...Hidup adalah pecahan luka, kecewa, dan derita....
...****************...
Tak butuh waktu yang lama kami akhirnya sampai di rumah. Kami pun masuk ke dalam rumah dan istirahat di ruang tamu. Ibu langsung ke kamar karena memang aku yang menyuruh ibu istirahat saja. Aku pergi ke dapur untuk menyiapkan minuman dan sedikit cemilan untuk Shylla dan Iravan. Dari arah dapur aku melihat Shylla dan Iravan duduk di ruang tamu tanpa ada yang memulai percakapan, karena mereka memang belum kenal.
"Kok repot sih Nay. Biasanya juga aku bisa ambil sendiri." Kata Shylla. Karena memang Shylla biasa seperti itu, rumahku seperti rumah kedua buat Shylla.
"Bilang aja kurang." Kata ku singkat tersenyum tipis. Shylla hanya nyengir kuda.
"Nay aku boleh ke kamar mu? Numpang istirahat bentar. Nanti aku pulang agak maleman gapapa, udah bilang ke mamah kok." Aku hanya mengangguk mengiyakan. Shylla langsung ngacir ke dalam kamar sambil membawa minuman dan sedikit camilannya. Memang benar-benar takut kelaparan kek nya. Tersisa aku dan Iravan di ruang tamu.
"Kamu udah bilang ke bunda kalo kesini?" Tanya ku
"Udah. Aku bilang mau nemenin kamu dulu disini"
"Aku udah gapapa"
Iravan mendekat ke arahku meraih tanganku menggenggamnya. "Kamu hari ini kek nya butuh hiburan, jalan-jalan mau?" tanya nya sambil tersenyum ke arah ku.
"Keknya jangan hari ini deh van, nunggu hari libur aja gimana? Setelah ujian gitu" kataku. Iravan mengangguk tersenyum paham.
"Van"
"Hm?"
"Cewek?"
"Maksudnya?"
"Ga punya cewek?"
"Di kelas ku ceweknya cuma beberapa doang Nay bisa kali diitung pake jari, itupun mereka udah pada punya cowok"
"Kelas lain mungkin" kataku mengendikkan bahu
Iravan menggeleng sambil mengusap kepalaku. "Ga ada. Kenapa hm?"
"Gapapa sih, cuma yaaa kamu tuh aneh"
"Hm? Aneh?"
"Jomblo mulu. Padahal ga jelek-jelek amat"
"Oh jadi aku ganteng?"
"Dih narsis" kataku dan mendapat kekehan pelan dari Iravan.
Candaan kami berdua terhenti ketika mendengar dering ponsel Iravan. Iravan mengangkat teleponnya dan aku duduk diam sambil menikmati cemilan. Tak membutuhkan waktu lama Iravan sudah selesai dengan kegiatannya. Dia berjalan ke arah ku.
"Aku kek nya harus pulang sekarang. Ada panggilan mendadak." katanya. Aku mengangguk paham.
"Maaf ya, ga bisa nemenin kamu lebih lama."
"Gapapa. Mau pamit Ibu dulu?"
Iravan hanya mengangguk. Lalu aku mengantarkannya menemui ibu untuk berpamitan. setelah selesai berpamitan aku mengantarkannya ke depan. Dia menyalakan motor lalu pergi sambil melambaikan tangan ke arah ku. Aku membalas lambaian tanganya dan menunggu dia hingga lenyap dari penglihatan. Aku kembali masuk ke rumah melangkah ke kamar.
"Duhhh seru ya berduaannya. Sampe lupa temennya masih disini" sindir Shylla yang seak tadi ada di kamar.
"Dih apaan sih"
"Btw itu tadi siapa?"
"Temen SMP"
"Temen apa demennnn" ledek Shylla
"Temen. Lagian dulu dia pernah di gosipin deket sama temen kecilnya"
"Tapi dia kelihatan peduli banget sama kamu."
"ya karena kita temen"
"yee temen mana ada yang sampe kek gitu"
"Kek gitu gimana? ini mungkin karena dia tahu dari awal ibu masuk rumah sakit. Jadi ya mungkin dia mau bantu dari awal sampe selesai"
"Emang selesainya kapan?" kata Shylla yang membuatku diam tanpa suara.
"Dia lebih oke daripada Diandra"
"Dihh kamu baru ketemu dia sekali loh"
"Udah kelihatan kali. Kalo orangnya ga banyak tingkah kek Diandra"
"Kita gatau dia gimana di sekolah nya. Jadi ya gausah terlalu dibawa ke pikiran lah."
"Heran banget aku tuh sama kamu"
"Kenapa?"
"Di sekitarmu banyak yang lebih dari Diandra tapi kamu masih bertahan aja sama Diandra"
"Yang lain belum tentu beda dari Diandra. Ga ada jaminannya kan?"
"Iya sih. Tapi dia kelihatan anak baik-baik" Kata Shylla.
"Hm ya iya sih, tapi yaudah lah biarin aja. Aku tetap menghargai semua kebaikan dia."
"Btw, kamu mau nginep sini? Mendadak ga tega ngebiarin kamu pulang malem-malem" kata ku lagi.
"Pulang aja deh, aku juga ga bawa ganti buat besok."
"Besok pulang pagi-pagi aja. malem-malem bahaya diluar sana sendirian. nanti kalo diculik kunti gimana?"
"Kuntinya yang takut sama aku"
Aku terkekeh mendengar jawaban Shylla. Kami berdua ngobrol apa saja yang bisa menadi topik pembicaraan. Jika sudah bersama Shylla pasti dunia ku rasanya rame. karena Shylla seorang yang ceria, tapi juga gampang tersentuh hatinya.
"Nay, kenapa kamu ga cerita ke Diandra soal Ibu mu yang sedang sakit ini?"
"Gapapa, dia juga lagi marah keknya"
"Lah, kirain udah baikan"
Aku menggeleng "belom, kemaren aku tinggal gitu aja dia."
"Bener-bener ajaib nih anak" gumam lirih Shylla
"Aku denger loh Shyll" aku dan Shylla tertawa bersama.
Setelah asik ngobrol dengan Shylla. Dia pamit pulang karena sudah cukup malam. Aku mengantar Shylla ke kamar Ibu untuk pamit, setelah itu aku mengantar Shylla ke depan. Setelah Shylla pulang. Aku masuk ke dalam rumah. Aku masuk ke dalam kamar Ibu.
"Bu" panggilku.
Ibu menoleh sambil tersenyum memegangi bingkai foto keluarga. "Sini sayang, masuk!" aku melangkah mendekat ke arah Ibu.
"Ibu lagi apa?"
"Ini lagi lihat foto."
"Ibu khawatir sama ayah ya?" Ibu hanya tersenyum lalu mengangguk pelan
"Habis ini paling ayah pulang, sekarang Ibu istirahat ya?"
"kamu yang tidur dulu ya? Ibu mau nunggu ayah"
"Bu.."
"Hmm?"
"Ga jadi deh. aku ke kamar dulu ya bu? Ibu jangan tidur larut malam"
Ibu hanya mengangguk tersenyum menanggapi. Aku keluar dari kamar Ibu lalu berjalan ke kamar ku sendiri. Aku berpapasan dengan ayah, yang baru saa pulang. Tanpa suara sapaan, tanpa tatapan, berlalu begitu saja. Aku terus berjalan menuju kamar, sesampainya di kamar aku merebahkan diri di kasur.
Tok Tok Tok
Terdengar ketukan pintu yang lumayan keras. Aku bergegas membukanya. Terlihat kedua adek ku ketakutan, dengan napas terengah-engah.
"Kalian kenapa?" Tanya ku bingung. Mereka masuk dan duduk di ranjang ku mengatur napas. Mereka saling pandang. Aku pun mendengar suara ribut. Aku melangkah keluar tapi ditahan oleh Nagendra.
"Kak, jangan." Lirihnya sambil menggeleng.
"Kakak ga bisa diem aja, ibu udah banyak sakitnya."
"Tapi kak..." Ucapnya terpotong. Aku langsung beranjak dari kamar lari ke sumber keributan.
Di ambang pintu...
Plak plak plak
Bug!!!
"STOP!" teriak ku dengan lantang hingga keduanya menoleh. Aku berlari menuju Ibu yang sudah bersimpuh di lantai. Aku membopong tubuh Ibu untuk duduh di ranjang.
"Ayah mau membunuh Ibu apa gimana hah?!" Bentak ku di hadapannya.
"Anak kecil gausah ikut campur! Pergi!" Bentaknya.
"Ayah aja yang pergi! Ngapain pulang kalo cuma buat nyiksa orang!!!" Hardik ku padanya. Terlihat kilat marah di matanya. Dia memukul tembok untuk melampiaskan kemarahannya.
"Kak..." Lirih Ibu. Aku menoleh.
"Udah ayo bu ke kamar ku." Aku membopong tubuh ibu berjalan menuju kamar. Sedari tadi ibu menangis, rasanya air mataku juga ingin ikut turun. Tapi aku menahannya, aku ga boleh lemah di hadapan ibu. Aku akan bertahan untuk ibu, dan juga mengobati luka-lukanya. Sesampainya di kamar, kedua adek ku memeluk Ibu.
"Kakak gapapa?" Tanya Nagendra, sedangkan Nalendra memilih untuk menemani Ibu untuk menenangkannya.
"Gapapa kok, tolong kamu ambilin minum buat ibu ya?"
Nagendra mengangguk, lalu keluar mengambil minum. Aku bejalan mendekati Ibu, dan memeluknya dari samping.
"Kak, maaf ya?" Lirih Ibu
"Ibu ga ada salah sama kakak, kenapa minta maaf coba?" Ujar ku dengan nada candaan untuk sedikit menghibur ibu.
"Gara-gara Ibu kamu jadi berantem sama Ayah."
"Bukan salah ibu. Udah ibu gausah mikirin aku dulu, sekarang fokus dulu sama kesehatan ibu ya?" Aku menyodorkan air minum yang tadi di ambil oleh Nagendra.
"Anak-anak Ibu... Ibu harap kalian bertiga bisa saling menyayangi dan melindungi satu sama lain ya? Untuk satu-satunya putri ibu, pesan ibu cuma tolong jagain kedua adekmu ya? Sayangi mereka, kalo bukan sama kamu mereka sama siapa lagi. Untuk jagoan kembar ibu, pesan ibu cuma tolong jagain kakak kamu ya? Soalnya dia perempuan sendiri yang harus kalian jaga." Tutur Ibu. Kami bertiga mengangguk paham dan memeluk memberi kekuatan untuk ibu. Kami berempat merebahkan diri di satu ranjang sambil berpelukan.
Apapun yang terjadi hari ini, tidak akan mengubah kerja semesta. Matahari akan tetap menyinarkan cahayanya menggantikan malam menjadi pagi dan terus berputar hingga tiba malam hari lagi. Bagaimanapun aku hari ini, apapun rasa yang aku terima hari ini, itu bukan karena semesta. Tapi bagaimana aku bisa menerima dan memaafkan segala yang terjadi hari ini. Namun ini tidak mudah...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments