Episode 11. Bukti Kancing Dan Gadis Bali.

"Kamu udah gede, ya. Dulu waktu tante tinggal. kamu masih sekecil gini," ujar ibu Petra sambil mensejajarkan tangan kirinya di sebelah kiri.

" Gimana kabar Mami di Utrecht? No telepon mamimu hilang. Tante cari-cari, nggak ketemu sampe sekarang."

"Kabar mami baik dan sehat, tante. Terus bagaimana kabar tante?" Wulan bertanya balik.

“Tante juga baik, apalagi setelah berjumpa denganmu. Keadaan tante semakin baik,” jawab ibu Petra dengan raut wajah bahagia.

Kemudian ia menoleh ke arah Petra.

"Petra, kamu nikah aja ama Ketut. Jangan ngejar-ngejar wanita itu. Mama lebih setuju, kamu nikah ama Ketut yang jelas babat, bebet, bobotnya."

Dari pada wanita bernama Angela yang dandannya, seperti badut." Ibu Petra bergidik saat mengingat dandan Angela berambut warna-warni, celana sobek, dan pipi merah merona, seperti orang yang baru dipukuli.

Ia tak tahu apa kelebihan wanita itu, sampai-sampai anak laki satu-satunya bisa jatuh cinta. Tidak terbayang, bagaimana jadinya keluarga mereka nanti.

"Mam, Wulan itu sudah punya calon, iya kan?" Petra mengedipkan mata sebagai kode agar Wulan meng-iyakan pertanyaannya.

"Betul, Ketut?" tanya ibu Petra memastikan.

"Belum kok, Tante! Wulan mana sempet berpikir ke arah sana. Otak Wulan udah penuh dengan berbagai kasus," elak Wulan sambil menjulurkan lidah ke arah Petra.

Ia selalu senang melihat wajah bingung yang ditampakkan oleh sahabatnya itu.

"Ya-elah Lan, Lan. Kamu nggak bisa diajak kompromi, sih." Petra memasang wajah super cemberut.

"Udah-udah, kalian ini dari dulu enggak pernah akur. Ayo, sekarang lebih baik kita makan. Tante masakin masakan kesukaan Ketut. Ketut masih suka Sop Iga, kan?" tanya ibu Petra.

Wulan mengangguk. Sudah lama sekali, semenjak ia tinggal di luar negeri. Ia tak pernah lagi memakan Sop Iga.

Ia bersyukur ibu Petra masih ingat makanan kesukaannya dan bela-belain memasakkan untuk dirinya.

Ibu Petra yang memiliki nama Maria Ayal itu adalah istri dari perwira TNI yang gugur saat ada kasus tawuran antar warga di Papua Nugini. Ia-lah yang membesarkan dan membiayai sekolah dan keperluan Petra.

Hingga putra semata wayangnya itu menjadi seorang polisi. Berbeda haluan dengan ayahnya.

Wulan mengambil tiga piring di dapur, sedangkan Petra mengambil gelas dan teko. Mereka berdua meletakkan semua di atas meja, lalu menatanya.

Tante Maria yang melihat kekompakan mereka berdua hanya senyum-senyum sambil menata nasi dan lauk yang ia bawa dari rumah khusus untuk Wulan.

Sop Iga buatan Tante Maria memang selalu lezat, bahkan Wulan sampai nambah nasi dua kali. Lidahnya benar-benar dibuat tak bisa berhenti untuk merasakan bumbu rempah-rempah.

Di luar negeri, mencari masakan khas Indonesia itu susah. Sehingga mau tidak mau, ia makan masakan ala negara yang disinggahinya.

Petra yang melihat nafsu makan Wulan hanya geleng. Wulan yang bertubuh kecil ternyata memiliki nafsu makan kayak setan. Anehnya, badannya tidak gemuk-gemuk. Hanya pipinya saja yang terlihat semakin chubby.

...----------------...

Wulan mengamati lima foto korban dengan kondisi yang sama. Namun satu yang berbeda, yaitu Laura.

Kenapa hanya perempuan itu saja yang tidak diambil darahnya, sedangkan yang lain sebagian darahnya habis, bahkan ada bukti botol berlumuran darah pada saat menemukan mayat Liana.

Semua korban bukan berasal dari Bali, kecuali Laura.

Apa mungkin karena Laura dari Bali hingga darahnya tidak diambil.

Ia mulai menyambungkan rentetan demi rentetan kejadian dan juga bukti-bukti. Pelaku kasus ini sangat apik dan rapi.

Petra melihat Wulan yang sedang berpikir di halaman belakang rumah. Tadinya ia mau berpamitan untuk pulang. Namun, melihat wajah serius Wulan, Ia urungkan niatnya pulang dan melangkah mendekati gadis berambut panjang sebahu itu.

Semoga sudah ada titik terang tentang kasus ini dan pelakunya segera ditangkap. Ia sudah pusing dengan banyaknya pengaduan, belum lagi kasus lain yang juga menambah file dalam otaknya.

Wulan mengangkat kepala saat mendengar derap langkah kaki, ternyata derap langkah kaki milik Petra. Pria itu mendekatinya. Baru saja beberapa langkah, ponsel Petra berdering.

Petra merogoh ponselnya. Ada telepon masuk dari dokter Wayan. Salah satu dokter Forensik yang bergabung dengan kasus ini.

"Halo, dok," sapa Petra.

" Letnan! Kamu dimana? Cepat ke sini! Ada korban baru ditemukan di pinggir sungai di Kecamatan Sambikerep," ujar Dokter Wayan dengan nada tinggi.

"Apa? Ada korban lagi? Kenapa Hendra tidak memberitahuku?" tanya Petra balik.

Aneh, biasanya Hendra selalu mengabarinya jika terjadi sesuatu.

"Hendra sudah mencoba menghubungimu beberapa kali, tapi kamunya yang tak bisa dihubungi," jawab dokter Wayan mulai kesal.

"Kata Hendra detektif yang kamu sewa sudah ada. Lekas kamu ke sini bersama detektif itu."

"Baik! Baik! Sabar ya dok." Petra menutup sambungan telepon.

Kemudian mengecek panggilan masuk. Ternyata benar, ada 20 panggilan dari Hendra. Ia menepuk jidat. Ia baru ingat kalau ponselnya tadi dicharger dulu.

Wulan yang melihat gelagat aneh Petra, berdiri dan mendekati pria itu. Baru saja satu langkah, Petra langsung mengajaknya untuk bersiap-siap pergi ke Kecamatan Sambikerep. Salah satu kecamatan terpencil di Kota Surabaya. Ada mayat baru lagi yang ditemukan di sana.

Tanpa pikir panjang, Wulan langsung mengambil foto-foto mayat dan memasukkannya ke dalam balik blezer. Sekarang waktunya ia bekerja dan memecahkan teka-teki kasus pembunuhan wanita malam ini.

Semoga kali ini, ia menemukan petunjuk baru yang bisa digunakan untuk menemukan pelaku dan menyelesaikan kasus ini.

Setelah ini, mungkin ia tak akan menerima lagi job. Ia ingin beristirahat sejenak.

Wulan ingat menyimpan ponselnya di kamar. Ia minta Petra untuk menunggu sebentar. Ia berlari menaiki tangga dengan sedikit cepat.

Setelah ia mengambil ponsel. Wulan dan Petra memberitahu ibu jika mereka berdua akan berangkat ke Sambikerep.

Tante Maria ingin melarang karena masih rindu dengan Ketut. Namun, ia harus merelakan Ketut pergi untuk bekerja, apalagi begitu tahu ada penemuan mayat baru. Ia hanya bisa mendoakan semua mereka berdua ada dalam lindungan Tuhan.

Petra membuka pintu mobil sebelah kiri, lalu Wulan masuk ke dalam. Kemudian Petra lari ke sebelah kanan dan duduk di kursi kemudi. Tak lupa, mereka berdua mengenakan sabuk pengaman sebelum mobil melaju berdesak-desakan dengan kendaraan lain.

Ponselnya terus berdering. Ia memberikannya pada Wulan untuk membukakan pesan itu. Ia memberitahu passwordnya.

Wulan terkejut saat membuka ponsel Petra dan membuka laman yang sedari tadi ada notifikasi pesan masuk. Bukti-bukti kematian korban terpampang di sana. Korban dengan sayatan di dada, seperti korban lain.

Namun kali ini ada yang berbeda. Perutnya pun terlihat ada sayatan dan bekas luka yang mungkin baru tiga hari atau empat hari.

Otaknya mulai bekerja, mengira-ngira dan juga menyambungkan bukti yang ada. Ia coba memperbesar foto wanita itu. Ia menemukan satu bukti lagi.

Sebuah kancing hitam lagi, kali ini di dekat tangan korban.

Ia menduga perempuan itu berusaha memberontak. Namun sekuat-kuatnya perempuan, tak akan bisa mengalahkan kekuatan pria.

Dokter Wayan memeriksa kondisi korban sambil menunggu Petra dan detektif sewaan.

Kondisi korban sama dengan sebelumnya. Namun, sekarang ada sayatan di perut bagian bawah. Ia membuka jahitan di perut untuk memastikan, apakah ada organ yang hilang atau tidak.

...****************...

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!