Setelah selesai mandi anabia turun ke bawah mencari keberadaan vano. Ia berjalan pelan menyapu pandangannya di setiap ruangan tapi tak juga ia menemukan keberadaan vano. Ia pun berjalan keluar namun hasil tetap nihil. Letih mencari vano ia pun memilih masuk pelan - pelan ia melangkah karena bagian intinya masih terasa sakit. Ia duduk di kursi yang berada di sudut ruangan. Tak lama perutnya berbunyi petanda si perut minta di isi. Ia pun terpaksa menyeret kedua kakinya mendekati meja makan yang sudah tersaji banyak makanan. Ia melihat seorang wanita paruh baya tengah melakukan aktivitas bersih - bersih.
"Mari dimakan non", kata wanita tua itu menyapa.
"Terima kasih bik. Apa bibik melihat vano?", tanya anabia menduduki kursi meja makan.
"Den vano tadi bibik lihat lagi muter - muter seputar villa ini non", jawab wanita tua itu jujur.
"Apa vano sudah makan bik?", tanya anabia memastikan mulai melahap makanannya.
"Sudah non. Tadi den vano juga pesan ke bibik menyuruh non untuk segera makan kalau non sudah bangun", kata wanita tua itu kembali jujur. Tak lama setelah anabia selesai makan vano pun tiba di hadapannya.
"Kamu dari mana saja?", anabia bertanya.
"Berkeliling", jawab vano membelai lembut pipi anabia.
"Apa masih sakit?", tanya vano menunjuk bagian inti anabia. Muka anabia memerah dengan pertanyaan vano. Anabia mengangguk pelan sebagai jawabannya.
"Dari mana kamu tau?", tanya anabia merasa heran karena ia merasa vano sebelumnya tak tau kalau bagian intinya sakit.
"Setiap wanita pasti akan merasakan sakit jika itunya di robek", jawab vano menjelaskan.
"Apa kamu ingin kembali ke kamar?", tanya vano memastikan.
"Tidak, aku bosan di kamar terus", jawab anabia singkat.
Vano mendekati bibirnya pada bibir anabia, ia ******* lembut bibir sexy anabia. Anabia tak tinggal diam ia membalas ciuman vano, ia mengemut lidah vano bertubi - tubi. Vano menggendong tubuh anabia menaiki tangga dengan ciuman yang masih terus bejalan. Anabia mengalungkan kedua tangannya di leher vano. Vano memasuki kamar merebahkan tubuh anabia di atas ranjang. Perlahan ia membuka pakaian anabia dan melemparnya asal yang berada di bawah kukukngannya. Tinggal lah pakaian dalam anabia yang masih melekat di tubuh sexy anabia. Untuk sesaat vano melepas ciumannya dan kini gilirannya membuka semua pakaian yang ia kenakan dan juga melemparnya asal. Kini vano telah polos tanpa sehelai benang yang melekat di tubuhnya. Kembali ia menciumi bibir anabia sambil kedua tangannya membelai lembut pipi anabia. Ciumannya beralir kepipi, mata dan dahi anabia dan setelahnya ia meninggalkan tanda merah di bagian leher dan bagian bawah lainnya. Sedang tangan vano sibuk membuka pakaian dalam anabia dan melemparnya asal. Lama ia menatap tubuh polos anabia. Hingga akhirnya ia melakukan penyatuan itu lagi. Terdengar keras ******* yang keluar dari mulut anabia membuat vano semakin semangat memompanya. Kedua mata anabia meram melek menikmati permainan vano di atas tubuhnya. Berkali - kali mereka melakukan hingga akhirnya mereka lemas terkulai dan tak berdaya. Vano mencium kening anabia dan memeluk tubuhnya erat. Anabia yang mulai agresif kini ia berada duduk di atas tubuh vano, vano pun ikut duduk guna menyeimbangi tubuh mereka. Dan anabia kembali mencium bibir vano dengan rakusnya. Vano yang mendapat serangan tiba tiba itu pun semakin mendalamkan ciumannya. Bersamaan dengan itu davion tiba di villa tempat anabia dan vano berada. Davion memasuki rumah yang tak terkunci itu. Ia mencari sosok yang ia cari tapi ia tak menemukannya. Ia pun menaiki tangga dengan langkah pelan mengarah lantai dua. Iya membuka pintu kamar satu persatu dengan pelan. Hingga akhirnya davion membuka pintu kamar yang di tempati anabia dan juga vano.
"Cklek", pintu terbuka pelan namun mereka tak menyadari ada seseorang yang masuk dan melihat aksi panas mereka. Meski tubuh anabia membelakangi davion namun davion sangat mengenal tubuh dan suara ******* itu.
"Duuuaaarrrr...", bagai disambar petir rasanya hati davion. Sakit ia melihat pemandangan di depannya ditambah ******* mengerang. Tubuh davion terpaku, kakinya melemas, seakan dunia ini runtuh di atas tubuhnya, ia merasa tak berdaya. Tak lama, ketika mereka berpindah posisi berbalik, anabia tanpa sengaja menatap sekilas ke arah pintu. Karena kaget reflek ia melepas ciumannya dan menutup dadanya dengan selimut. Vano heran dengan pelepasan anabia, vano mengikuti arah mata anabia. Dan betapa terkejutnya vano melihat ada seorang lelaki tak di kenalnya masuk ke dalam kamarnya.
"Jadi ini alasan kamu menolak ajakan ku menikahi mu?", tanya davion berapi - api. Davion masih tetap berdiri di depan pintu kamar. Sedang vano mengambil celana yang tak jauh darinya dan mengenakannya. Beruntung celana yang lemparnya tadi tak berada jauh. Sedang bajunya tak ia pakai. Ia ingin sekali menerkam davion yang besikap kurang ajar telah memasuki kamar ini dan ia juga ingin tau siapa davion bagi anabia.
"Jawab.....", bentak davion semakin membuat anabia takut. Vano yang telah selesai mengenakan celana pun mendekati davion dan melayangkan kepalan tangannya untuk meninju davion. Tapi sayangnya belum lagi sampai tangan itu di wajah davion dengan cepat davion menangkap tangan vano dan melintintirnya ke belakang dengan satu tangannya. Sedang tangan lainnya mencekik leher vano sampai memerah. Melihat itu anabia mengambil handuk vano yang terletak tak jauh darinya untuk ia kenakan. Sangat tidak mungkin bagi anabia memungut pakaiannya yang jauh disana terlebih pakaian dalamnya berada tepat di kaki davion. Setelah memakai handuk ia pun berlari ke arah mereka untuk mencegah davion.
"Davion hentikan", jerit anabia menarik paksa tangan davion agar terlepas dari leher vano. Vano memerah dia kehabisan nafas, davion tak juga melepaskan cekikannya. Vano berusaha berkali - kali meninju dada davion dengan menggunakan sikunya agar ia terlepas dari cekikan davion tapi vano tak berhasil. Anabia semakin meradang melihat vano yang kesakitan.
"Lepasin dav, lepasin dia", pekik anabia lagi memukul dada davion. Davion menoleh pada anabia melihat tubuh anabia penuh dengan tanda merah hatinya sungguh tersayat melihat tanda itu. Dengan kelengahan davion yang melihat tubuh anabia bertelanjang dada, vano menggunakan kesempatan itu agar terlepas dari davion.
"Brugh..", vano menyiku dada davion dan berhasil terlepas darinya.
"Uhuk .. Uhuk..", batuk vano kehabisan nafas.
"Brugh..", vano memukul wajah tampan davion dengan kepalan tangannya. Davion mundur beberapa langkah menerima pukulan dadakan dari vano. Nafas vano tersengal kehabisan nafas, wajahnya memerah.
"Uhuk.. Uhukk..", kembali ia terbatuk dan berusaha mengambil nafas. Anabia berusaha membantu vano duduk di tepi ranjang sambil tangannya mengusap lembut punggung polos vano.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments