Mencari Ketenangan

...Kamu dan senja itu sama² indah, enak dipandang, menenangkan di hati, pun juga punya janji yang sama. Senja janji ketika pergi dia kembali, sedangkan kamu janji ketika datang tidak akan pernah pergi. Thanks!...

...****************...

Matahari menyinarkan cahayanya yang cerah. Sinar yang selalu menyambut hari-hari para penduduk bumi, tidak peduli apa yang telah mereka lalui kemarin. Menjalani hari dengan keadaan hati yang muram. Kepala riuh mencerna apa yang terjadi semalam. Aku menghela napas menenggelamkan kepala diatas tumpukan kedua lengan.

"Dari tadi pagi kelihatannya lemes banget Nay, kenapa?" Suara Shylla. Membuatku bangkit dari posisi.

"Gapapa, cuma ngantuk dikit. Kurang tidur kemarin malam." Bohong ku. Mendapat tatapan curiga dari Shylla.

"Eh btw, jam kosong kah? Kok ga ada guru yang masuk?" Ujar ku lagi, mengalihkan topik pembicaraan.

"Kosong. Pada persiapan buat ujian minggu depan kali." Ucap Shylla sambil mengendikkan bahu.

Menit berganti menit, detik berganti detik, pelaaran terus berlalu seperti biasa tapi suasana hatiku sangat buruk. Setelah pulang sekolah aku tidak langsung pulang. Aku berkendara menuju tempat untuk menenangkan pikiran yang sedang kacau. Menikmati semilir angin yang berhembus. Mengendarai motor dengan kecepatan rata-rata. Tak membutuhkan waktu yang lama aku sampai di taman. Aku memarkirkan motor, setelah itu berjalan ke sudut taman yang sudah menjadi tempat favorit ku. Di sini aku biasanya menantikan hadirnya senja. Dengan melihat senja aku berharap masalah-masalah yang sedang aku alami seperti senja yang pergi jika sudah waktunya.

Aku duduk termenung menikmati indahnya alam yang ada di hadapan. Melihat orang lalu lalang membawa cerita kehidupan mereka masing-masing. Melihat orang bergandengan tangan berdua tertawa bersama, pemandangan yang indah. Tapi apakah benar kisah mereka seindah yang aku lihat? Apa saja yang sudah mereka lewati hingga bisa mencapai 'bahagia'? Pikirku. Melihat dua orang yang sedang bercengkerama bertukar cerita, pemandangan yang melegakan. Seseru itu ya mendapat orang yang bisa mendengarkan semua cerita kita? Atau semelegakan itu ya bisa mencurahkan apa yang di rasa? Aku ingin, tapi aku belum bisa, batinku. Melihat segerombolan orang yang sepertinya satu keluarga, pemandangan yang hangat. Memang ada keluarga yang tanpa masalah? Sepertinya tidak. Tapi mereka bisa menutupi masalah itu dengan sempurna ketika di luar rumah. Hebat. Banyak orang disini yang memasang topeng bahagia. Aku? Datar saja.

Getar handphone ku membuyarkan lamunan. Melihat nama yang tertera di layar ponsel. Aku segera menerima panggilannya.

"Halo assalamualaikum Nay"

"Waalaikumussalam, Bu."

"Kamu dimana Nay? Tumben belum pulang." Terdengar nada khawatir disana. Aku merutuki diri sendiri karena lupa memberi kabar Ibu.

"Aku di taman, Bu. Maaf tadi ga ngasih tau Ibu dulu. Tapi Nayya beneran pengen disini dulu, Bu. Nunggu senja. Boleh ya?"

"Boleh saja sayang. Kamu sudah makan?"

"Sudah bu." Ucap ku berbohong. Maaf bu, tapi aku hari ini emang lagi ga pengen makan apapun, rasanya kenyang. Kenyang memikirkan masalah-masalah ini.

"Beneran Nay? Jangan bohongi Ibu." Sesuai dugaan. Pasti ibu ucap seperti ini, seakan-akan ibu tau aku sedang berbohong, atau mungkin memang ibu tau kalau aku sedang berbohong?

"Serius udah bu. Jangan khawatir oke?"

"Iya iya. Kamu hati-hati ya"

"Iya, bu."

Setelah salam. Panggilan pun diakhiri. Hari semakin sore, matahari terus bergerak ke arah barat. Senja mulai menampakkan keindahannya, satu garis senyum pun ikut terbit di bibirku. Senja membawa kebahagiaan tersendiri untukku, mungkin seperti penyemangat. Entah apa jadinya jika tak muncul hari ini. Aku mulai memotret mengabadikan senja cantik ini, meskipun cantiknya selalu abadi dalam ingatan.

"Mau di fotoin ga nih?" Suara dari arah belakangku. Aku menoleh ke sumber suara itu. Dia tersenyum ke arah ku. Aku membalas senyuman itu.

"Boleh?" tanyaku

"Boleh, aku yang nawarin kok" Aku menyerahkan ponselku ke Iravan. Kami mengabadikan hari ini, dari aku yang di foto Iravan, aku yang memfoto iravan, kami juga foto bersama. Setelah puas mengabadikan momen, kami duduk di kursi panjang. Iravan menyodorkan kantong plastik yang setelah ku buka ternyata berisi beberapa roti dan minuman.

"Makan sekarang. Buat isi perut sedikit. Pasti belum makan" Aku hanya nyengir mendengar kalimat yang dilontarkan Iravan. Memang sih sedari tadi pagi aku tidak menyentuh makanan apapun, hanya minum air putih. Suka menyiksa diri sendiri memang.

"Kamu kenapa bisa disini?" tanyaku

"Di telpon calon mertua sih tadi, katanya ada yang gamau pulang ke rumah" katanya dengan nada candaan.

"Dih calon mertua calon mertua. Makan tuh calon mertua" kataku sewot sambil menyuapkan roti kedalam mulutnya. Iravan tertawa terbahak, diam setelah mulutnya tersumpal roti dari suapanku. 

Uhukk Uhuukk

Aku menyodorkan botol minum yang ada di pangkuanku. "Ututu kasian keselek, nih minum dulu" kataku sambil terkikik geli. Ada perasaan puas dan sedikit khawatir melihat Iravan seperti itu, puas menertawakannya dan khawatir kalo terjadi apa-apa. Iravan meneguk hingga sisa setengah botol.

Iravan melihat botol yang tinggal setengah ia berdiri. Aku menahan tangannya "Mau kemana?"

Dia menatap tanganku yang tak kunjung lepas. "Beliin kamu minum" aku menggeleng, dan menyuruhnya duduk kembali. 

"Gausah beli, air yang tadi ku bawa masih" aku mengambil air yang ada di saku tas dan menunjukkan ke Iravan.

"Yaudah, habis makan roti kita cari makan. Aku lapar" Aku tersenyum setuju ke arahnya. Iravan mengelus puncak kepalaku. Setelah selesai menghabiskan roti dan menikmati pemandangan bersama kami berangkat mencari tempat makan.

"Mau makan apa?" Tanyanya.

"Nasgor pinggir jalan aja gimana?" Jawabku. Iravan mengangguk menyetujui. Kami berkendara sendiri-sendiri menuju lokasi. Tak membutuhkan waktu lama kami sampai ditempat makan.

"Mau minum apa?" Tanyanya.

"Es jeruk." Jawab ku sambil berjalan mencari tempat duduk.

"Mas Nasi goreng 2, yang satu ga pedes. Minumnya es jeruk 2." Ucapnya memesan. Iravan berjalan ke arah ku.

"Habis ini mau pulang?" Tanyanya. Aku menggeleng lemah, kembali murung. Aku menyangga dagu dan menangkup menutupi seluruh wajahku. Bulir air mata jatuh membasahi telapak tanganku. Uluran tangan merangkul ku menarik lebih dekat dan jatuh ke dalam dekapannya, terisak di dadanya dengan tangan yang masih menutupi wajah. Tangannya mengelus kepalaku menenangkan.

"Permisi. Ini pesanannya."

"Iya makasih mas." Jawab Iravan tetapi tidak melepaskan dekapannya. Mas mas nasi goreng melihat pemandangan ini pasti mikir yang aneh-aneh. Padahal kami cuma sahabat, inget yaaa 'sahabat'.

"Aku ga maksa kamu buat cepet pulang. Aku temenin kamu kemanapun kamu mau." Ujarnya sambil terus menenangkan ku dengan usapan usapan kecil di kepala. Lambat laun isakan ku mereda. Aku melepaskan dekapannya dan berangsur melepaskan tangkupan wajah ku.

"Mau cerita?" Tanyanya. Aku diam sejenak.

"Kalo gamau gapapa. Nanti kalo udah siap, kamu boleh cerita kapanpun dan sebanyak apapun yang kamu mau." Katanya dengan lembut. Aku hanya diam.

"Makan dulu" Ucapnya lembut sambil mengelus kepalaku. Aku mulai memasukkan satu suapan ke dalam mulut dengan malas. Iravan yang berada di sampingku beberapa kali melirik ke arah ku.

"Dihabisin makannya. Habis ini ke pasar malam" Katanya sambil tersenyum ke arahku. Aku terkejut menoleh ke arahnya.

"Serius?" Tanyaku memastikan dengan antusias. Iravan hanya menanggapi dengan deheman dan anggukan. Aku memakan nasi goreng dengan lahap. Sudah lama aku tidak pergi ke pasar malam. Aku melihat Iravan mengeluarkan ponselnya dari saku celana, melihat dia bangun dari posisinya, berjalan sedikit menjauh dari tempat duduk. Aku penasaran siapa yang dia telpon, tapi yasudahlah mending ku lanjutkan makan. 

Iravan kembali duduk di sampingku langsung kembali menghabiskan nasi gorengnya. Aku meliriknya ingin menanyakan dengan siapa tadi dia telpon. Dia menoleh ke arah ku, aku yang di tatap juga menoleh ke arahnya.

"Habis ngabarin orang rumah kalo lagi kencan. Sama sekalian izin calon mertua buat nyulik anaknya sampe malem." Jelasnya.

Aku yang mendengarnya hanya ber-oh ria. Tapi bentar... Apa katanya? Kencan? Ni anak emang agak-agak. Efek kelamaan ngejomblo ya begini, ucapku dalam hati. Kami pun menyelesaikan makan malam, dan berangkat menuju ke pasar malam. Seperti janjinya tadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!