Episode 5. Dia bukan Wana yang dulu ...

Bel tanda masuk, berbunyi.

"Pokoknya, kamu tungguin aku! Oke! Sudah, masuk sana! Bel sudah bunyi. Semoga kamu bisa menyelesaikan soal ujiannya, ya." Amira memberi semangat, lalu masuk ke kelas dengan hati riang.

Jagat hanya mengendikkan bahu,"Gadis aneh," umpatnya.

Jagat berjalan menuju ruangan yang sudah ditentukan. Jarak ruangannya dengan Amira hanya terhalang lima ruangan. Ia masuk dengan disambut pandangan aneh dari siswa yang ada di sana.

Bagaimana tidak aneh. Jagat yang otaknya pas-pasan, tiba-tiba saja menjadi genius pasca kejadian itu. Soal-soal yang diberikan guru, dilahapnya hanya dalam setengah jam bahkan kurang dari itu.

Dalam sekejap, Rahwana Jagat menjadi perbincangan hangat selama satu Minggu ini. Tak hanya siswa, guru-guru pun ikut berdecak kagum. Karena hal itulah, ia merasa jadi pusat perhatian.

"Heh, beneran si Wana otaknya jadi encer? Gue enggak percaya?" tanya Hendi pada Yunus, teman sekelas Wana.

"Asli! Lihat aja nanti. Si Wana pasti bisa nyelesain soal dengan cepat," jawab Yunus penuh semangat.

"Gue jadi pengen dipukul kepala kalau hasilnya jadi genius seperti Wana."

"Iya, otak Lu genius, tapi Lu kehilangan orang tua, mau?" Sela Hendi.

"Ogah gue! Kalau musti ngorbanin orang tua dan hidup sendiri. Gue enggak sanggup, lebih baik kayak gini aja deh." Yunus tak bisa membayangkan jika harus kehilangan orang-orang yang dicintai demi otak genius.

Jagat duduk sambil mendengarkan perbincangan yang tak bermutu. Ia cuek aja dengan gosip yang beredar di sekolah.

Ia hanya ingin segera menyelesaikan sekolah dan masuk universitas dan terlepas dari image "Wana" yang dulu.

Di Universitas nanti, ia akan menggunakan nama Jagat saja.

Jadi ia bisa menjadi dirinya yang sekarang.

Semua siswa masuk ke ruangan masing-masing saat bel berbunyi.

Mereka siap bertarung dengan puluhan soal yang pastinya bikin kepala ngebul, tetapi bagi Jagat soal-soal itu seperti angin lalu.

Ia bisa mengerjakannya hanya dalam waktu sepuluh menit.

Namun, ia mengerjakan secara pelan saja karena tak ingin terlihat mencolok.

...----------------...

Di Halaman Sekolah SMA Swasta BUDI UTOMO Surabaya ...

Ujian hari pertama sudah selesai. Amira menunggu Jagat di gerbang sekolah.

Sengaja ia mengerjakan soal dengan cepat agar bisa menahan pemuda itu dan mengajaknya pergi ke cafe. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

Dari kejauhan, Amira melihat Jagat berjalan sambil menyandang tas. Seperti biasa, pemuda itu memasang wajah datar dan dingin. Amira melambaikan tangan.

Hatinya senang sekali karena bisa nge-date bareng Jagat untuk pertama kalinya. Meskipun mereka belum resmi menjadi sepasang kekasih.

"Wana, kita jadi pergi ke Cafe Robusta, kan?" tanya Amira memastikan.

"Hem." Hanya itu yang keluar dari mulut Wana.

"Asiik. Ayo, naik mobilku! Pak Darso sudah nunggu dari tadi," ajak Amira sambil mengamit lengan Wana.

Jagat jengah dengan kelakuan Amira. Namun, demi tidak menyakiti gadis itu. Ia membiarkan Amira bergelayut manja di lengannya.

Mereka berdua masuk ke mobil. Mobil melaju menuju Cafe Robusta. Cafe yang menyimpan banyak kenangan bagi Amira.

Di dalam mobil, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Amira atau pun Jagat. Amira menatap keramaian jalan dari balik jendela.

 Sunyi ...

Tanpa obrolan ...

Canda ...

Pemuda itu benar-benar berubah!

Biasanya, Jagat selalu memulai pembicaraan. Namun, sekarang. Jangankan memulai pembicaraan, senyum pun sepertinya mahal untuk pemuda itu sunggingkan.

Amira mulai berpikir ulang untuk menyatakan perasaannya. Kuatkah, ia jika nanti menjalin hubungan dengan pemuda sedingin kulkas dua belas pintu ini?

"Heh, sudah sampai!" Kata Jagat sambil menepuk bahu Amira.

"Hah, i-iyaa." ujar Amira gelagapan.

"Kamu melamun?" tanya Wana."

" Aku duluan!" lanjutnya tanpa menunggu jawaban Amira, Jagat membuka pintu mobil dan turun.

Amira cemberut. Kesal rasanya kalau punya pacar seperti tembok macam Jagat.

"Wana, tungguin!" teriak gadis itu.

Amira langsung ke luar dari mobil dan berlari mengejar Jagat yang sudah lebih dulu masuk ke Cafe Robusta.

Ia berharap pemuda itu mengingat sesuatu tentang mereka berdua. Karena Cafe ini, tempat favorit mereka.

Tempat berbagi cerita, bahkan mengerjakan tugas pun di sini. Ia juga berharap pemuda itu kembali menjadi "Wana" yang dahulu,

Hangat, tidak dingin macam es kutub.

Jagat duduk di kursi paling pojok diikuti Amira. Pelayan datang memberikan daftar menu, lalu menuliskan pesanan. Amira memesan Cappuccino dan cake cheese, sedangkan Jagat memesan kopi hitam dan cake jeruk.

Melihat pesanan Jagat, dahi Amira mengerut. Sejak kapan pemuda itu suka kopi hitam. Sepengetahuannya Jagat pun menyukai Cappuccino seperti dirinya.

Setelah menulis pesanan, pelayan itu pergi. Amira memandang pemuda itu.

Berharap Jagat ingat, kisah-kasih mereka berdua. Ternyata nihil!

Jagat tetap tak bergeming.

Jagat meletakkan tangan di atas meja. Tanpa sengaja, tangannya bersentuhan dengan Amira.

Sekelebat Bayangan mahluk bertaring mirip gurita dan mayat wanita dengan pisau menancap di dada dan darah yang menggenang.

Wajah gadis itu seperti Amira!

Ya, gadis yang kini sedang ada bersamanya. Dengan napas tersenggal ia membuka mata.

"Wana, kamu kenapa?" tanya Amira khawatir melihat raut Jagat wajah pucat pasi.

"Amira, kamu harus berhati-hati. Seseorang atau sesuatu sedang mengincarmu. Entah, kapan dan di mana? Kamu harus bisa menjaga diri."

Hanya itu yang keluar dari mulut Jagat sambil menatap kedua mata bening milik Amira.

"Wana! Jangan nakut-nakutin, dong! Emangnya kamu paranormal yang bisa meramal nasib seseorang? Aku tuh ke sini, buat nyatai perasaanku. Kamu malah bikin mood ku hilang."

Sudahlah! Sia-sia saja aku suka sama kamu. Aku pulang!" teriak Amira emosi.

Ia langsung pergi meninggalkan Jagat sendirian.

Jagat hanya merenung.

"... Dia suka padaku? Suka tapi marah ..." gumamnya.

Jagat meraba dadanya sendiri sambil memejamkan matanya.

"Suka ...?" Gumamnya lagi.

Terbayang sosok Dewi Bidadari menari sambil tersenyum.

Hatinya merasa dekat dan terkoneksi dengan sosok ini. Tapi ...

Dimana?

Kapan?

Jagat membuka matanya.

" Dialah yang aku suka ..."

Hari terakhir Ujian Nasional, Jagat selalu menjadi orang pertama yang keluar dari kelas. Kali ini, ia mengerjakan soal hanya dalam waktu 10 menit saja. Biasanya, ia akan langsung pulang, tapi tidak untuk hari ini.

Ia ingin bertemu dengan Amira. Makanya, ia menunggu gadis itu keluar kelas.

Sejak kejadian di Cafe Robusta kemarin, Jagat tak lagi melihat Amira menunggunya, bahkan gadis itu seperti menghindari dirinya. Mungkin karena Amira tak suka dengan apa yang ia katakan.

Mungkin juga gadis itu takut, masa depannya terbaca lagi. Namun, ia merasa tak melakukan kesalahan apa pun. Gadis bergelimangan darah dalam bayangannya itu benar-benar Amira

Ada hal yang ingin Jagat bicarakan pada Amira tentang sekelebat bayangan itu. Entah, kapan kejadian itu akan terjadi.

Namun, ia menemukan sebuah petunjuk yang bisa membuat Amira sedikit lega karena, setelah perkataannya di Cafe.

Gadis itu sudah berubah menjadi aneh. Banyak yang bilang, Amira menjadi mudah curiga pada siapa pun yang ada di sekitarnya.

Satu jam berlalu, akhirnya gadis yang ditunggu-tunggu Jagat ke luar juga dari kelas. Amira menyelempangkan tasnya dan bersiap untuk pulang.

Ia tak menyadari kehadiran Jagat di sana. Dengan reflek pemuda itu memegang tangan Amira, lalu menariknya ke belakang sekolah.

...****************...

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!