Sepanjang perjananan Dean merasa kalau luka di tangannya sudah jauh membaik, meski pengobatan sederhana tapi sangat ampuh.
Baru kali ini Dean mengakui kehebatan obat tradisional.
Jalanan sudah mulai gelap, setelah dua jam perjalanan Dean menepikan mobilnya di depan sebuah rumah berlantai dua, dengan tembok di sekelilingnya membuat rumah berlantai dua itu terlihat tertutup.
Seorang satpam membuka gerbang dan menunduk hormat pada Dean, mungkin Panca sudah memeritahu padanya bahwa Dean akan datang.
Garasi yang cukup luas dengan taman terletak di sampingnya, beberapa pepohonan rindang, juga sebuah kursi taman panjang di bawah salah satu pohon Ketapang Kencana membuat taman terlihat cukup aestetik.
Setelah memarkirkan mobil, Dean menyempatkan berkeliling taman, selain pepohonan rindang ternyata ada banyak juga koleksi tanaman hias sang pemilik rumah.
Jam di pergelangan tangan menunjukan pukul sepuluh dan Dean memasuki kamarnya di lantai bawah.
Ah kenapa Panca memilih lantai bawah, apa tak bisa di tukar dengan yang di atas, Dean membatin.
Ia membayangkan jika di lantai atas akan lebih mengasikan, bisa membuka jendela dan langsung melihat ke arah jalanan bebas hambatan yang ada di sebrang jalan.
Dean melihat ruangannya tampak bersih dan nyaman, furnitur pun sesuai dengan apa yang ia inginkan, Panca mrmang selalu tahu seleranya.
Suara deru motor memasuki garasi, dari balik tirai jendela Dean melihat sosok wanita bertubuh mungil keluar dari garasi, sekilas wanita itu melihat ke ruangannya, untung saja Dean belum menyalakan lampu hingga ia leluasa bisa melihat sosok tetangganya meski samar.
Wanita itu pun berjalan menaiki tangga lalu terdengar puntu terbuka, Dean mengerutkan alisnya, sosok tubuh wanita itu terlihat tak asing baginya, tapi Dean tak tahu di mana ia pernah melihatnya.
Suasana malam yang sepi dengan suara binatang malam terdengar merdu di telinga Dean, lampu taman yang cukup terang mengundang binatang malam untuk beterbangan di sekitarnya, bahkan hewan nokturnal lain pun mulai memperdengarkan suaranya.
Dean tersenyum puas, suasana malam seperti ini yang ia impikan.
Ingin Dean membuka jendela sepanjang malam namun kulitnya tak kuasa untuk menerima sapaan hangat para nyamuk-nyamuk nakal.
Pukul enam pagi Dean bangun, namun ia menghela nafas kecewa, terlalu siang baginya untuk menikmati udara pagi dan berolah raga.
Drrt drrt.
Dean melihat ponselnya yang menyala.
"Hai Rin,...."sapanya.
"Dean ...i miss you" suara lembut terdengar lirih dari sebrang.
"Hmm me too.."jawab Dean datar, setiap hari Ririn sang kekasih tak pernah absen menghubunginya.
"Cepatlah kembali....aku menunggumu" ucap Ririn.
"Tak lama lagi aku pasti kembali."
"Oke ..aku pegang janjimu, i love you so much baby, bye..."
"Bye..." Dean menutup ponselnya.Hampir dua minggu ia meninggalkan Ririn sang kekasih di S hanya karena urusan wanita brengsek ibu tirinya itu.
Tak tok tak.
Suara sepatu menuruni tangga, wanita berjaket denim dengan celana jeans hitam berjalan menuruni tangga.
Dean bangkit untuk melihat sosok tetangganya itu, namun ia harus menelan kekecewaan karena wanita itu memakai helm dan masker di wajah.
Bukan penasaran tapi setidaknya sebagai sesama penghuni rumah kontrakan itu ia harus mengenalnya meski hanya sebatas basa basi.
"Hei ..tu..." teriakan Dean tak terdengar karena wanita itu lebih dulu pergi dengan motor maticnya yang jadul.
Sebuah mobil masuk saat gerbang di buka lebar oleh penjaga.
"Selamat pagi Bos, ini sarapan yang anda ingin" Panca datang membawa bungkusan sarapan Dean.
"Hmm, teruma kasih Pan."
Brakk.
Dengan tanpa perasaan Dean menutup pintu bahkan saat Panca masih berdiri di depannya, Panca menghela nafas kasar, andai dia bukan putra bos nya sudah dia hajar babak belur.
Tok tok tok.
Ceklek.
"Apalagi Pan?" tanya Dean kesal.
"Ini, data identitas pria itu sudah kita dapat bos, juga beberapa potonya terbaru."
Dean cepat meraih map di tangan Panca lalu membukanya.
"Cukup tampan" ucap Dean.
"Tapi sayang doyannya tante-tante" sambungnya lagi.
"Apa dia tak punya pacar, hingga wanita tua itu pun dia layani"ucap Dean sarkas.
"Entahlah bos, menurut informasi anak buah kita beberapa kali terlihat pria itu menjemput kekasihnya yang bekerja di sebuah cafe."
"Hmm di cafe mana itu?"tanya Dean, dan Panca hanya tersenyum masam karena informasi yang anak buahnya dapat tidak akurat.
"Oke ...terima kasih."
"Ehm Bos, apa kau masih belum ingin menjenguk Bos Papih?"
"Untuk saat ini jangan dulu kau beritahu Papih tentang kepulanganku, aku hanya ingin mendapatkan bukti sebanyak mungkin kelicikan ibu tiriku itu."
"Baik Bos, saya pamit."
Dean mengangguk namun tiba-tiba Panca kembali berbalik.
"Oiya Bos, kalau kau ingin tahu, pria itu biasanya memakai motor sport berwarna merah dan ini nomor polisinya."
Dean hanya menatap ponsel Panca tajam, motor sport berwarna merah keluaran terbaru, tentu harganya pun lumayan, dalam hati ia bersumpah jika ternyata Anita lah yang membelikan motor tersebut dari jerih layah Papihnya maka ia akan membuat perhitungan dengan pria itu.
Setelah menyelesaikan sarapan Dean pun pergi setelah mengganti bajunya.Dengan celana jeans hitam dan kaos putih polos Dean melajukan mobilnya menuju ke sebuah mall besar.
Tak lupa ia tutup wajahnya dengan masker dan topi hitam.Cukup singkat pria tampan itu mencari sebuah ponsel keluaran terbaru, karena ia berniat untuk memberikannya pada Helmi juga sepasang sepatu, hatinya cukup miris melihat penampilan Helmi yang masih mau me makai sepatu yang sudah ada sobek di beberapa bagian, dan senyumnya pun terbit kala melihat deretan topi yang pasti akan Helmi suka jika ia membelikannya.
Suasana siang mulai terik perut Dean pun terasa lapar, tak ingin mencari tempat yang ia belum tahu seluk beluknya maka pilihan Dean adalah cafe di mana Panca me rekomendasikan padanya.
Fokus mata Dean teralihkan pada jemari mungil seorang pelayan cafe yang menyapa hangat dan menyajikan pesananya di atas meja.
"Silahkan Tuan" ucapnya ramah.
Dean mengalihkan pandangannya ke sosok pemilik suara, gadis dengan apron merah muda bergerak lincah membawakan makanan ke pengunjung cafe, bibirnya yang mungil bergelombang tak henti memamerkan deretan giginya yang putih.
Setelah menghabiskan steak ayam dan segelas orange jus Dean pun kembali menuju mobil yang terparkir, dan langkahnya berhenti di deretan sebuah motor matic yang menarik perhatiannya.
Sesaat ia mengamati motor matic jadul yang sekilas mirip dengan pemilik penghuni lantai atas alias tetangganya.
Tapi pengunjung cafe tadi rata-rata adalah pasangan muda mudi, lalu siapakah pemilik matic tersebut.
Benak Dean masih di liputi pertanyaan hingga di sepanjang perjalanan.Beruntung hari ini cuaca cerah hingga laju mobilnya pun lancar tak ada hambatan.
Pukul empat tiga puluh Dean menepikan mobil di sebrang sebuah sekolah menengah di mana bertepatan dengan jam pulang sekolah.
Para siswa berlari berhamburan keluar kelas.Cukup lama Dean menunggu sosok yang di carinya, cukup pusing matanya meneliti setiap wajah yang melewati gerbang, berharap ia bisa menemukan Helmy.
Dan dua sudut bibirnya membentuk garis lengkung saat dua orang siswa berjalan beriringan dan salah satu di antaranya adalah yang ia tunggu.
Tiiid...dua sosok tersebut tampak acuh dengan suara klakson mobil Dean.
Tiid...tiiidd.
"Hel..." teriak Dean, membuat Helmi pun menoleh ke arahnya.
"Bang Dean...." panggilnya dengan senyum lebar lalu berlari ke arah mobil Dean setelah menepuk bahu sahabatnya.
"Ayo naik..."
Helmi dengan semangat membuka pintu mobil dan duduk dengan wajah takjub memandang space dan interior dalam mobil.
Dari kaca tengah Dean melirik Helmi yang masih memindai dashboard dengan tatapan takjub.
"Lu lapar Hel ...?" tanya Dean, tapi fokus Helmi masih pada mobil hingga Dean mengulang pertanyaanya.
"Hel...Lu lapar nggak?" Dean menaikan nada suaranya membuat Helmi tersentak.
"Ah eh ..ehm maaf Bang, he heee lapar lah Bang, tadi bawa bekal sudah habis" jawab Helmi jujur.
"Kita makan dulu di resto depan."
"Nggak usah Bang, nanti di rumah aja ..." tolak Helmi halus.
"Nggak apa-apa ...sekali-kali makan di warung, biar kamu ngerasaain suasana berbeda" jawab Dean hangat lalu menepikan mobilnya.
"Lu mau pesan apa?" tanya Dean yang melihat Helmi tampak bingung.
"Ehm boleh pesan buat bungkus saja nggak bang? aku takut ibu cemas kalau aku telat pulang."
"Oke ..." Dean pun akhirnya memesan makanan untuk di bungkus seperti permintaan Helmi.
"Terima kasih Bang..."ucap helmi dengan binar mata bahagia.Sebenarnya ia sudah ijin pada ibunya untuk mampir dulu ke rumah temannya, tapi Helmi ingin menikmati dan makan bersama ibu dan ayahnya, mereka pasti akan senang makan makanan dari restoran yang belum pernah mereka nikmati.
*************
Jangan lupa tinggalin like, koment, dan vote ya bestie ....happy reading😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments