Sementara itu di sebuah kamar hotel mewah, Dean berdiri di depan balkon menikmati udara pagi, dua hari sudah ia menginap di hotel tersebut, andai bukan karena ayahnya, ia enggan kembali pukang ke negara ini, hanya akan meninggalkan luka dan amarah di hatinya yang kian menggunung.
Dean Jacklyn, pria berusia tiga puluh tahun bertubuh tinggi tegap dengan dada bidang membusung, putra bungsu dari James Jacklin dan Marisa yang sudah meninggal satu tahun yang lalu.
Empat bulan sudah Papihnya terbaring dengan tubuh lemah tak berdaya di rumah sakit dan selama itu pula ternyata sang istri bermain api di belakangnya.
Ingin rasanya Dean membunuhnya jika saya sang Papih tidak segila itu mencintainya.
Di tengah rasa sakit yang mendera suaminya, wanita itu bahkan bermain cinta di belakangnya dengan seorang pemuda yang berumuran jauh di bawahnya.
Tak akan Dean tahu jika anak buah setia James tak mengadu padanya.
Tok tok tok.
Ceklek.
Seorang pria beeumuran tiga puluh lima an berbadan tegap membungkuk hormat pada Dean.
"Selamat pagi bos, apa bos mau sarapan di restoran hotel ini atau kita keluar?" tanya Panca, sang asisten.
"Hm kita cari saja di luar, sekalian aku mau lihat suasana di sekitar hotel ini" jawab Dean.
Keduanya masuk ke dalam lift, kamar Dean berada di lantai dua puluh dua namum kamar VIP yang ia tinggali ternyata tak bisa menghilangkan rasa bosannya.
"Pan, tolong Lu cari lagi rumah biasa buat gue tinggal, gue bosan di kamar ini, gue ingin mencium aroma wangi tanah yang tersiram hujan, juga suara gemericik air yang menyentuh genting" ucap dean.
"Siap Bos."
Dan seperti biasa, di musim penghujan ini rasanya tak ada hari tanpa awan yang menjatuhkan airnya.
Dengan jaket denim dan topi hitamnya Dean melangkah menuju mobil yang terparkir di basement hotel.
"Jalan pelan Pan" ujar Dean.
Panca pun melambatkan laju mobilnya, dari kaca spion Panca melihat Dean tengah asik menikmati suasana jalanan yang basah oleh gerimis.
"Makannya bos jangan lama-lama tinggal di luar negri, masih enakan di sini, bisa menikmati gerimis dari dalam mobil yang bergoyang" ucap Panca jujur.
"Mobil bergoyang? apa maksudmu?" tanya Dean tak mengerti.
"Ya...tentu saja mobil akan bergoyang jika melewati jalanan yang rusak, di luar Bos nggak penah alami kan?" sindir sarkas Panca.
Dean hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Apa berita terbaru wanita itu?" tanya Dean dengan tatapan tajam ke arah spion tengah.
"Nyonya baru pulang tadi pagi bertemu dengan berondong nya bos" jawab Panca pelan, ia pun merasakan sakit yang bosnya rasakan di mana sang Ayah di duakan cintanya.
"Lalu apa kau sudah tahu siapa pria itu?" tanya Dean dingin.
"Orang-orang kita sedang menyelidikinya bos."
"Kabari gue kalau identitasnya sudah kalian dapat."
"Siap bos, ehm bos di depan ada sebuah cafe yang cukup nyaman, dan menu makanannya pun terkenal enak, banyak pengunjung yang selalu antri" terang Panca.
"Hmm boleh."
Mobil Fortuner hitam itupun menepi.
"Bos pakai payungnya dulu" teriak Panca saat Dean sudah lebih dulu keluar mobil dan berlari menuju cafe.
Buat apa takut hujan, aku sakit pun tak ada yang perduli Pan, Dean berucap dalam hati.
Beruntung belum terlalu banyak pengunjung di cafe tersebut, Dean memilih tempat duduk di depan jendela hingga ia bisa melihat suasana jalanan yang masih di guyur gerimis.
"Mau pesan apa bos?" tanya Panca.
"Cappuccino dan roti bakar aja."
Panca pun memesan makanan pada pelayan dengan dobel porsi namun kopi sengaja ia beda kan karena ia tak begitu suka cappuccino.
"Mbak, toilet di sebelah mana ya mbak?" tanya Panca yang hanya basa basi karena petunjuk tanda toilet terpampang jelas bahkan terlihat dari pertama kali masuk.
"Oh lurus sebelah kanan Tuan" ucap pelayan dengan sopan.
Panca hanya mengangguk dengan berkali-kali melirik gadis manis memakai apron merah muda dan rambut kuncir tengah.
"Dari mana Lu lama amat Pan?" tanya Dean yang sudah menghabiskan setengah gelas kopinya.
"Ehh em anu bos dari kamar kecil" jawab Panca dengan senyum smirk karena ia kini mempunyai target untuk cuci mata.
"Heh ..habis keselek karet Lu, mata melotot terus "sindir Dean, Panca selalu mencuri pandang ke dalam cafe mencari sosok gadis manis yang telah mencuri hatinya.
"Enggak bos, ada mahluk manis di pojokan noh" jawab Panca jujur.
Dean menoleh namun tak menemukan sosok manis yang di ucapkan Panca.
"Bohong aja Lu, mahluk manis di pojokan ...yang ada noh pohon palem " jawab Dean kesal.
Panca hanya tersenyum gemas karena gadis itu sudah lebih dulu pergi setelah menyiram pohon palem tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments