Anabia tengah bersiap siap menyambut ke datangan kekasihnya vano. Bu mayang yang melihat putrinya sedang berdandan berjalan menghampiri anabia di kamar.
"Kamu mau pergi lagi bi", tanyan bu mayang duduk di tepi ranjang menghadap cermin rias anabia.
"Iya", jawabnya singkat memoles foundation di wajah mulusnya.
"Kemana lagi nak?", tanya bu mayang menatap cermin yang menampilkan anabia.
"Ibu kenapa jadi kepo begini sih?", keluh anabia melirik sekilas di cermin melihat ibunya.
"Bukan begitu bukannya kamu sudah memiliki kekasih, apa kata davion nanti jika ia mengetahuinya?", tanya bu mayang cemas.
"Ibu dengar, aku dan davion tidak memiliki ikatan apa pun, aku dan dia tidak lebih hanya berpacaran. Jadi stop untuk ibu mencemaskannya berlebihan", ucap anabia menghentikan jarinya di wajah menatap cermin dengan suara sedikit meninggi.
"Astaga bi kurang apa davion selama ini sama mu. Apa kamu akan pergi dengan lelaki kemarin bi?", tanya bu mayang lagi yang masih menatap putrinya di cermin.
"Iya", jawab anabia singkat.
"Ibu tidak menyukainya bi", kata bu mayang berpendapat.
"Aku tidak minta pendapat ibu. Mau ibu suka atau tidak aku akan tetap bersamanya", jawab anabia memakai lipstik.
"Kamu putri ibu bagaimana bisa kamu bicara seperti itu nak", tanya bu mayang merasa sedih.
"Tes", air mata bu mayang menetes. Namun anabia yang melihat itu tak merasa iba dan bersalah sedikit pun pada ibunya. Ia malah menyunggingkan ujung bibirnya dengan penuh seringai.
"Apa kamu tidak bisa membedakan mana lelaki yang tulus pada mu dan mana yang tidak?. Apa kamu tidak bisa melihat bahwa vano bukan lelaki baik?", kata bu mayang menghapus air matanya yang menetes.
"Sadarlah sebelum terlambat bi. Ibu hanya ingin yang terbaik bagi mu sebelum ibu tiada nantinya", ucap bu mayang lagi menyadarkan putrinya.
"Ibu yang seharusnya sadar karena ibu udah mengekang aku. Ini hidup ku bu biarkan aku yang menentukan pilihan ku bukan ibu. Aku muak dengan omelan ibu setiap hari. Ibu sudah tua seharusnya ibu memperbanyak amal saja biar nanti matinya tenang bu", ucap anabia berapi - api berdiri menghadap ibunya.
"Plak.... ", tamparan mendarat di pipi kanan mulus anabia.
"Ibu menampar ku", ucap anabia memegang pipinya yang panas.
"Plak....", kembali ibu mayang menampar pipi kiri anabia dengan emosi menggebu dan dada yang naik turun.
"Ibu tidak pernah mengajarkan mu sekurang ajar ini bi", bentak bu mayang menunjuk wajah anabia. Sakit sekali rasanya melihat anak sendiri berkata kasar padanya. Relung hatinya sangat terluka mendengar ucapan anabia. Hati ibu mana yang tak sakit jika anak yang di lahirkan dan di besarkan dengan penuh kasih sayang berkata kasar seperti ini.
"Aku membenci ibu", anabia mengambil tas dan berlari keluar, bertepatan dengan itu mobil vano tiba di perkarangan. Ia pun masuk ke dalam mobil vano. Vano yang melihat pipi anabia memerah ingin bertanya namun anabia lebih dulu berbicara.
"Cepat jalan van", perintah anabia. Vano menurutinya menjalankan mobilnya. Setelah mobil vano menjauh dari rumah anabia, vano pun bertanya kembali.
"Kenapa pipi mu?", tanya vano memegang pipi kanan anabia.
"Ibu menampar ku", jawabnya jujur.
"Apa kamu melakukan suatu kesalahan", tanya vano melirik sekilas anabia yang masih mengemudi.
"Ibu melarang ku pergi dengan mu", jawab anabia kembali jujur. Tangan vano mengeras menggenggam setir mendengar ucapan anabia.
"Rupanya kau tak menyukai ku tua bangka", ucap vano dalam hati.
"Lihatlah apa yang akan aku lakukan pada putri tercinta mu ini nanti", ucap vano lagi dalam hati menyunggingkan seringai liciknya di ujung bibir miliknya. Vano merasa geram ada yang tidak menyukainya. Selama ini ia selalu di sukai banyak orang. Baru kali ini vano menjalin hubungan dengan wanita yang memiliki ibu yang tidak menyukainya. Sungguh vano benci pada bu mayang.
"Kau yang memulai kebencian ini kan wanita tua. Maka baiklah akan aku hancurkan hidup putri mu yang matre ini", ucap vano lagi dalam hati. Vano bukannya tidak tau bahwa selama ini anabia matre. Selama ini vano dengan sengaja memanjakan anabia dengan uang yang banyak dan juga barang mewah lainnya. Jelas saja vano juga tidak mau rugi dengan memberinya banyak uang dan barang lainnya. Tentu ia ingin mendapatkan apa yang ia mau telah tertunda selama ini. Vano juga memiliki kekasih lainnya yang tidak di ketahui anabia. Namun semua wanitanya hanya akan dijadikan teman ranjangnya saja, termasuk anabia yang akan segera menyusul. Vano memilih puncak sebagai tempat tujuan mereka. Ia menyewa villa mewah disana. Setelah melewati beberapa jam lamanya sampai lah mereka di tempat tujuan. Anabia yang tertidur membuat vano dengan terpaksa harus menggendong anabia masuk ke dalam villa. Dengan sangat hati - hati vano mengangkat tubuh anabia agar ia tak terbangun. Vano menaiki tangga menuju lantai dua, dimana kamar yang akan di tempati mereka bersama nantinya. Vano merebahkan tubuh anabia di atas ranjang dan menarik selimut hingga leher anabia. Ia berdiri dan mengamati wajah cantik anabia. Tak lama ponselnya berdering, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya melihat siapa yang menelpon. Setelah itu vano menerima telpon itu. Dan seseorang mengatakan sesuatu padanya.
"Lakukan dengan sempurna", jawab vano pada seseorang di telpon yang entah membahaskan apa.
"Ttuuut... Ttuuttt...", telpon pun terputus. Vano yang mulai terasa ngantuk pun ikut naik di atas ranjang bersama anabia dan mereka tidur bersama.
Di rumah sederhana seorang ibu telah menangis di depan sebuah pigura. Setelah anabia pergi ibu mayang memilih tak menahannya. Hati bu mayang masih sakit karena ucapan anabia. Ia tak menyangka anabia akan sekasar itu padanya. Selama ini bu mayang selalu mendidik anabia dengan baik. Tak ada ajaran yang tak baik yang di didik bu mayang pada anabia. Bu mayang takut anabia mendapatkan lelaki yang tidak baik. Vano bukanlah lelaki baik bagi bu mayang, itu semua terlihat dari sopan santun vano ketika pertama kali datang ke rumah ini. Sangat jauh berbeda dengan davion, davion selalu menomor satukan etika, adab, dan sopan santun. Bu mayang bisa melihat jauhnya perbedaan sikap di antara kedua lelaki itu. Itulah yang membuat bu mayang melarang anabia pergi dengan vano karena ia takut vano akan melakukan suatu hal yang buruk pada anabia.
"Aku telah gagal mendidiknya mas hiks... hikss..", ucap bu mayang lirih pada pigura itu.
"Aku hiks.. hiks... aku tak bisa mencegahnya lagi", ucapnya lagi menangis.
"Hiks.. hiks... hiks... aku bukan istri dan ibu yang baik mas hiks.. hiks... hiks...", ucapnya lagi menghapus deras air matanya.
"Maafkan aku mas, maafkan aku", ucap bu mayang memeluk pigura itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments