"Kamu tidak pa - pa?", tanya anabia cemas mengelus wajah tampan vano yang membiru. Anabia merasa bersalah pada vano karena anabia juga telah menduakannya selama ini.
"Siapa dia?", tanya vano menggenggam kuat tangan anabia yang berada di wajahnya. Anabia menakut saat vano menyakiti tangannya.
"Awwww..", pekik anabia kesakitan.
"Aku tanya sekali lagi siapa dia?", Bentak vano semakin menggenggam kuat tangan anabia. Tapi anabia masih enggan menjawab dan memilih diam. Anabia bingung harus bagaimana ia mengatakan yang sebenarnya. Mau berbohong juga tidak mungkin, semua sudah terlanjur mengetahuinya. Sedang davion sudut bibirnya mengalir deras cairan kental berwarna merah. Davion menghapus darah segar di sudut bibirnya dengan satu ibu jari davion. Dan kembali ia menghampiri vano dan menghajar vano lagi.
"Brugh..", kepalan tangan davion mendarat di perut vano. Vano tersungkur dan bangkit, kali ini ia ingin menghajar davion lagi. Vano menancap kuat kepalan tangannya namun kepalan tangan itu mengudara dan di dahului oleh pukulan davion padanya.
"Brugh...", lagi davion menghantam keras bagian sudut bibir vano. Yang juga sama di dapatinya oleh vano. Vano memegangi ujung bibirnya yang sudah mengeluarkan darah. Sedang anabia ketakutan melihat aksi laga keduanya.
"Hentikaaan..", teriak anabia berusaha menghentikan. Namun seakan tuli davion mengabaikan jeritan anabia.
"Tolooooong... tolong aku...", teriak anabia lagi berlari ke arah pintu berharap ada yang mendengar dan mau menolongnya. Lagi davion menulikan telinganya seakan tak mendengar apa pun dan terus meghajar vano.
"Brugh...", lagi ia menghantam mata kiri vano. Dan kali ini dengan cepat vano membalas dan berhasil pukulan keras vano melandas di perut davion. Davion hampir jatuh ke lantai tapi dengan cepat ia memegang sudut meja yang berada di dalam kamar dan ia tertatih berhasil bangun kembali. Davion berdiri tegak di hadapan vano dan anabia, tatapan vano menyalang pada anabia. Kini davion beralih menatap vano yang juga sama menatapnya dengan pikiran masing - masing. Davion menggila membabi buta, ia melangkah maju dan menghentakkan lututnya di perut vano dengan kedua tangannya bertumpu di bahu vano dengan berkali - kali berganti lutut. Lalu ia menghujani pukulan di seluruh bagian wajah vano berkali - kali. Tampak wajah vano membiru sempurna dengan waktu yang singkat. Tak sampai disitu ia berlanjut menyendul kepalanya pada kepala vano seperti orang yang menyendul bola ke dalam gawang dengan sangat keras. Vano terhoyong mendapat sendulan keras di kepalanya. Sementara anabia yang dari tadi menjerit minta pertolongan, namun naas tak ada seorang pun yang menolong vano. Dengan begitu davion semakin membabi buta memukuli vano hingga cairan merah bertekstur kental mengalir sempurna di kedua lubang hidung vano dan juga bibir vano. Vano pasrah tak bisa melawan, ia benar - benar tak bertenanga atas hantaman davion yang di hujani padanya. Masih tak puas sampai di situ davion menendang vano berkali kali dengan kedua kakinya.
"Aaaaaa... Brugh... brugh..." lagi davion menendang tubuh vano berkali kali.
"Hentikan dav ku mohon hiks.. hiks..", tangisnya memegangi sebelah kaki davion.
"Aaaaaa brugh... brugh...", satu kaki davion sempurna menginjak dada vano dengan hentakan yang sangat kuat. Darah segar bertubi - tubi tertuang jelas di lantai dari mulut vano.
"Uhukk... Uhukkk..", vano berusaha bangun tapi ia kembali terjatuh di lantai dengan posisi terlentang seperti tadi. Baru saja davion ingin mengangkat kakinya kembali tapi anabia menahannya.
"Aku mohon jangan dav, hentikan hiks.. hiks...", pintanya memeluk sebelah kaki davion. Hingga davion menghentikan aksi gilanya. Vano benar - benar terkapar di lantai dan tak berdaya. Davion menepis kuat tangan anabia yang memeluk sebelah kakinya, ia merasa jijik di sentuh oleh anabia. Anabia yang tau diri pun menjauhi tubuhnya dari davion. Anabia tau arti tepisan itu. Tak di pungkiri hati anabia sakit melihat perlakuan davion barusan padanya. Anabia yang selama ini mengenal davion dengan penuh lembut kini berubah menjadi singa yang ganas. Anabia menunduk berlutut di hadapan davion dengan tubuh yang masih terbungkus handuk sedada. Kini pandangan davion beralih pada anabia. Untuk sekali lagi ia melihat tubuh anabia dengan banyak tanda merah. Rambutnya yang ia ikat keatas semakin memperjelas tanda merah di seluruh tubuhnya. Davion semakin jijik melihat wanita yang dulu ia cintai. Baru kali ini davion melihat bagian tubuh anabia yang selalu tertutup. Kini davion melihatnya terpaksa dan memandang rendah pada wanita yang pernah meratui hatinya. Tak sengaja mata davion menangkap pakaian dalam bagian atas yang di yakininya milik anabia tepat berada di kakinya, ia semakin betambah jijik pada anabia. Davion pun menggeserkan kakinya menjauhi pakaian dalam bagian atas milik anabia. Sungguh davion benar - benar jijik kakinya telah menyentuh pakaian dalam bagian atas anabia yang sudah terjamahkan oleh vano, sekali pun ia menggunakan sepatu seperti saat ini namun davion tetap merasa jijik. Anabia melihat itu sungguh terpukul, betapa jijiknya davion sekarang padanya. Davion terus menatap anabia dengan tatapan tajam seakan ingin membunuh. Anabia tak memperdulikan tatapan davion padanya, anabia memberanikan diri menarik pelan pakaian dalam bagian atas miliknya dan menggenggamnya dengan erat dipaha anabia yang masih dalam keadaan berlutut. Lagi dan lagi davion jijik melihat dalaman itu, ia memalingkan pandangannya ke lain tempat. Anabia tak menyangka davion berubah secepat ini padanya.
"Katakan pada ku dengan jelas, sejak kapan kamu menjalin hubungan dengannya"?, tanya davion menatap tajam pada anabia menunjuk vano yang tak berdaya.
"6 hiks.. hiks... 6 bulan yang lalu hiks.. hiks..", ucap anabia menangis sejujurnya.
"Apa karena dia kamu menolak menikah dengan ku?", tanya davion mengeraskan rahangnya. Anabia diam tak menjawab.
"Hiks... Hikss.. Hikss..", tangis anabia tak menjawab.
"Aku meminta mu menjawab bukan menangis. Jawaaaaabbbb...", bentak davion semakin membuat anabia takut. Anabia meremas jari - jarinya.
"I-.. hiks... hiks... Iya.. Maafkan aku dav", jawab anabia gugup menghapus air matanya.
"Seeeeerrrrr", hati davion begitu sakit mendengarnya. Davion pikir selama ini anabia menolak hanya karena anabia belum siap saja.
"Apa kamu mencintainya?", tanya davion lagi mengepalkan kedua tangannya yang tak nampak berada di dalam kantong celananya.
"I-.. Iya", jawab anabia gugup jujur adanya.
"Seeerrrr", lagi hati davion tersayat mendengar kejujuran anabia. Davion pikir dirinyalah lelaki satu - satunya yang di cintai anabia. Ia tak menyangka selama ini anabia telah menduakannya. Merasa cukup puas dengan jawaban anabia davion pun pergi berlalu meninggalkan sepasang kekasih itu. Davion masuk ke mobil dan menancapkan mobilnya dengan kecepatan sangat tinggi. Davion tak peduli akan keselamatannya, ia ingin segera cepat pulang. Rasanya davion masih tak percaya dengan apa yang terjadi padanya di hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments