15.Kesayangannya Uncle Ganesh

"Pagi Ganesh!"

Ganesha menoleh. Sepersekian detik, ia tersenyum, "Pagii.... Nea."

Setelahnya tak ada percakapan lebih lanjut sebab Ganesha lebih dulu diseret oleh Jenar dan Denis menuju kelas mereka.

Sementara Agnea yang melihat Ganesha semakin menjauh, melunturkan senyumnya. Ia menatap lamat-lamat. Kemudian melanjutkan langkah menuju kelasnya sembari bersenandung kecil.

"Hai, Nea."

Agnea bersedekap melihat Selia berdiri di hadapannya dengan senyum manis yang ia tau tersirat cemoohan di dalamnya.

"Lo tuh sebenarnya mau apa dari Ganesha?" Tanya Selia to the point.

Agnea menelengkan kepalanya menatap Selia dengan alis terangkat sebelah, "Apa peduli lo?"

Selia berpikir sejenak, "Gak peduli-peduli amat sih. Kepo aja," Ujarnya santai tapi kemudian dia berdecak, "Ya jelas peduli lah bego! Gitu-gitu Ganesh musuh gue dari lahir."

Agnea menatap rumit Selia, "Gue jelasin pun lo gak akan paham." Setelahnya ia pergi begitu saja meninggalkan Selia yang masih tak habis pikir, apasih yang Agnea cari dari sepupunya sampai segitunya Ganesha ia permainkan.

"Cantik ya...." Ujar Gentala yang entah muncul dari mana sambil memandang penuh puja pada Agnea yang semakin jauh di depan sana.

Selia merotasikan matanya malas, "Cantikan gue kali," Ketusnya menarik dasi Gentala untuk pergi dari sana.

Gentala? Dia manut aja tuh digituin dengan senyum konyol di wajahnya.

"Gue berasa lagi di posesif in kalau lo giniin, Seli."

"Sinting!"

.

.

.

Masih ingat gudang tempat Ganesha memergoki Agnea yang berduaan sama Kiel? Dan sekarang Ganesha berada di tempat yang sama. Duduk diatas meja bekas yang penuh coret-coretan.

Ganesha gak bolos kok. Dia udah izin tadi sama guru yang mengajar di kelasnya mau keluar sebentar. Ya walau sebentar nya itu udah hampir lewat dua jam pelajaran masih belom balik juga ke kelas.

Terdengar langkah kaki mendekat. Ganesha yang baru akan menutup mata terpaksa menunda niatnya untuk tidur. Terlihat jelas Kiel yang mematung, tampaknya tidak menyangka akan bertemu Ganesha disana.

"Bolos lo?" Tanya Ganesha.

Kalian tidak lupa kan kalau Kiel itu beda sekolah sama Ganesha dan Agnea? Sepertinya Kiel berniat menghancurkan tittle anak baik-baik yang disandangnya di sekolah barunya. Sebab, belakangan ini bukan sekali dua kali Ganesha melihat temannya itu muncul di sekolah ini.

"Lo sendiri?" Kiel balas bertanya. Dia menarik salah satu kursi dan duduk disana dengan satu kaki naik ke kursi.

Ganesha tidak menjawab. Dia hanya mendengus dan memejamkan mata lagi sembari bersandar ke dinding. Entah kenapa dia capek sekali rasanya, padahal dari tadi kerjaannya cuman duduk saja.

"Lo.... Gak marah?" Kiel bertanya ragu-ragu.

"Marah kenapa?"

Kiel memperhatikan lekat-lekat temannya itu yang masih setia memejamkan mata, "Tentang gue dan Agnea...."

Ganesha bergumam cukup lama. Kemudian dia berdehem, "Gimana ya bilangnya..... Habisnya setiap  orang itu punya hati kan. Gue mau marah pun gak akan mengubah fakta kalau lo suka Nea begitu pun sebaliknya."

Kiel tertawa hambar ketika Ganesha menganggap ada timbal balik dari hubungannya dengan Agnea,  "Sejak kapan lo tau kalau gue suka dia?"

"Awal semester ini, pas lo pindah. Tapi pasti lo udah suka dia lebih lama dari itu. Maaf ya, gue telat nyadarnya."

Kiel yang awalnya berniat merokok memilih membuang rokok itu ke lantai dan menginjaknya sampai hancur. Selanjutnya ia pergi dari sana setelah mengumpat dengan putus asa.

"Sialan lo, Ganesha."

.

.

.

"Sasaaa....  Hey, look. Uncle's here!"

Ganesha menepuk-nepuk tangannya berusaha menarik perhatian Ayudisa yang lagi telungkup di karpet. Si bayi gembul itu masa bodoh aja dan lebih peduli dengan bebek karet yang dibelikan ayahnya.

"Sasaaaaa......" Ganesha masih tak menyerah. Sampai akhirnya ia capek sendiri karena dikacangin.

"Lagian kamu ngarepin apa sih, dek? Ponakan mu itu masih belum bisa ngerangkak, mana bisa nyamperin kamu yang duduk jauhan gitu," Tutur Viona yang datang membawakan bubur ketan hitam pesanan Ganesha.

"Ya mana tau aja kan tiba-tiba bisa gitu," Sungut Ganesha yang akhirnya menyerah dan mengambil alih Ayudisa untuk ia pangku. Lalu ia ciumi bayi yang beraroma minyak telon itu hingga si bayi ketawa gemesh karena kegelian.

"Makan buburnya Ganesh, Sasa nya biar sama Teteh dulu."

Ganesha menggeleng, "Teteh istirahat aja, Sasa aku yang jaga. Buburnya juga bakal aku makan kok, aman, teteh tenang aja."

Viona mengulas senyum, "Yaudah, deh kalau kamu ngomongnya begitu. Teteh titip Sasa ya, mau mandi sebentar."

Setelah mendapat anggukan dari Ganesha, Viona beranjak dari sana. Meninggalkan Ganesha yang menyahuti celotehan random Ayudisa.

"Bubu...."

Ganesha tersenyum manis ketika tangan mungil Ayudisa menepuk-nepuk pipinya, "Bukan bubu. Ini Ganesh. Uncle Ganesh. Coba bilang, Un-cle Ga-nesh."

"Essch...." Celetuk si bayi menepukkan kedua tangannya. Yang membuat Ganesha makin gemas dan menciumi wajah ponakannya itu bertubi-tubi.

"Lucuukk banget kamu tuh! Tau gak, sih?!"

Ayudisa?  Ketawa cakep aja dia. Sadar diri, dia emang gemesin dan kiyut overload. Wajar kalau Uncle nya jadi bucin mampus begitu.

....

.

.

Entah sudah ke berapa kali Leo menghela nafasnya hari ini. Dia udah capek nemuin klien sana sini. Dan di rumah dibikin tambah capek lagi dengan adiknya yang gak mau melepas anaknya sedetik pun.

"Duh, Ganesh. Sekarang udah malam, kalau terlalu larut nanti bahaya."

Jadi begini ceritanya. Viona masih belum pindah ke rumah itu, atau tepatnya gak bakal pindah sih soalnya kan Leo sudah membuatkan rumah untuk keluarga kecil mereka. Palingan dia datang sekali dua hari atau kadang bisa tiap hari karena Ganesha yang terus-terusan nanyain ponakan kesayangannya.

"Teteh disini aja sama Sasa. Biar Leo yang pergi," Pinta Ganesha memelas menatap Viona.

Leo mendelik berbeda dengan Viona yang mengusap sayang kepala Ganesha, "Nanti kamu main aja ke rumah Teteh, ya kalau kangen Sasa. Sekarang Teteh sama Sasa nya pulang dulu."

Ganesha mencebik ketika Leo memelototinya. Mau tak mau ia berikan Ayudisa pada bapak-bapak anak satu itu sebelum dia ngamuk. Bukannya Ganesha takut ya, dia gak mau aja ponakan tercintanya syok liat muka bapaknya yang keluar kodam nya.

"Jangan banyak tingkah kamu, Ganesh. Yang nurut sama daddy."

"Daddy doang kan? Cakra gak perlu diturutin."

Cakra yang duduk di sofa hanya bisa pasrah saja. Dia yang diem doang masih dinistain juga sama adeknya itu. Apalagi kalau ikutan ngomong, bisa diinjak-injak harga dirinya sama anak itu. Jadi mending Cakra diem aja deh. Cari aman.

.

.

.

Tengah malam kondisi Ganesha memburuk. Ia merasa perutnya mual bukan main yang menyebabkan ia muntah-muntah dan harus bolak balik  ke kamar mandi. Terakhir, pukul 2 dini hari, Ganesha terduduk di lantai kamar mandi setelah mencuci mulutnya. Ia bersandar di dinding dengan kondisi yang sudah lemas.

"Astaga Ganesha!" Cakra berseru panik saat menemui adiknya yang terduduk di lantai kamar mandi yang dingin. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan berniat mengecek adiknya sebelum tidur. Dan dia malah mendapati hal seperti ini.

"Bang, sakit...." Rintih Ganesha ketika Cakra berjongkok di sebelahnya.

Cakra mengusap peluh yang membanjiri wajah adiknya itu, "Tahan sebentar ya, kamu pindah ke kasur dulu." Kemudian ia memapah Ganesha dan membaringkannya di ranjang.

Setelahnya Cakra keluar mengambilkan air minum untuk membantu anak itu minum obat. Beruntung Ganesha sekarang gampang kalau disuruh minum obat. Kalau tidak Cakra tidak tau harus melakukan apa melihat adiknya yang merintih kesakitan.

Setelah memastikan Ganesha tidur dengan nyaman, Cakra beranjak menuju balkon menghubungi ayahnya yang pergi dinas siang tadi. Makanya Cakra memilih tidak lembur dan membawa pekerjaannya ke rumah untuk mengawasi Ganesha.

Namun belum juga panggilan tersambung, Cakra mendengar suara kesakitan Ganesha. Betapa terkejutnya ia ketika berbalik adiknya itu segera berlari menuju kamar mandi.

Cakra buru-buru masuk ke dalam. Ia makin panik saat melihat tetesan darah di lantai. Ketika sampai di kamar mandi ia menemui Ganesha yang menunduk di wastafel berusaha menyeka darah yang terus-terusan keluar dari hidungnya.

"Halo, Cakra, ada apa?"

Cakra terkesiap. Ia menatap ponsel yang ada di genggamannya yang rupanya sudah terhubung dalam panggilan telepon dengan ayahnya.

"Dad, Ganesh mimisan lagi," Ujar Cakra to the point sambil membantu Ganesha menyeka darahnya. Ia lalu mengapit pangkal hidung Ganesha guna menghentikan darah terus mengalir, "Dia tadi juga muntah-muntah. Ini.... Aku harus gimana?"

Terdengar suara grasak-grusuk di seberang sana sampai Roy kemudian menyahut, "Daddy akan segera pulang. Kamu bawa Ganesha ke rumah sakit, Sam sedang menghubungi Sean."

.

.

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!