Sonali yang duduk di tepi kolam renang dengan kaki yang dicelupkan ke dalam kolam dan menatap air dengan diam. Pikirannya pada lendra si pemilik hati. Ingin sekali rasanya sonali menelpon lendra malam ini tapi ia tak memiliki ke beranian apa pun dan ia juga tak ingin mengganggu makan malam keluarga lendra bersama perempuan cantik itu.
"Apa lendra akan tetap menungguku?. Apa lendra tak akan berpaling dari ku?. Aku mencintai mu len tolong tunggulah aku. Semoga kamu tak tergoda dengan perempuan cantik itu len. Semoga saja", ucapnya lirih dalam hati.
"Anak mama sedang apa hmmm?", tanya mama gulsi ikut duduk bersama sonali.
"Astaga ma mama ngagetin aja", jawab sonali kaget.
"Mikirin apa sih anak gadis mama ini?", tanya mama gulsi membelai rambut putrinya.
"Nggak ada kok ma, sona cuma cari angin aja disini", jawab sonali berbohong.
"Yakin....?. Nggak lagi mikirin lendra kan?", goda mama gulsi bertanya pada sonali.
"Apa dia juga menyukai mu hmm?", tanya mama gulsi lagi. Melihat sonali diam membuat mama gulsi semakin yakin dengan dugaannya.
"Mana mungkin ada yang menolak anak gadis mama yang cantik ini, sekali pun itu lendra", ucap mama gulsi lagi menggoda sonali menarik pelan hidup sonali.
"Mama apaan sih, sok tau deh", jawab sonali menahan malu wajahnya memerah.
"Kamu tu anak mama, jelas mama tau isi hati mu sayang. Sah - sah saja jika kamu menyukainya tapi bertahanlah sampai kamu lulus kuliah dan mendapat izin berpacaran dari papa mu", ucap mama gulsi memeluk sonali. Sonali semakin malu mendengarnya ia pun membalas pelukan mamanya. Sonali tak menyangka bahwa mama gulsi mengetahui perasaannya pada lendra.
"Maa.. Jangan bilang sama papa", rengeknya dalam pelukan mama gulsi dan dibalas dengan anggukan mama gulsi. Mama gulsi tersenyum melihat sonali menahan malu.
"Udah yuk masuk nanti kamu masuk angin", ucap mama gulsi mengajak.
"Gendong...", ucap sonali mengangkat kedua tangannya di atas seakan minta di gendong.
"Huuuss.. Kamu ini udah gede, malu - maluin aja", ucap mama gulsi berlalu yang di ekori oleh sonali.
"Ayo lah sayang", kata vano yang ingin bercumbu dengan anabia di club.
"Vano aku harus pulang ini udah larut. Ibu ku pasti menunggu di rumah", jawab anabia agak keras agar vano dengar ditengah kebisingan. Vano yang sudah setengah sadar akibat mabuknya pun hilang kendali. Ia meraba semua tubuh anabia dan tepat di bagian inti anabia dia memainkan dengan tangannya. Anabia sempat terbuai akan belaian vano namun kembali ia tersadar dan menepis tangan vano dengan keras.
"Kenapa kamu payah sekali bi", ujar vano parau.
"Maafkan aku, ayo kita pulang", ucap anabia mengajak dan memapah vano keluar. Anabia mengendarai mobil vano dan mengantarnya pulang. Vano tinggal sendiri di rumah yang besar berlantai dua. Hanya ada satu orang pembantu itu pun tidak tinggal dirumah vano.
"Tiiinnn...tiiinnnn..", anabia membunyikan klakson mobil vano berharap pak iwan satpam vano membuka pagarnya. Usai memarkirkan mobil vano ia pun keluar dari mobil. Melihat yang turun dari mobil adalah anabia pak iwan pun mendekat.
"Apa yang terjadi non?", tanya pak iwan panik.
"Tolong bantu saya bawa vano ke kamar ya pak tadi dia mabuk", pinta anabia pada pak iwan yang di bantu anabia.
"Baiklah non", kata pak iwan membawa masuk vano. Bagi pak iwan pemandangan seperti ini sudah sangat sering di lihatnya. Hampir setiap malam majikannya itu pulang larut malam dengan mabuk dan bahkan kadang pun tak pulang. Beruntung vano sudah tidur hingga anabia tak terlalu repot dengan keliarannya. Usai merebahkan vano di kasur ia pun berlalu keluar dan pulang dengan menggunakan taksi.
Di lain tempat keluarga alkar sedang berkumpul di rumah.
"Dav papi dan mami sudah tua menikah lah selagi kami masih ada", ucap papi abram yang di dengar juga oleh lainnya. Mereka tengah berkumpul bersama di ruang keluarga.
"Iya dav papi mu benar, bujuk lah ia sekali lagi. Kami juga ingin menimang cucu dari mu dav", ucap mami raveena menambahi.
"Davion udah berkali - kali mencoba mi tapi gagal ia selalu mengatakan bahwa ia belum siap", ucap davion jujur menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Apa perlu papi dan mami melamarnya mendadak?", tanya papi davion datar.
"Jangan pi biar nanti davion bicarakan lagi dengan anabia", jawab davion menenangkan.
"Lalu bagaimana kalau dia masih belum siap dan menolak mu lagi?", tanya papi abram memastikan.
"Davion akan tetap menunggu sampai anabia siap pi", jawab davion pasrah.
"Ck dav dav .. Papi tidak pernah melarang anak papi yang mana pun termasuk kamu buat berhubungan dengan siapa pun tapi kali ini papi pinta pada mu tegas lah sedikit dav, kamu ini lelaki dav. Kamu sudah dewasa dan sangat matang untuk berumah tangga. Jika sekali lagi dia menolak mu tinggalkan dan carilah penggantinya yang benar - benar siap menikah dengan mu dav. Maaf jika kali ini papi ikut campur dalam urusan asmara mu. Pikir kan kami kedua orang tua mu yang ingin melihat kamu menikah segera dan menimang cucu dari mu. Sebab anak mu lah yang nantinya akan menjadi penerus perusahaan papi setelah kamu", ucap papi dengan kecewanya. Sedang lainnya hanya diam menyimak.
"Iya dav apa yang di bilang papi benar. Bicarakan ini pada anabia lagi. Tak ada salahnya mencoba lagi dav", kata mami raveena meyakinkan.
"Cobalah bicarakan dengannya kembali. Jika ia tak mau tak perlu memaksa dan menunggunya dav. Lepaskan dan tinggalkan walau itu berat bagimu", ucap papi abram menekankan.
"Baik pi", ucapnya singkat terasa berat.
Papi abram merasa sedikit janggal putranya terus - terusan di tolak anabia. Bagaimana tidak putranya yang selalu menjadi incaran wanita tanpa di pinta kini malah di tolak dengan meminta. Kadang terlintas untuk menjodohkan putranya davion dengan salah satu putri dari koleganya yang juga menginginkan davion. Tapi kembali lagi papi abram tersadarkan bahwa davion memiliki kekasih yang sangat di cintainya membuat papi abram mengurungkan niatnya itu. Ia awalnya tak mau ambil pusing dan tak mau mencampuri hubungan putranya. Akan tetapi kembali lagi dia berpikir di usianya yang tak lagi muda ia sangat ingin melihat putra tunggalnya davion menikah. Papi abram ingin melihat lahirnya pewaris yang akan meneruskan perusahaannya nanti setelah davion. Papi abram dan mami raveena tak pernah memilih siapa yang akan menjadi menantunya. Sekali pun ia dari kalangan bawah seperti anabia namun papi abram tak pernah mempermasalahkan hal itu. Baginya semua orang sama saja dihadapan tuhan tiada yang beda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments