya sendiri. Semua orang tau itu, termasuk juga Ganesha.

Tapi karena Ganesha ini gak ada takut-takutnya, makanya dia ngejawab enteng, "Anjing."

Yang mana membuat Regan tak segan-segan menarik telinga anak itu sampai memerah. Ganesha mengaduh kesakitan, tapi bukannya kapok dia malah makin menjadi.

"Sialan, lepas!"

"Oh, berani kamu ya," Regan yang merasa tertantang makin tak mau melepas kuping bocak tengil itu. Bodo amatlah dengan teriakan Ganesha yang bikin kuping berdenging. Bocah pembangkang ini harus dikasih pelajaran biar kapok.

Tapi, Regan, ini Ganesha loh. Genesha yang kamu tantang. Mana mau tunduk anaknya. Bima aja yang notabane nya penguasa terbesar Tirtayasa dia jabanin apalagi elu Regaannn.

"Lepasin kuping gueeeee jomblo laknat sialan!!!!"

Ganesha menendang Regan hingga akhirnya ia bisa terbebas. Sementara itu Leo hanya tergelak melihat adiknya dan sepupunya yang cekcok sambil berenang gaya punggung.

"Duh, Ganesh. Mulut ama kelakuanmu sama-sama bar-bar," keluh Regan merasakan pantatnya sakit akibat terjatuh di lantai karena tendangan Ganesha. Sementara Ganesha hanya mengusap-usap telinganya yang terasa panas akibat ulah Regan.

Ok. New enemy unlock. Sudah Ganesh tandai si Regan. Liat aja nanti, dia balas jaka tua satu itu.

"Sini Ganesh, berenang dengan saya. Biar adem lagi telinganya, merah gitu," kata Leo menepuk-nepuk air di sebelahnya seperti bocah dengan sisa-sisa tawanya.

Ganesha mencebik namun tak urung membuka baju kaos yang ia kenakan menyisakan celana pendeknya. Mending dia nyebur ke kolam dari pada ngehadapin Regan, ditambah lagi Cakra dan Devan yang baru nongol.

"Kenapa, bang?" tanya Devan mengulurkan tangannya membantu Regan untuk berdiri.

Regan mendengus, "Diseruduk banteng."

Cakra dan Devan saling pandang dengan heran. Sementara banteng yang menyeruduk Regan sedang baku hantam dengan Leo di dalam kolam.

....................

Sekarang adalah hari senen. Hari kebebasan yang tidak Ganesha syukuri sepenuhnya. Dimana, di Senen pagi yang cerah mentereng ini ia harus berdiri di garda terdepan menyaksikan serangkaian kegiatan upacara bendera yang udah berasa simulasi neraka. Terik matahari pagi ini benar-benar gila, bikin kulit serasa mau mengelupas saking panasnya.

Tapi, masalah terbesarnya bukan itu. Melainkan kepala sekolah yang tadi berceramah panjang lebar selama hampir satu jam sekarang melanjutkan mengomeli para murid yang terlambat dan tak menaati aturan lainnya yang dibariskan di bagian depan.

"Yaelah! Mereka yang bikin ulah kenapa kita yang kena siksa sih?!" Gerutu salah satu teman sekelas Ganesha, Jenar namanya, si ketua kelas yang berdiri di sebelahnya.

"Iya anjir, gak ngotak banget sumpah. Mereka mah enak berdiri tempat teduh, lah kita? Nyaris mateng ini dibakar matahari," Sambung Cece, si ceriwis bertubuh mungil dengan suara toa di kelas Ganesha. Btw nih cewek jabatannya Bendahara. Berkat dia, uang kas mereka full, gak ada satupun yang telat bayar.

Ganesha mendengus kesal. Celotehan orang-orang yang berdiri di belakangnya sangatlah mewakilkan perasaannya saat ini. Karena capek, Ganesha kemudian memutuskan berjongkok. Yang mana dia langsung mendapat tepukan di bahu dari Jenar.

"Berdiri oi! Entar keciduk, kena amuk pula kelas kita," Peringatnya menarik lengan baju Ganesha yang membuat anak itu mau tak mau berdiri lagi.

"Pusing gue, Jen."

"Eh, iya, lo kan baru sembuh, ya?" Cece menyahut.

"Mau dipanggilin anak PMR gak? Mayan cakep, bisa sekalian ngeteh juga di UKS," Tawar Denis menaik turunkan alisnya dan melirik anak PMR yang berjaga di belakang barisan.

Ganesha menggeleng, "Ogah! Yang piket hari ini cewek centil semua," Tolaknya mentah-mentah.

Denis mencibir, "Belagu amat anjir, sebagai cowok gue yakin pasti ada secuil euforia di otak lo pas dicentilin mereka."

"Gak mungkinlah begitu, kalau pun benar bisa mampus si Ganesh ditangan Agnea," Celetuk Cece mengedikkan dagu pada barisan kelas sebelah, kelasnya Agnea.

Ganesha mengernyit bingung, "Kenapa gitu?"

"Dia cewek lo kan? Gimana gak cembokur cowoknya dideketin cewek gatel."

"Lo salah," Interupsi Jenar, "Mereka cuman teman rasa pacar. Friendzone garis keras."

"Sialan!" Ganesha mencebik sadar dirinya sedang diledek. "Bukan friendzone tapi emang belum waktunya aja."

"Widih, ada niatan mau nembak tampaknya tuan Tirtayasa ini," Seloroh Denis namun dibalas gelengan oleh Ganesha.

Cece menatap skeptis teman sekelasnya yang udah kayak ATM berjalan kelas mereka itu, "Lo mau ngegantungin anak perawan orang sampe kapan Zaenudin!"

"Zaenudin siapa?" Tanya Ganesha tapi kemudian dia menggeleng merasa itu bukan hal yang penting.

Jenar merangkul bahu Ganesha begitupun Denis yang berdiri di belakangnya ikutan mendekat, "Lo perhatiin deh. Dipandang-pandang, diamati, selidiki, teliti. Agnea tuh, Hawa yang didambakan para Adam. Lelet dikit lo bisa kecolongan."

Ganesha mengikuti arah pandang Jenar yang mengarah pada Agnea yang kini bersembunyi di belakang tubuh salah satu anak laki-laki di kelasnya guna menghindari panas matahari. Ia kemudian mengedikkan bahu acuh, "Seberapa banyak pun yang deketin dia, kalau hatinya di gue, ya tetap bakal punya gue."

Jenar berdecak kesal dan melepas rangkulannya dengan kasar, "Kesel anying lo pede gila tingkat dewa!"

Dan Denis merampungkan kalimat yang mewakilkan perasaan Jenar itu, "Tapi memang itu kenyataannya."

...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!