Episode 4. Amira Putri

Dokter Gilbert menanti jawaban Jagat. Ia berharap Jagat mau menerima dirinya dan istri sebagai orang tua angkat.

Anak itu memiliki daya tarik tersendiri. Ia yakin, suatu saat anak itu akan menjadi orang sukses. Apalagi sekarang, anak itu memiliki kelebihan bisa melihat masa lalu dan masa depan seseorang. 

Terdengar bel rumah berbunyi. Dokter Gilbert beranjak dari duduk dan meninggalkan Jagat untuk membuka pintu. Sampai di lantai bawah, saat membuka pintu, ada dua orang berseragam polisi, sepertinya mereka ingin menanyakan lagi soal peristiwa itu kepada Jagat.

Ia mempersilakan mereka masuk dan duduk. Baru saja ia akan memanggil Jagat. Anak itu sudah turun ke bawah.

Jagat ikut bergabung. Dua polisi itu banyak mengeluarkan pertanyaan. Namun, ia hanya menjawab apa yang diketahuinya.

Termasuk tentang pria yang tak nampak wajahnya yang muncul dalam bayangan dulu.

...----------------...

Mobil sedan hitam memasuki tempat parkir salah satu SMA ternama di Jakarta. Setelah memarkirkan mobil, dua pria berbeda usia ke luar dari mobil. Mereka adalah Dokter Gilbert dan Rahwana Jagat.

Jagat memandangi sekolah dengan lantai dua itu. Ini hari pertamanya masuk sekolah yang pasti ditemani dokter Gilbert.

Dokter itu, sekarang sudah resmi menjadi orang tua angkatnya. Kini dokter Gilbert pun langsung mengambil perannya sebagai ayah. Ingatannya yang masih hilang, membuat dokter itu harus mendampinginya hari ini.

"Yuk, kita masuk," ajak Dokter Gilbert

Jagat membetulkan letak tas punggung dan mengikuti langkah Dokter Gilbert. Beberapa pasang mata menatapannya penuh iba atas kejadian yang menimpanya tempo lalu.

Namun, ia tak menghiraukannya karena tak ada satu pun yang ia kenal. Hingga seorang perempuan menepuk bahunya dari belakang. Reflek ia memegang tangan itu dan memelintirnya ke belakang.

"Aduh, Wana, tanganku sakit. Lepasin," teriak perempuan itu.

Jagat melepaskan tangan itu,"Maaf."

"Tidak apa-apa," ucap perempuan itu sambil memegangi tangan kiri yang dipelintir dengan tangan sebelahnya lagi."Wana, kamu ingat aku enggak?" tanyanya lagi.

"Enggak. Kamu siapa?" tanya Jagat dengan wajah datar.

"Kamu beneran enggak inget aku sama sekali?" Tanya perempuan itu lagi, memastikan.

"Oh, aku ingat sekarang. Kamu Amira Putri, kan?" Tebak Jagat.

"Terima kasih, Tuhan. Ternyata berita tentang Wana amnesia itu enggak bener. " Amira

menengadahkan kedua telapak tangan.

"Aku tahu namamu dari papan nama di bajumu, bukan karena ingatanku sudah kembali," sela Jagat sambil tersenyum tipis.

Amira merasa malu. Ia kira Jagat sudah ingat semuanya. Ternyata zonk!

"Jagat, cepat. Ayah ada panggilan ke rumah sakit," panggil dokter Gilbert.

Jagat menoleh dan mengangguk.

"Hati-hati. Ada siswa yang akan menabrakmu di belokan sebelah kiri dan bajumu akan kotor karena siswa itu sedang makan gorengan penuh saos." Jagat mewanti-wanti Amira sebelum pergi menghampiri dokter Gilbert.

"Kayak cenayang aja kamu, Wan. Aku enggak percaya." Amira langsung pergi meninggalkan Jagat.

Baru saja, jagat melangkahkan kaki sepuluh langkah. Terdengar suara melengking bercampur, caci maki dari mulut Amira.

Perkataannya pada Amira menjadi kenyataan. Baju Amira kotor terkena noda saos. Amira langsung menelepon orang rumah untuk mengantarkan pakaian ganti. Mudah bagi Amira meminta apa pun juga karena ia terlahir dari kalangan orang kaya.

... ----------------...

Bel tanda masuk berbunyi.

Jagat menunggu Bu Atikah, guru Bahasa Indonesia untuk masuk ke kelas. Ia tak tahu letak kelas 12 IPA 3.

Rahwana Jagat alias Wana mengikuti Bu Atikah. Mereka berdua menaiki tangga menuju lantai dua. Ternyata kelas 12 IPA 3 ada di ujung. Mereka berdua mengucapkan salam sambil masuk ke kelas. Semua mata tertuju pada Jagat.

Dokter Gilbert sudah pergi ke rumah sakit sepuluh menit yang lalu karena ada pasien gawat darurat yang harus segera di operasi.

"Ayo, Wana," ajak Bu Atikah. Ia membawa tas serta buku kumpulan soal yang digunakan untuk mengajar nanti.

Materi sudah selesai disampaikan, sekarang hanya latihan soal saja.

"Anak-anak, ini Rahwana Jagat, teman kalian. Alhamdulillah, dia selamat dari kejadian kemarin."

"Namun, kondisi Wana belum pulih. Ia masih hilang ingatan. mungkin ia tidak ingat pada kalian."

"Ibu minta kalian membantunya untuk menyusul pelajaran yang tertinggal, apalagi Minggu depan kita akan melaksanakan Ujian Nasional," jelas Bu Atikah sebelum memulai kelas.

"Wana, silakan duduk di bangku belakang Amira."

"Terima kasih, Bu."

Jagat berdiri dan mencondongkan badannya ke depan sambil membisikkan sesuatu di telinga Amira.

"Aku sudah bilang padamu untuk berhati-hati. Benar 'kan ucapanku?" tanyanya sambil duduk kembali.

Amira menoleh ke belakang. Matanya beradu dengan Jagat. Tatapan itu ... bukan tatapan milik Jagat yang ia kenal dulu.

Tatapan hangat dan bersahabat, bahkan mereka sering terlibat diskusi pelajaran karena Jagat termasuk siswa yang tak pandai.

Namun, sekarang semua itu berubah. Bulu kuduk Amira tiba-tiba berdiri. Saat seulas senyum misterius tersungging di bibir Jagat. Ia membalikkan badan menatap ke depan lagi.

"Ya Tuhan, sepertinya dia bukan Wana yang aku kenal? Apa Wana punya saudara kembar?" Amira bertanya-tanya dalam hati.

Para siswa memasuki ruangan ujian masing-masing. Hari pertama melaksanakan Ujian Nasional membuat mereka sedikit tegang.

Begitu juga dengan Amira, gadis berambut panjang sebahu, mata sipit khas keturunan China, dan kulit putih mulus.

Amira terlihat mondar-mandir di depan kelas. Sesekali matanya menatap ke arah gerbang. Kebetulan, ia kebagian kelas yang bisa dengan langsung melihat ke arah sana.

Sosok yang dinanti Amira muncul.

…Rahwana Jagat.

Pemuda itu tidak naik mobil, melainkan turun dari taksi online.

Ada rasa sedikit takut dan segan kepada Jagat. Namun, rasa di hatinya tidak pernah bisa dibohongi, meskipun kini Jagat yang ia kenal sudah menghilang entah ke mana …

Jantung Amira semakin berdetak kencang saat Jagat berjalan ke arahnya.

Wajah tampan imut yang dulu hangat dan ramah kini terkesan dingin dan tegas.

sosok tubuh atletis dan gagah, dengan tinggi hampir 190 cm itu berjalan dengan santai tapi pasti.

Rambutnya hitam tebal dengan style The Beatles, tersibak angin sepoi-sepoi.

Perlahan, Amira menarik napas untuk mengurangi sedikit ketegangannya. Namun, ia sudah bertekad untuk tuntaskan perasaannya, sebelum mereka berdua berpisah.

"Wana," panggil Amira sambil menghentikan langkah Jagat.

Jagat berhenti dan menatap Amira dengan datar.

"Ada apa?"

"Ada yang mau aku omongin. Nanti, selesai ujian. Kita ke cafe, ya? Aku yang traktir," pinta Amira malu-malu.

Entah seperti apa raut wajahnya sekarang. Pasti merah seperti kepiting rebus.

"Mau ngomong apa? Sekarang saja, tak perlu pake ngafe segala." Tegas Jagat.

sebenarnya ia tidak tertarik untuk akrab dengan Amira.

Tapi ada informasi, kalau Amira adalah teman paling dekat dengannya, tetapi tak ada sedikit pun memori tentang Amira di ingatan Jagat.

...****************...

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!