Episode 3. Dr. Gilbert Sang Penolong

Otak Jagat terus memikirkan motif pembunuhan keluarganya.

Kenapa jantung dan hati saja yang tak ada. Apa ini ada kaitannya dengan penjualan organ tubuh dan mereka hanya membutuhkan kedua organ itu.

Meski ia belum ingat. Namun, bayangan kemarin di ruangan Dokter Gilbert masih melekat di ingatannya. Ia yakin pria itu, pelakunya. Anehnya, Ia tak bisa melihat wajah pelaku.

"Siapa pria itu? Dia pasti, dokter. Kenapa wajahnya tidak terlihat?" Jagat bicara sendiri. 

Hingga ketukan pintu, membuat pikiran Jagat buyar. Pintu terbuka, tampaklah Dokter Gilbert dengan menggunakan kemeja biru, celana katun hitam, dan sepatu pantofel yang biasa ia kenakan.

Dokter itu sangat pandai memilih warna. Wajahnya yang putih, terlihat cerah dengan warna biru.

"Aku membawa pakaian ganti untukmu." Dokter Gilbert menyimpan paper bag yang berisi satu setel pakaian untuk Jagat.

"Cepat ganti baju! Kita akan memakamkan kedua orang tuamu," titahnya. 

Jagat mengambil paper bag itu, lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengganti pakaian. Dokter Gilbert menunggunya dengan sabar. Tak sampai lima menit, Jagat sudah keluar dengan tampilan yang membuat para wanita memujanya.

Ternyata mereka berdua satu ukuran. Pakaian itu milik Dokter Gilbert.

"Ayo, kita berangkat sekarang," ajak Dokter Gilbert.

"Nanti setelah acara pemakaman. Kita akan pergi ke rumahmu. Setelah dari sana, mudah-mudahan ingatanmu perlahan pulih," jelasnya. 

Mereka berdua pun meninggalkan ruang rawat.

Semua urusan pemakaman sudah diurus oleh pihak kepolisian dan Dokter Gilbert.

Jagat hanya diminta untuk hadir ke pemakaman kedua orang tuanya.

Mayat orang tua Jagat sudah dimakamkan. Tak ada raut wajah sedih sama sekali yang ditampakan.

Mungkin karena ingatannya yang belum kembali.

Sekuat apa pun ia mengingat. Kenangan tentang orang tuanya, tetap tak muncul.

Ia hanya mengingat kilasan bayangan yang berkelebat.

Bagaimana mereka berdua dihabisi oleh pria yang tidak bisa dilihat wajahnya.

Jagat tersadar dari lamunan ketika Dokter Gilbert memegang bahunya. Saking asyiknya, ia mengulang ingatan saat adegan pembunuhan itu terjadi. Ia juga tak menyadari orang-orang yang hadir dalam pemakaman itu sudah tidak ada. Kini hanya ada dirinya dan Dokter Gilbert.

"Apa yang kamu pikirkan, Jagat?" tanya Dokter Gilbert.

"Ah, tidak. Aku tidak memikirkan apa pun," elak Jagat.

"Sekarang kita ke rumahmu. Mungkin kamu bisa mengingat kejadian pembunuhan kedua orang tuamu dan tentang dirimu juga. "

Jagat menganggukkan kepala sambil berdiri dari jongkoknya.

Sekuat apa pun, ia berusaha mengingat. Hanya bayangan pria itu yang selalu muncul.

Cara pria itu merobek dada kedua orang tuanya dengan senyuman penuh kebahagiaan, lalu mengambil jantung.

Sampai darah pun pria itu masukkan ke dalam botol-botol kaca. Entah untuk apa, pria itu melakukan hal aneh seperti itu. Anehnya, Jagat tak bisa melihat wajahnya sama sekali. Sehingga ia tak bisa mengenali pelaku yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya

Mobil hitam milik Dokter Gilbert ada di hadapan. Suara mobil berbunyi, bertanda kunci otomatis sudah terbuka. Jagat masuk ke mobil dan duduk di depan bersebelahan dengan Dokter Gilbert yang duduk dibalik kemudi.

Dalam perjalanan tak ada perbincangan apa pun. Banyak sekali hal-hal yang bermunculan dalam pikiran Jagat. Tentang keluarga, masa lalu, dan juga kehidupannya sebelum kejadian itu terjadi.

Entah, kenapa ia tak mengingat semuanya sama sekali? Yang melekat diingatan, hanya ada pelaku pembunuhan itu. Wajah pembunuh itu, masih menjadi teka-teki.

Dokter Gilbert melirik ke arah Jagat. Ia merasa kasihan pada anak itu. Entah memiliki keluarga lain atau tidak, sepertinya tak ada.

Sekarang anak itu hidup sebatang kara.

Jika itu benar, ia akan mengadopsi anak itu menjadi bagian dari keluarganya. Lagi pula ia dan sang istri belum dikaruniai anak selama hampir 12 tahun usia pernikahan mereka. Mungkin kehadiran Jagat akan menghangatkan rumah yang dingin. 

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Jagat?" tanya Dokter Gilbert penasaran dengan raut wajah Jagat seperti memikirkan sesuatu.

"Aku melihat bayangan pelaku pembunuhan itu, tapi wajahnya tak terlihat," jawab Jagat.

"Kamu tahu pelakunya?" Dokter Gilbert meminggirkan dan menghentikan laju mobil. 

Jagat menceritakan bayangan-bayangan yang ia lihat saat menyentuh foto kedua orang tuanya secara detail.

Ia juga menceritakan tentang kejadian yang dialami oleh pengendara motor yang hampir saja mencelakai Dokter Gilbert.

Dokter Gilbert mendengarkan dengan seksama dan berpikir tentang apa yang dialami oleh Jagat.

Sebesar inikah efek dari benturan di kepala anak itu hingga ia bisa melihat sesuatu dari masa lalu bahkan masa depan.

Anehnya, sebesar apa pun usahanya, Jagat tak bisa mengenali wajah pelaku itu sebab ada yang menghalangi.

Ponsel Dokter Gilbert berbunyi. Ada telepon masuk dari pihak kepolisian. Ia meminta izin untuk mengangkat telepon dan berdiri meninggalkan Jagat. 

Jagat penasaran dengan jati diri dan keluarganya. Ia berdiri dan berjalan mengitari rumah itu.

Ia tak ingat di mana posisi kamarnya berada. Kamar demi kamar dibuka.

Namun, tak ia temukan. Ia mencoba mencari ke lantai atas. Mungkin kamarnya ada di sana. Ternyata benar ada 2 kamar. Salah satunya adalah kamarnya. 

Jagat membuka pintu. Kamar dengan nuansa warna putih dengan wallpaper biru muda di sebagian dinding membuat suasana nyaman. Meja belajar, laptop, dan beberapa buku berantakan.

Ia menata kembali buku-buku itu di rak sebelah kiri meja. Matanya melihat jadwal yang tertempel di sana. Jadwal Ujian Nasional, hari Senin depan.

Ternyata ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Melihat buku pelajaran yang ada, ia masuk jurusan IPA. 

Jagat tidak menyadari di balik pintu Dokter Gilbert memperhatikannya. Pria itu masuk ke dalam sambil melihat isi kamar, lalu mengambil satu buku yang tertera namanya dan duduk di sampingnya.

"Rahwana Jagat." Dokter Gilbert membaca nama itu.

Jagat menoleh ke samping.

"Saya jadi penasaran. Kenapa orang tuamu memberi nama ini?" Dokter Gilbert melirik Jagat.

"Dalam mitologi Hindu, Rahwana adalah tokoh antagonis dalam cerita Ramayana. Tubuhnya besar bak raksasa dan ia juga diibaratkan iblis."

"Aku tidak tahu. Mungkin kedua orang tuaku berasal dari Bali sehingga memberi nama Rahwana Jagat," jawab Jagat asal-asalan.

"Ya, mungkin. Senin depan, kamu sudah mulai Ujian Nasional. Apa kamu sudah siap masuk sekolah?" Dokter Gilbert menanyakan kesiapan Jagat.

Karena Jagat pasti sudah banyak ketinggalan pelajaran. Dengan kondisi Jagat sekarang, entah anak itu bisa mengikuti pelajaran atau tidak?

"Besok. Aku akan sekolah, tapi aku tak tahu di mana sekolahku?"

"Saya yang akan mengantarmu," ucap Dokter Gilbert sambil memegang pundak Jagat.

"Jagat, kamu sekarang hidup sendiri. Apa kamu bersedia saya angkat menjadi anak?" Dokter Gilbert menatap Jagat menunggu reaksinya.

Jagat menoleh ke arah Dokter Gilbert.

Ya, ia  memang benar-benar tak punya saudara. Buktinya, ketika peristiwa itu terjadi.

Tak ada satu orang pun yang menengok atau mengurusi jenazah orang tuanya.

Semua diurus oleh Dokter Gilbert. 

...****************...

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!