Episode 7. Tawaran Forensik dokter Wayan.

Jagat mengulurkan tangan, lalu disambut dengan uluran tangan Wayan. Ia menatap kedua mata Wayan. Ada aura dingin dan menakutkan yang ia rasakan.

Begitu pula dengan dokter Wayan, dia merasakan ada energi besar dan kuat menyelimuti Jagat. Yang jelas terasa berat dan panas menekan energi tubuhnya.

Jagat melihat keringat disekitar dahi pria muda itu dan merasakan tangannya sedikit berminyak saat bersalaman.

"Hawa Surabaya panas ya, dok?" tanya Jagat.

Dokter Wayan buru-buru menyeka dahinya dengan tangan. Sambil tersenyum dipaksakan.

"Ah udah biasa, di Bali juga sama kok." Jawab dokter Wayan mencoba tenang.

"AC nya jalan kan ayah? "

"Selalu on time kok. Kurang dingin ya? Ntar saya tambahin suhunya."ucap dokter Gilbert buru-buru meraih remote AC.

"Tuh Jagat, ayah tambahin jadi 25 derajat. Jangan terlalu tinggi, emang mau jadi orang Eskimo?" Gurau Dokter Gilbert.

"Jeli juga ni anak. Baru kali ini gua merasa tekanan energi besar seorang anak cupu. Jangan-jangan dia punya ilmu atau pusaka. " Pikir dokter Wayan dalam hati.

"Energi ni orang panas banget dan berat. Apa dia punya ilmu? Bali, kan terkenal spiritualnya. " Pikir dokter Jagat.

Ternyata mereka memiliki rasa penasaran untuk mengetahui seluk-beluk kehidupan satu sama lain.

Setelah saling berbasa-basi, Akhirnya Jagat terlibat dalam pembicaraan tentang maraknya penemuan mayat perempuan di salah satu kota di Surabaya.

Rata-rata perempuan itu adalah wanita malam. Polisi sedang mengusut pelaku dari pembunuhan ini. Terutama motif pelaku yang hanya mengambil jantung dan darah mereka saja.

Dokter Wayan ikut ambil bagian dalam kasus ini, selain dokter bedah, Ia juga adalah dokter forensik.

Hingga dengan mudah ia memperoleh berita terbaru mengenai kasus ini.

Mendengar kepintaran Jagat dari Dokter Gilbert. Ia mengajak Jagat bergabung untuk timnya.

"Dokter Jagat, gimana kalo bergabung dengan tim forensik saya? Jujur saya kewalahan juga tiap hari." Pinta dokter Wayan.

"Rasanya sayang sekali kalau kegeniusanmu tidak digunakan untuk memecahkan kasus."

" Kata Pak Gilbert, kau bisa melihat masa depan dan masa lalu seseorang. Apa kau bisa melihat masa depanku?" Tanya dokter Wayan sambil menatap tajam pada kedua mata Jagat.

Jagat tak bisa melihat apa pun. Biasanya, jika ia menggenggam tangan seseorang atau menyentuh apa pun yang dimiliki seseorang, secara otomatis, bayangan akan muncul, entah itu masa depan atau masa lalu.

Tetapi pria dihadapannya ini berbeda. Tak ada yang muncul sama sekali. Namun, ada hawa panas yang ia rasakan.

"Terima kasih atas tawarannya. Nanti akan saya pertimbangkan." Balas Jagat.

"Apa anda punya foto-foto korban?" Tanya Jagat penasaran.

"Ada. Sebentar, saya ambil dulu." Dokter Wayan membuka tas hitam yang ada di sampingnya dan mengeluarkan foto tiga korban.

"Ini." Ucapnya sambil menyerahkan foto itu.

Jagat menerima foto itu dan memeriksanya.

Dari ketiga foto itu ada kesamaan, yaitu bagian dada mereka ada bekas jahitan. Jahitannya terlihat sangat rapi. Ia merasa pelakunya pasti memiliki keahlian dalam bidang kedokteran.

Apa mungkin ini kasus penjualan organ manusia karena diambil adalah jantung? Tapi, kenapa darah mereka juga diambil? Ia bertanya-tanya dalam hati.

Wayan menjelaskan tiga korban itu. Foto pertama, perempuan bernama Liana yang ditemukan seorang pria yang hendak buang air kecil. Ia mencium aroma tak sedap di sekitaran semak belukar.

Penasaran, Ia pun mencari sumber bau itu. Ia terkejut melihat mayat perempuan setengah telanjang dengan bagian dada yang terlihat bekas jahitan dan sedikit bercak darah.

Korban kedua, Harfa. Perempuan asal Lamongan, Jawa Timur. Ia ditemukan tewas di kamar kost-nya. Keadaannya tidak jauh beda dengan Liana.

 Lalu korban ketiga, Laura Ketut Maharani asal Bali. Perempuan itu ditemukan sudah tidak bernyawa dan mengambang di sungai. Jantungnya sudah tidak ada. Namun, di sekitar tubuhnya ada genangan darah. Tidak seperti korban satu dan dua yang hanya sedikit.

"Kenapa korban ketiga ini berbeda? Kenapa pula pelaku mengintai korban yang menjadi wanita malam? Apa pelaku punya masa lalu yang terkait dengan wanita malam?" Tanya Jagat pelan.

"Apa kamu tertarik untuk bergabung denganku, Jagat? Semua pertanyaanmu itu akan menemukan jawabannya," bujuk Wayan.

Sosok Jagat sangat menarik baginya. Ia ingin Jagat ikut dalam penyelidikan ini.

"Entahlah? Aku baru pulang dari Jepang. Lagi pula, pekerjaanku menumpuk di rumah sakit," elak Jagat.

Ia menyerahkan ketiga foto itu. "Semoga penyelidikanmu berjalan lancar dan menemukan pelaku dari kasus pembunuhan ini."

Dokter Wayan mengedikkan bahu.

 Dokter Gilbert juga tak bisa memaksa karena ia tahu keputusan anak angkatnya itu tidak bisa diganggu gugat.

Dokter Gilbert dan dokter Wayan melanjutkan pembicaraan.

Sedangkan Jagat mohon pamit untuk pergi ke kamar guna membersihkan diri.

...----------------...

Jagat baru keluar dari kamar mandi sambil menguyar-guyar rambutnya yang basah dengan handuk. Lalu, ia berjalan menuju lemari dan mengambil kaos dari dalam sana. Kaos warna hitam adalah warna favoritnya. Hingga dalam lemari, kebanyakan berwarna hitam, kecuali baju kameja khusus bekerja. Tak mungkin ia menggunakan warna hitam.

Jagat mengenakan kaos warna hitam. Kemudian ia menjemur handuk di balkon kamar. Saat hendak kembali ke kamar, kepalanya terasa berat dan berdenyut. Ia memejamkan mata. Sekelebat bayangan muncul. Bayangan tiga perempuan korban pembunuhan yang tadi ia lihat.

...----------------...

Korban Pertama

Malam semakin larut, sebagian orang sudah pulang ke rumah untuk beristirahat. Namun, tidak bagi Liana. Ia masih nangkring di pinggir jalan untuk mencari rezeki demi kelangsungan hidupnya.

Dengan mengenakan dress pendek sepaha, ia mencari mangsa. Mobil hitam berhenti di depannya. Jendela terbuka, menampakan pria kisaran usia 28 tahun dengan berpakaian serba hitam, memakai kacamata hitam dan masker yang menutupi sebagian wajahnya.

"Hai, kamu Liana, bukan?" tanya Pria itu.

"Iya. Mas, siapa?" Liana balik bertanya. Ia mengingat-ingat pria itu, tetapi ia tak mengenalnya.

"Aku Leon yang tadi mengirim pesan," ujar pria yang bernama Leon sambil melepas kacamata.

Liana seketika terpukau dengan tatapan bak elang milik Leon. Jantungnya berdetak cepat begitu saja.

"Hai, kok malah bengong," seru Leon.

"Oh, maaf. Aku kira, Mas Leon enggak jadi booking aku." Liana mengerlingkan mata manja.

"Tapi, sekarang enggak ada job kan?" tanya Leon penuh harap.

"Enggak. Aku free. Mas Leon mau booking aku?" Liana balik bertanya.

"Iya. Cepet naik! Kita jalan ke Surabaya, sekarang." Leon menyuruh Liana masuk ke mobil

"Ok. Tapi, bayarannya 3 kali lipat ya." Liana mengeluarkan rayuan maut.

Leon mengangguk tanda setuju. Dengan senyum merekah, Liana naik ke mobil. Mobil melaju memecah malam. Perjalanan dari Malang menuju Surabaya dilalui dengan kesunyian. Leon lebih banyak diam, sedangkan Liana malu jika harus memulai percakapan. Perempuan itu pun hanya menatap keluar jendela.

Liana merasa aneh saat mobil masuk ke tempat yang sepi seperti hutan. Tak ada pemukiman penduduk sama sekali. Ia menoleh pada Leon. Seulas senyum misterius terbit dari bibir pria itu. Senyum yang sulit untuk diartikan oleh Liana.

"Mas Leon, kita mau ke mana? Tempat ini sepi sekali? Bukankah, kita mau ke hotel?" Rentetan pertanyaan ke luar dari mulut Liana. Rasa takut dan cemas mulai merasuk ke dalam hatinya.

...****************...

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!