Rambut Kirana

"Lama-lama kalo lo godain sih Sarah mulu bisa sawan anak orang, Bay." Ucap Reza pada Ibay.

"Bukan sawan anjir. Bisa ke level kejengkang." Ucap Luis lalu tertawa.

"Garing lo gak lucu. Lucuan masih gue." Ucap Ibay. "Benerkan Lex gue lucu? Yakan? Yaakaannnn?" Tanya Ibay mesam-mesem ke Alex membuat cowok itu bergidik geri.

"Mau banget dikatain lucu. Belajar dulu sana yang pinter." Kata Daniel pada Ibay.

"Lo juga sama belajar dululah yang bener. Tadi lo ulangan dapet berapa? 4 kan?" Ucap Reza pada Daniel. "Malu-maluin bangsa."

"Idih, sombong lo. Mentang-mentang dapet nilai diatas KKM." Ucap Daniel. "Coba kalo tadi Alex duduk disamping gue, pasti nilai gue bagus."

"Nyontek aja bangga. Kayak gue nih walau nilai jelek gapapa yang penting hasil sendiri, daripada nilai bagus tapi hasil ngerampok. Percuma sama aja kayak bohong. Nanti kalo lo ditanya sama guru, lo gak bisa jawab malu-maluin negara aja lo. Gue tebak lo gak akan bisa jawab karena cuma Alex yang bisa." Kata Luis berpidato.

Semuanya menganga gak percaya. "Tumben lo bijak, Wis. Lo kan sebelas duabelas sama gue." Tanya Ibay pada Luis.

Luis merapikan kera bajunya, sombong.

"Gue habis dikasih wejangan sama Alex tadi pagi." Jawab Luis membuat semuanya tertawa.

"KIRANA ANATASYA SIAPA YANG NYURUH KAMU DUDUK?!"

Kelima cowok itu terkejut mencari sumber suara. Daniel berdiri berniat melihat ada keributan apa. Di lapangan terlihat Kirana tengah berdiri dari duduknya menepuk-nepuk roknya dengan Bu Dian didepannya sedang berkacak pinggang.

"Oy Kirana Oy." Kata Daniel membuat yang lainnya ikut menghampiri balkon dimana Daniel berdiri. Dari lantai dua terpampang jelas Kirana yang ogah-ogahan kembali hormat pada tiang bendera.

"Capek atuh bu. Panas lagi, ibu mau gantiin saya. Saya dengan sangat ikhlas akan bersedia bu." Ucap Kirana berbinar.

"Siapa suruh kamu bolos pelajaran Bu Santi?" Murka Bu Dian pada Kirana.

"Gak ada sih bu." Jawab Kirana polos.

Bu Dian menghembuskan nafasnya pelan. Harus ekstra sabar menghadapi anak didiknya yang kelewatan ajaib ini. Bahkan sampai diadukan kepada orang tuanya pun tidak mempan bukannya tambah jinak malah tambah bludak. Mata bu Dian meneliti penampilan Kirana dari atas sampai bawah. Amarah yang tadinya sudah mereda kini kembali berkobar hebat.

"KIRANA." Teriak Bu Dian membuat Kirana terlonjak kaget. Bukan hanya Kirana tapi juga beberapa siswa yang sedang memerhatikan ikut terkejut juga. Sungguh luar biasa teriak Bu Dian itu. Mungkin sekarang dipikiran Kirana bersyukur karena teriakkan Bu Dian tidak sampai membuat bangunan sekolah roboh.

"Astahgfirullah. Ya ampun bu apa sih. Kaget tauk." Ucap Kirana mengelus dadanya pelan. Jantung Kirana bertompa dua kali lebih cepat. Kirana pikir jatuh cinta ternyata kaget karena suara bagus nan merdu milik Bu Dian.

"Penampilan macam apa ini. Baju keluar, sepatu putih, dasi juga hilang entah kemana lagi. Dan itu rambut kamu apain. Jadi merah kayak gitu." Kata Bu Dian menunjuk benda yang diucapkan dengan tongkat kebesarannya yang selalu ia bawah kemana-mana. "Cepat benerin baju kamu!"

Tanpa banyak protes Kirana memasukkan kemeja putihnya kedalam rok, tidak sulit karena Kirana memotong kemejanya menjadi lebih pendek sedikit agar tidak repot jika dimasukkan. Tapi yang jadi masalahnya kemeja itu sangat sering keluar. Tangannya meronggoh saku roknya mengeluarkan dasi abu-abu dengan logo kebanggaan SMA Purnama. Kirana menatap dasi itu lalu menatap Bu Dian yang tengah menatapnya.

"Saya gak bisa makai dasi bu. Makanya saya gak pernah pake." Ucap Kirana pada Bu Dian malu-malu kucing. "Dulu saya bisa bu tapi sekarang lupa."

"Alasan kamu. Lalu siapa yang membenerin dasi kamu pas upacara?"

"Elsa kalo gak ya Reva."

"Ya ampun Kirana. Lepas sepatu kamu!" Kirana melotot melihat sepatunya.

Ya ampun. Sepatu kesayangan gue.

"Trus saya harus nyeker gitu bu?" Tanya Kirana dramatis.

"Iya. Cepet lepas atau ibu pilok sepatu kamu. Pilih mana?" Ancam Bu Dian pada Kirana. Dengan sangat terpaksa Kirana melepas sepatunya dengan lapang dada. Ikhlas? Tentu tidak.

"Jangan bilang ibu nyuruh saya lepas rambut juga karena rambut saya merah." Ucap Kirana pada Bu Dian yang tengah mengambil sepatunya.

"Mau ibu gundul rambut kamu. Dio tolong ambilkan gunting dimeja ibu ya." Perintah Bu Dian pada Dio salah satu siswa yang tengah lewat dikoridor. Dio mengangguk karena dia siswa penurut. Tidak asing bagi kalian jika guru akan mengingat muridnya dengan dua cara, satu ingat karena kenakalannya dan kedua ingat karena kepatuhannya atau siswa baik-baik.

Kirana melotot memandang Dio dengan sengit seolah-olah mengatakan "jika lo ambil gue bunuh lo." Dio tampak mengerti dengan tatapan Kirana. Sekarang ia bingung harus menuruti siapa Kirana atau Bu Dian. Tidak disangka dari lantai dasar sampai lantai tiga semua siswa hening tidak ada yang mengeluarkan suara. Merasa penasaran dengan sosok Kirana yang sudah membuat gempar SMA Purnama. Sampai seseorang membuka suara.

"UDAH BU GUNDUL AJA."

"JANGAN KASIH AMPUN BU."

"KAMI MENDUKUNGMU BU."

"KEPUTUSAN YANG BIJAK BU."

"SUPPROT BU DIAN."

Jangan tanya teriakan itu berasal dari mana. Sudah pasti dari lantai dua tepat Resor berada. Yang paling mendominasi adalah suara Ibay dan Daniel karena dua orang itu sangat suka jika Kirana sengsara. Alex hanya diam melihat sambil menompang dagunya.

"Bu tutup telinga bu. Ada kata-kata bejat yang terucap dari setan-setan jahanam." Kata Kirana menutup kedua telingan Bu Dian dengan kedua tangannya.

Bu Dian menyingkirkan tangan Kirana dari telinganya. "Apa-apan sih kamu?" Bu Dian mendongak melihat Resor tengah tertawa puas. "Dan kalian diam!"

"Kalian mampus setelah ini." Kata Kirana tanpa suara yang langsung dimengerti oleh Resor. Kirana memeragakan seolah-olah dia psikopat dan mereka akan menjadi korban selanjutnya.

"Ya ampun Kirana cantik deh."

"Manis kan, Za."

"Iya Kirana cantik banget."

"Jadi Kirana kemarin-kemarin gak cantik ya?" Kata Ibay polos pada teman-temannya.

"Diem aja deh lo. Daripada di smackdown Kirana. Mampus lo." Luis berbisik pada Ibay. Ibay melotot. Bener juga.

"OH... BINTANG... OH.....BULAN OH....SEMESTA... TERIMALAH PERMINTAMAAFAN KU INI DENGAN TULUS HANYA UNTUKMU KIRANA..." Ujar Ibay mulai berpuisi dramatis sambil mengangkat kedua tangannya diudara.

"OH KIRANA KAU SEPERTI BIDADARI YANG TURUN DARI LANGIT, NGIT, NGIT, NGIT..." Suara Ibay semakin menggema dilorong koridor yang tengah hening. Seluruh orang dikoridor menahan tawa mendengar puisi Ibay. Kirana juga menatap datar Ibay yang masih asik dengan puisi karyanya. Bu Dian melongo ditempat.

"OH KIRANA... MAAFKANLAH KAKANDA ADINDA, NDA, NDA.." Ujar Ibay dramatis kembali. Luis yang ada disampingnya ingin rasanya mencari pisau lalu memutilasi Ibay ditempat. Daniel sangat berusaha menahan tawa. Reza melongo seperti Bu Dian. Alex menatap datar Ibay.

"IBAY CUKUP. SIAPA YANG MENYURUH KAMU BERPUISI." Suara Ibay terhenti seketika mendengar Bu Dian mengeluarkan suara. Kata-kata indah nan syaduh yang akan dikeluarkan kini terhenti ditenggorokan.

Pandangan Bu Dian kembali kepada Kirana. "Kirana ibu gak mau tau besok rambut kamu harus hitam seperti semula." Bu Dian menatap tegas Kirana.

"Ya ampun bu. Mana bisa rambut saya berubah warna sendiri. Mana bisa! Lagian kan bagus bu rambut saya." Ucap Kirana menggibaskan rambutnya ala-ala iklan sampo di tv.

"Bagus apanya. Kayak anak ayam iya. Kemarin ombre biru. Lalu coklat sekarang merah gak sekalian kamu warnai pelangi rambut kamu."

"Boleh juga. Rekomendasi ibu akan saya coba."

Bu Dian dongkol ingin sekali membuang Kirana ke planet pluto biar gak nampak lagi dihadapannya.

"Rambut kamu bisa jadi merah itu kamu apain Kirana." Ucap Bu Dian melembut.

"Saya cat bu." Ucap Kirana tak kalah lembut.

"Yaudah kamu cat hitam aja rambut kamu biar kembali hitam." Ucap Bu Dian masih dengan nada lembut. Jika Kirana tidak bisa dikasari mungkin dilembuti anak ini akan tobat.

"Tapi mama saya gak ngijinin saya ngewarnai rambut warna hitam bu. Haram katanya." Ucap Kirana polos. Wajah Bu Dian memerah menahan marah. Ingin sekali membawa Kirana ke masjid untuk di rukiyah

"Terserah! Pokoknya besok rambut kamu sudah gak merah lagi."

"Jadi abu-abu boleh dong bu." Mata Kirana berbinar. Bu Dian memukul tiang bendera disampingkan dengan tongkat kebesarannya dengan kasar sambil menatap Kirana tajam.

Siaga satu.

"Bercanda bu." Ucap Kirana cengengesan tidak ingin membangunkan macan tidur disiang hari.

"Tetap Hormat sampai bel pelajaran keenam selesai. Dan sepatu kamu ibu sita bisa diambil orang tua kamu. Masalah rambut jangan kamu cat apapun biarkan rambut merahmu itu tumbuh dengan rambut yang baru. Lalu kamu potong." Jelas Bu Dian lalu meninggalkan Kirana dengan menenteng sepatu putih Kirana menuju kantor guru.

"Dasar macan tutul." Gumah Kirana pelan. Lalu mendongak melihat sekeliling melebar, jadi sejak tadi dia menjadi tontonan. Dan matanya terkunci pada satu objek yaitu Resor tengah tertawa puas sedangkan Alex hanya tersenyum tipis.

"KETAWA AJA TERUS. SAMPEK KESELEK TRUS MATI!"

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!