...Di antara banyak hal yang aku temukan. Ada satu hal yang sampai saat ini benar-benar belum sepenuhnya aku pahami. Tentang seseorang yang memberi pelukan bukan hanya sekedar senang, melainkan rasa tenang....
...****************...
Kami berdua berangkat menuju pasar malam, mengendarai motor sendiri-sendiri. Aku sudah berganti pakaian biasa sejak pulang sekolah tadi. Kenapa bisa? Iya, kan bawa ganti dari rumah. Sudah ku rencanakan main ke taman makanya bawa ganti. Tapi ketemu Iravan tidak masuk rencana ku.
Sesampainya di tempat, kami parkir motor. Kami berjalan beriringan. Aku melihat banyak wahana. Banyak juga yang datang dengan keluarganya, family time mungkin. Bahagia ya mereka? Pikirku.
"Nayy" panggilnya sambil melambaikan tangan dihadapanku. Aku yang daritadi melamun sedikit terkejut.
"Aku ajak kamu kesini bukan buat ngelamun, ayo main komedi putar?" Ajaknya.
"Kek bocil. Tapi ayolah, kapan lagi ya kan hihihi" Iravan sontak menarik tanganku, kami berlari kecil ke komedi putar.
Banyak pasang mata yang melihat ke arah kami saat berlari kecil layaknya sepasang kekasih. Aku melihat punggungnya sambil berkata dalam hati 'beruntungnya nanti wanita yang bisa menjadi pendampingnya'. Kami sampai di depan wahana komedi putar.
Kami mengantri tiket, setelah mendapat tiket kami naik wahana ini. Tak lupa kami mengabadikan momen saat ini, beberapa kali potret. Diselingi canda tawa kami berdua menikmati permainan ini. Setelah beberapa kali putaran kami turun.
"Mau kemana lagi?" Tanya nya ketika aku melihat-lihat sekitar.
"Emm... Mau ituu boleh?" Aku menunjuk ke arah penjual permen kapas lalu menatapnya dengan tatapan memohon.
"Iya boleh" ucapnya lembut sambil tersenyum mengiyakan. Aku bersorak riang sambil berlari kecil.
"Hati-hati, awas jatoh." Ucapnya sambil mengimbangi langkahku.
"Pak permen kapas nya satu." Ucapnya
"Kamu nggak van?"
"Nggak."
"Enak lo maniss." Kataku sambil memamerkan permen kapas yang sudah berada di tanganku.
"Lihat kamu aja udah cukup."
"Dihhh." Aku yang mendapat pernyataan seperti itu merasa aneh. Ini bukan seperti Iravan yang dingin dan cuek dulu. Apa dia berubah sekarang? Lebih care and humble? Ya sudahlah biarkan. Setiap orang bisa berubah tidak seperti dulu, seiring berjalannya waktu. Tanganku di tarik Iravan menuju tempat duduk. Kami berdua duduk di tempat yang tidak banyak dijangkau orang-orang, lumayan sepi.
"Van van hadap sini..."
Cekreekkk
"Dihhh, kalo ngefans tu bilang."
"Dih narsis, orang ga kelihatan mukanya." Aku menyodorkan ponsel menunjukkan hasil jepretanku.
"Cepet habisin, masih banyak wahana yang belum kita coba." Perintahnya.
"Habis ini naik bianglala aja deh, habis naik bianglala beli es krim, terus pulang. Yayayayayaaaa?"
"Iyaa tuan putri."
Setelah menghabiskan permen kapas. Kami berdua naik bianglala yang letaknya tak jauh dari tempat duduk.
Kami duduk bersebelahan. Bianglala berputar dengan kecepatan sedang, tidak cepat ya tidak lambat.
"Gimana hari ini?" Tanya Iravan kepadaku. Lalu aku menoleh ke arahnya.
"Campur aduk rasanya, tapi pas sama kamu bahagia. Makasih ya?"
"All for you. Kamu kebiasaan mendem masalah sendiri, padahal kamu punya aku buat berbagi cerita."
"Aku udah banyak ngerepotin kamu."
"Ngomong apa sih? Itu perasaanmu doang. Aku ga pernah merasa di repotkan. Justru kalo kamu kenapa-napa, aku yang merasa gagal jadi temen."
"Kamu tau? Lihat kamu nangis kayak tadi rasanya aku pengen selalu ngelindungin kamu." Ucapnya lagi
"Aku bisa sendiri kok."
"Iya aku percaya kamu bisa sendiri. Tapi aku yang pengen ngelindungin kamu. Aku tau kamu ga pulang ke rumah karena di rumah ada masalah kan?" Ucapnya. Aku mengangguk pelan.
Iravan meraih satu tanganku untuk di genggamnya. "Lihat aku. Dengerin. Mulai sekarang, kalo ada masalah di rumah dan kamu pengen keluar hubungi aku. Oke? Aku temenin kamu cari bahagiamu. Buang jauh-jauh pikiran takut ngerepotin atau segala macem." Aku mengangguk paham.
"Lagi, kamu boleh menutupi kesedihanmu di depan banyak orang, tapi kamu ga boleh menutupi kesedihanmu di depan ku. Aku mau lihat kamu diposisi terburuk, nanti aku yang bawa kamu diposisi paling bahagia. Aku ga janji, tapi akan selalu aku usahakan di setiap waktu. Oke? Paham kan?" Lagi dan lagi aku hanya mengangguk tersenyum paham. Mendengar perkataannya hatiku merasa aman dan tenang. Sedikit terkejut, setelah sekian lama tidak bertemu, banyak sekali perubahan dalam dirinya.
Tak terasa bianglala sudah berhenti. Kami berdua turun dan menuju kedai es krim. Aku duduk di kursi yang sudah disediakan kedai, sedangkan iravan memesan es krimnya.
"Es krim rasa vanilla 2." Ucap Iravan kepada pelayan es krim. Pelayan es krim menyajikan sesuai pesanan, lalu diberikan ke iravan. Iravan berjalan ke arahku.
"Ini es krim vanilla untuk orang yang ga suka coklat." Katanya sambil terkekeh.
"Widiihhh masih inget." Kataku bersorak riang.
"Semua tentangmu masih ingat, lagian aku percaya kamu orangnya ga gampang berubah. Entah itu dari kesukaan atau apapun. Meskipun kadang sedikit oleng karena omongan orang, tapi kamu punya cara menghadapi versimu sendiri."
Aku speechless mendengar penuturannya, yang seolah paham sekali dengan diriku. Padahal aku sendiri tidak paham dengan diriku sendiri.
"Emm, enak. Makasih ya?" Kataku sambil memakan es krim.
"Iya, udah berapa kali kamu bilang makasih coba?"
"Ya gapapa. Emang kamu baik banget hari ini."
"Jadi maksudnya biasanya ga baik?"
"Biasanya emang ngeselin." Kataku sambil nyengir.
"Enak aja." Katanya. Ekspresi gemes sambil mengacak kepalaku.
"Tuh kan ngeselin. Berantakan woy."
"Kalo berantakan ya tinggal dirapihin. Gitu aja sewot."
"Diem deh van, baru tadi di puji baik. Sekarang ngeselin lagi." Kataku sambil mendengus kesal. Iravan terbahak mendengar ucapanku. Kami menghabiskan es krim santai sambil ngobrol.
"Van..." Panggilku ke dia.
Dia menoleh ke arah ku, menatap ku intens. "Kenapa, hm?"
"Gimana kalo kamu lihat orang yang kamu sayangi disakiti sama orang yang kamu sayangi juga?"
"Aku belum pernah diposisi yang kamu sebutkan, tapi dari setelah mendengar ucapanmu 'hancur' itu yang mungkin aku rasakan jika diposisi itu."
Iravan benar. Tapi dia belum pernah merasakan, ya karena dia tumbuh dari keluarga cemara. Jadi pemikiran dia berdasar pengertian bukan berdasar pengalaman.
"Malah ngelamun. Kenapa? Ada yang mau diceritakan?" Aku menggeleng lemah. Iravan membuang napas kasar.
"Gimana ya biar bisa bikin kamu cerita?" Pertanyaan yang keluar dari mulutnya. Aku hanya terkekeh sambil mengendikkan bahu.
"Pulang yuk." Ajak ku
"Yakin?" Aku mengangguk yakin sebagai jawabannya.
"Yaudah ayo aku anterin pulang"
"Eh gausah van, kan ga searah. Jauh juga lagian. Aku pulang sendiri aja yaa"
"Enak aja. Kamu mau buat aku jadi cowok yang ga bertanggung jawab?"
"Ya nggak gitu, kan rumah kita ga searah ege. Buang-buang bensin tau."
"Ya biarin, mau aku buang sekalian kok nih bensinnya."
"Dih mana bisa gitu anjir"
"Udah deh gausah bawel, lagian aku kok yang mau nganterin. Bukan kamu yang minta."
"Tapi kan-"
"Bensin abis tinggal beli."
"Tapi-"
"Nurut aja elah."
"Serah deh"
Aku mendengus kesal lalu jalan mendahului dia. Terlihat dari ekor mata ku, iravan menggelengkan kepalanya. Aku mengendarai motor menuju ke rumah ku yang dibelakang ku diikuti Iravan. Anak itu memang kalau sudah mau nya itu ya tetep ngeyel. Tak butuh waktu lama, aku sampai di kediamanku. Sepi. Itu kata yang tepat ketika melihat rumah ini. Aku memasukkan motor ke garasi. Aku keluar menemui iravan yang sedang duduk diatas motornya.
"Mampir dulu?" Tawar ku ke dia.
"Bentar aja, mau laporan ke calon mertua kalo udah bawa balik anaknya dengan selamat."
"DIHHH" aku melempar asal botol yang kebetulan berada di genggamanku. Iravan dengan cepat menangkap botol lemparanku. Kami berdua masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum" ucap kami berdua bersamaan ketika masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumussalam, eh kalian udah pulang. Ayo masuk, udah makan?" Kata ibu ku yang terlihat dari balik senyumnya ada rasa khawatir.
"Emm... Udah bu, Iravan langsung pamit pulang aja ya bu? Nayyala nya udah Iravan anterin sampe rumah dengan selamat dan utuh." Kali ini suara Iravan yang terdengar.
"Ga mampir dulu? Ibu bikinin minum deh ya?"
"Eh... Ga usah bu, Iravan langsung pulang aja. Udah semakin malem juga."
"Oh gitu, yaudah gapapa. Lain kali main kesini yaaa. Makasih yaaa udah jagain Nayyala nya ibu." Ujar ibu sambil merangkul ku. Iravan mengiyakan sambil tersenyum tulus kepada ibu. Iravan pamit dan salim ke ibu.
"Anterin ke depan gih" titah ibu kepadaku. Aku mengangguk patuh, mengikuti Iravan dari belakang. Iravan naik ke atas motornya.
"Aku pulang dulu." Aku mengangguk kecil sambil memasang wajah kesal.
"Marah?" Tanyanya penuh selidik
"Ga." Jawabku singkat.
"Oh marah."
"Dih ngeselin banget." Ucapku sambil cemberut. Iravan terkekeh kecil.
"Udah dong keselnya, kan biar kamu aman juga sampe rumah dan aku tenang liat kamu sampe rumah dengan selamat."
"Hm, makasih"
"Cuek banget."
"Iya makasiihhhh" ucapku sedikit mengeraskan suara.
"Nah gitu dong, iya sama-sama. Buruan masuk gih!" Titahnya.
"Iya nanti, kalo kamu udah pergi."
"Kamu masuk duluan, baru aku pergi."
"Engg-"
"Nurut, nayyala." Ucapnya dengan tekanan.
"Iya iya."
Aku menutup gerbang lalu masuk ke rumah. Aku tidak langsung masuk ke kamar melainkan mengintip Iravan dari jendela. Setelah Iravan beranjak pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments