Setelah beberapa menit menahan rasa perih, berangsur-angsur rasa nyaman mulai menjalar di kulitnya yang terluka.
Begitu besar rasa syukur pria paruh baya tersebut bahkan meminta sang istri untuk menyajikan hidangan sederhana mereka.
Lama hidup di negara S membuat Dean begitu tersentuh dengan keramah tamahan dan sikap hangat sepasang suami istri yang tak lagi muda itu, sungguh hati Dean jadi terharu, kesederhanaan tak membuat mereka kehilangan rasa bersyukur bahkan mereka dengan tulus menjamu Dean.
Istri Pak Tomi nama pria tersebut menyajikan hidangan ikan bakar dan sayur bening yang ia petik di halaman belakang rumah mereka, Dean tak menyiakan kesempatan itu untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan sejak tadi.
Pak Tomi dan Bu Umi begitu senang saat Dean lahap memakan hidangan sederhana yang mereka sajikan.Pak Tomi dan Bu Umi terbahak kala melihat wajah Dean me merah dengan keringat muncul dari pori-pori keningnya karena kepedasan.
"Tuan maaf Tuan...saya lupa memberitahu kalau sambal itu sangat pedas" ucap Bu umi sambil menyodorkan air minum.
"Tak apa-apa Bu ah ...mulut saya seperti terbakar aahh...."lidah Dean menjulur dengan nafas panjang pendek.
"Nah itu Helmi pulang...Hel tolong beliiin susu di warung Mpok elis" titah Bu umi cepat.
Helmi yang masih berseragam sekolah menengah atas pun sigap langsung ke warung yang tak jauh dari rumah mereka.
Bu Umi langsung menuangkan susu ke dalam gelas dan memberikan pada Dean.
"Cepat minum tuan" ucap Bu Umi.
Glek gkek glek.
Dean langsung menghabiskan segelas susu hingga tandas dan rasa kebas di lidahnyapun mulai berkurang.
Sapu tangan dari Bu Umi tampak basah oleh keringatnya.
"Pak, Buk...kenapa Om ganteng di kasih sambal, lihat tuh bibirnya seperti darah warnanya" ucap Helmi yang ikut prihatin melihat keadaan Dean.
"Tidak apa-apa H hel, ini sudah lumayan dingin lidahku" jawab Dean masih mengipasi wajahnya.
Helmi yang merasa kasihan pun ikut mengipasi wajah Dean dengan tanganya.Pria tampan itu sedikit heran dengan sikap ramah anak muda tersebut, mereka bahkan belum saling mengenal tapi Helmi begitu perduli dengan dirinya.
Dean ngisyaratkan tangan agar Helmi menghentikan untuk mengipasinya.
"Kamu apa tidak lapar habis pulang sekolah" tanya Dean.
"Lapar Om, tapi saya kasihan lihat Om seperti mau mati keracunan sambal dari ibuku" jawab Helmi jujur membuat Dean terkekeh.
Memang benar ia rasanya mau mati tadi merasakan panas di lidah dan tenggorokannya.
"Ayo Hel ..kau sekalian makan, nanti ganti baju dan mandi" ucap Bu umi setelah membereskan piring sisa mereka.
Helmi pun mengangguk lalu makan dengan ikan dan sambal yang nyaris membuat Dean pingsan, Helmi mengunyah dengan santai, tak ada sedikitpun ia berkeringat atau merasa kepedasan seperti yang Dean rasakan.
"Hel ..kau makan di kunyah apa langsung telan" tanya Dean polos.
"Ya di kunyah lah Om, harusnya sii tiga puluh dua kali kunyah tapi sekarang aku sangat lapar jadi mungkin hanya sepuluh kunyahan saja he hee" jawabnya santai.
"Apa tidak pedas?."
"Kalau dia sudah sahabat dekat dengan cabai dari kecil Tuan, jadi sambal dengan level kepedasa ini baginya baru level tingkat PAUD." jawab Pak Tom.
Dean hanya membulatkan matanya tak percaya.
Helmi pun menghabiskan sepiring nasi dengan singkat, setelah itu ia beranjak untuk mengganti baju dan mandi.Tapi tak lupa pemuda itu membantu mencuci piring di dapur.
Suasana sore mulai terasa, lembayung senja begitu indah terlihat, tak henti Dean menatap matahari yang mulai berangkat ke peraduannya meninggalkan semburat merah muda dan kuning ke emasan, alangkah indah suasana di tepi pantai itu, tenang dan damai, udara pun terasa sejuk dan bersih tanpa polusi hanya debur ombak yang terdengar bergemuruh.
"Om dari kota yah?" sapa Helmi ramah setelah berganti baju dan menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim.
"Hmm sepertinya aku terlalu tua kalau kau memanggilku 'Om'."
"Ehmm he hee maaf ...sebenarnya aku ingin agar kita bisa lebih akrab Om" jawab Helmi polos.
"Kalau kau ingin kita lebih akrab maka panggil saja aku Bang, atau ..."
"Hah ...bolehkah ?"wajah Helmi sangat ceria, hidup sebagai anak tunggal rasanya sepi, tak ada tempat untuk bercurhat atau bersenda gurau, pertama kali melihat pria tampan itu di rumahnya dan di jamu oleh Ayah dan ibu, entah kenapa hati Helmi tiba-tiba merasa dekat dengan Dean.
"Hmm abang siapa namanya?"
"Dean ..." jawab Dean singkat, Helmy manggut-manggut.
"Bang Dean pasti horang kaya...,kenapa mau makan sama ayah dan Ibu ku Bang?"
Dean memandang Helmi dengan alis mengerut.
"Apa alasan ku menolak tawaran tulus dari ayah ibu mu?"tanya Dean.
"Hmm biasanya kalau orang kaya, akan berfikir bepuluh kali untuk mau makan masakan kami yang sederhana tadi, bahkan mungkin Bang Dean tak pernah makan masakah seperti itu, pantas saja tadi Bang Dean sangat tersiksa saat mencicipi hidangan Ibu."
Dean terkekeh.
"Memang makanan orang kaya seperti apa yang ada dalam pikiranmu Hel?"
"Ya ...makanan yang sehat, higienis, rendah lemak, pokoknya makanan mahal lah Bang?"Dean semakin terbahak dengan kepolosan Helmi.Ia kembali ingat saat sang Ibu masih hidup yang selalu memasak untuknya sebelum berangkat sekolah, bahkan jarang Dean makan di luar karena tidak higienis kata ibunya waktu itu.Semenjak kematian sang Ibu, Dean tak pernah lagi bisa menikmati lezatnya masakan rumahan, apalagi semenjak sang ayah tergila-gila dengan Anita, wanita yang hanya mengincar harta ayahnya saja itu.
Dean dan kakaknya sama sekali tak mendapat perhatian sang Ayah, Anita lah dunia ayahnya saat itu, dan sejak itu lah kehangatan rumah terasa menghilang, Dean bagai anak sebatang jara, meski abangnya pun merasakan kesepian seperti yang Dean rasakan.
"Bang....kenapa diam?"tanya Helmi.
"Hmm tidak, aku malah harus berterima kasih pada ayah dan ibu mu, karena mereka aku bisa kembali menikmati kehangatan sebuah keluarga, meski masakan sederhana tapi aku sangat menyukainya, selain ...sambal pedas itu" jawab Dean jujur.
"He hee...besok deh kalau abang main lagi..ibu aku suruh masak yang banyak, biar abang bisa menikmati makanan kami yang sederhana tapi enak...oiya Bang Dean mau main lagi kah ke sini?"
"Tentu saja, aku akan usahakan mampir ke sini, oiya apa kau punya nomor ponsel?"tanya Dean.
Helmi dengan semangat mengambil ponsel di kamarnya dan memasukan nomor Dean ke kontaknya.
"Apa sekolahmu jauh dari sini?."
"Lumayan jauh bang, sekitar sepuluh kilometer dari rumah."
"Lalu apa kau jalan kaki setiap hari?"
Dean mengangguk meng iya kan.
"Kalau pagi aku jalan bang, biar sekalian olah raga..dan kalau pulang sekolah suka nebeng teman yang arahnya se jalan" terang Helmi jujur.
Ada denyut nyeri di hati Dean, di jaman modern sekarang ini, masih ada pemuda yang tak rendah diri dengan keadaan hidupnya, bahkan ponsel jadul yang di milikinya pun sudah banyak retakan di layarnya juga tampak modelnya sudah tertinggal jauh.
"Hmm oke aku pulang dulu Hel, mana Ayah dan ibu mu ..aku mau pamit."
"Oh Ayah sama ibu sedang menghadiri pengajian di rumah pak Lurah Bang, nanti deh aku sampe in, hati-hati di jalan ya Bang" ujar Helmi.
Dean diam menatap pemuda polos itu, hatinya menghangat mendengar kalimat sederhana tapi sangat berarti baginya.
"Ini untukmu buat uang saku sekolah dan juga tolong kau kasihkan juga pada Ibumu, dan sampaikan terima kasihku padanya" ucap Dean menyerahkan beberapa lembar kertas berwarna merah pada Helmi.
"B buat apa Bang, ah tidak Bang, maaf nggak usah...ibu pasti tak akan mau menerimanya, jangan Bang" tolak Helmi halus.
"Hei ini bukan aku kasih gratis, aku akan datang beberapa hari lagi dan aku minta tolong ibumu buat masakin aku nanti, dan ini buat uang saku mu, tenang lah ..aku tak akan begitu saja memberi padamu, aku akan membutuhkan bantuanmu besok, jadi kau simpan saja" ucap Dean bersikeras, ia yakin tanpa syarat permintaamnya maka pemuda itu akan menolaknya dengan keras.
"Tapi tak perlu sebanyak ini Bang, Bang...tunggu Bang...Bang Dean" Dean berlari dan segera masuk ke mobilnya menghindar dari kejaran Helmi yang mengetuk pintu kaca mobilmya.
Helmi berdiri mematung memandang kepergian Dean dengan wajah bingung bahkan tangannya gemetar memegang lembaran kertas dari Dean.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments