Empat tahun lalu

Empat tahun lalu.

Seorang gadis tengah menangis sesenggukan dikamar yang berantakan, bantal, guling, boneka, semuanya berserakan dilantai. Bahkan penampilan gadis itu tidak bisa dibilang baik-baik saja, rambut yang berantakan, mata sembab, sangat kacau.

Pandangan gadis itu kosong memandang lantai, terkadang gadis itu tertawa keras kadang menangis histeri setelah kejadian satu minggu yang lalu. Kejadian yang membuat kehormatannya hilang, membuat seorang manusia hidup didalam rahimnya. Raya Amelia nama gadis itu.

Terdengar suara gaduh dari luar kamar terlihat Mama Papa Raya tengah khawatir melihat kondisi putrinya bahkan Kirana sudah terlihat di sana. Setelah mendengar kabar Raya yang mengurung diri di kamar Kirana langsung melesat ke rumah Raya, dan benar Raya sudah tidak keluar kamar selama seminggu ini.

Kirana tidak habis pikir dengan sahabatnya yang satu ini. Kirana sudah bertanya pada Mama Raya kenapa gadis itu mengurung diri dikamar dan jawaban mama Raya membuat Kirana terkejut bukan main. Tanpa banyak bicara Kirana langsung beranjak menuju tempat seseorang yang membuat sahabatnya seperti ini.

Kirana mendobrak pintu didepannya dengan keras sampai pintu itu terlepas. Tampak segerombol lelaki tengah bermain kartu terkejut dan memandang Kirana. Kirana tidak peduli dia langsung mencari si brengsek itu, pandangan Kirana menjelajah ke seluruh penjuru ruangan. Dan berhasil pandangan Kirana berhenti pada seorang cowok yang baru keluar dari sebuah ruangan.

Tangan Kirana sudah mengepal keras, hidungnya kempas-kempis, wajahnya memerah menahan marah. Kirana menatap tajam laki-laki itu dan dengan gerakan cepat Kirana langsung menerjang orang itu.

"Bangsat," Tinjuan Kirana mentah-mentah pada wajah cowok tadi. bahkan cowok itu belum siap masih kaget dengan kehadiran Kirana.

"Apa-apaan sih lo, Kir?" tanya cowok itu sambil memegang sudut bibirnya yang sobek.

Emosi Kirana kembali berkobar mendengar pertanyaan cowok tadi. Matanya memerah menahan marah.

"Mau lo apa bangsat." Teriak Kirana di depan cowok tadi dengan nafas naik turun. "Lo cowok bukan sih? kenapa lo lari dari tanggung jawab lo Jacky." Kirana kembali melepaskan tinjuannya tapi dengan cepat Jacky mundur menghindari tinjuan Kirana.

"Apa maksud lo?" tanya Jacky sedikir kesusahan akibat sudut bibirnya yang sobek membuat dia kesulitan berbicara. Sangat perih.

"Raya hamil dan dia udah seminggu ini gak keluar kamar sekali pun. Gue khawatir anak yang ada dalam kandungan dia bakal kenapa-napa." ucap Kirana dengan menatap tajam Jacky.

Jacky diam. Tidak mengerti arah tujuan bicara Kirana. "Bukan gue yang ngehamili Raya, Kirana." Ucap Jacky tegas setelah tau kemana arah pembicaraan kali ini.

Kirana tersenyum sinis. "Bukan lo trus siapa orang dikamar waktu itu kalo bukan lo Jacky. Cuma lo satu-satunya orang yang ada disana." Teriak Kirana didepan wajah Jacky. Yang lain hanya menjadi penonton setia tidak tau harus berbuat apa, takutnya malah menjadi tambah runyam.

"Jujur sebenarnya gue pengen banget bunuh lo disini tapi gue mikir apa untungnya gue ngehajar lo disini gak bakal balikin keadaan menjadi semula. Gue tegaskan sekali lagi untuk lo buktiin ucapan lo Jacky jika lo ngak bisa ngebuktiin ucapan lo, mungkin dunia tau sebutan apa yang pantes buat lo." Setelah mengatakan itu Kirana langsung pergi meninggalkan Jacky yang masih terdiam.

Kirana mengendarai motor besarnya dengan kecepatan di atas rata-rata jalanan terlihat sepi karena jam sudah menunjukkan pukul tengah malam. Kirana meminggirkan motornya dipinggir jalan setelah mendapat telpon dari mama Raya.

"Hallo ma ada apa?"

Tangan Kirana lemas bahkan handphonenya sudah terjun bebas dijalanan. Hatinya remuk bagai ditusuk ribuan pedang. Matanya memerah menahan air mata. Kirana menghapus air matanya. Menjalankan motornya kembali menuju tempat dimana sahabatnya menunggu.

"Enggak lo gak boleh pergi Raya."

Kirana tengah berlari tergesa-gesah disepanjang koridor rumah sakit. Tidak peduli dengan ocehan orang yang trabrak dijalan. Setelah mendapat kabar bahwa Raya menusuk perutnya, pikiran Kirana sudah menjalar kemana-nama.

Raya adalah sahabat terbaiknya, Kirana berjanji akan membalas semua yang dialami Raya. Kirana melihat orang tua Raya yang tengah duduk dikursi tunggu. Melihat keadaannya pun Kirana bisa menebak bagaimana hancurnya hati mereka melihat putri sematawayangnya mengalami hal seperti ini.

"Ma." Panggil Kirana pada mama Raya. Karena kedekatan Raya dan Kirana membuat Mama Raya menyuruhnya memanggilnya dengan sebutan mama dan pada papanya dengan sebutan papa.

Mama Raya bangkit dari duduknya lalu memeluk Kirana. "Raya." ucap mama Raya dengan sesenggukan. Kirana bisa merasakan begitu pilunya tangisan mama Raya. Tanpa disangka Kirana juga meneteskan air mata.

"Ma, semua akan baik-baik saja. Mama tenang ya Raya itu gadis kuat. Mama harus percaya." Mama mengangguk mendengar ucapan Kirana. Pintu terbuka muncullah sosok dokter yang menangani Raya.

"Bagaimana dok keadaan anak saya." Papa bertanya pada Dokter. Dokter itu tersenyum tipis. "Putri bapak tidak apa-apa, tapi maaf kami tidak bisa menyelamatkan anak yang ada didalam rahim pasien."

Kirana diam memantung.

"Kita boleh masuk dok?" Tanya Mama, dokter itu mengangguk.

"Kalau begitu saya permisi." Ucap dokter itu lalu berlalu pergi.

"Kirana kamu mau masuk nak?" Tanya mama menatap Kirana yang terdiam.

Kirana tersenyum tipis. "Nanti aja ma, mama sama papa masuk aja dulu." Kata Kirana.

"Papa sama mama masuk ya, Nak." Kirana menganguk lalu duduk dikursi tunggu dengan pandangan kosong. Ponselnya sudah bergetar daritadi pasti mama dan papanya mencarinya. Kirana memandang jam putih dipergelangan tangannya pemberian dari Raya kado ulang tahunnya tahun lalu. Pukul dua dini hari. Kirana meraih ponselnya lalu menghubingi mamanya, tidak ingin beliau cemas karena dirinya.

"Halo ma," sapa Kirana.

"Ya ampun sayang kamu dimana sekarang? Mama cemas kamu belum pulang." Terdengar raut khawatir disuara Nita mama Kirana. Kirana merasa bersalah sudah membuat mamanya cemas.

"Maafin Kirana ma, Kirana gak kasih tau mama. Kirana ada dirumah sakit. Raya masuk rumah sakit. Besok aja ya ma Kirana cerita, Kirana nginep di rumah sakit dulu malam ini. Omongin ke papa ya ma." Ucap Kirana sesenggukan. Kirana yakin pasti mamanya akan heboh sendiri.

"Ya ampun sayang, Raya kenapa. Oke kamu boleh nginep dirumah sakit malam ini. Tapi, besok kamu harus ceritakan semuanya ya. Urusan papa biar mama yang urus."

Telpon terputus Kirana menjatuhkan ponselnya dilantai, tangannya lemas.

"Kirana nanti kalo kita udah lulus. Gue gak mau tau lo harus satu sekolah sama gue. Kita harus ngambil jurusan yang sama."

"Kirana lo tuh harus berubah masa lo mau gini-gini aja sih."

"Lo kalo ada masalah cerita sama gue ya. Gue kan sahabat lo."

"Gila, Na. Tadi tuh penampilan lo bagus banget. Walau lagu lo kayak orang kumur-kumur sih."

"Gue ngambek sama lo. Pokoknya lo harus beliin gue es krim 10."

"Na lo tau gak gue tadi ditembak sama kakak kelas. Ya ampun Na gue seneng banget. Gue bakal traktir lo sepuasnya hari ini."

"Kirana lo harus semangat ya. Kita gak tau kan siapa diantara kita yang bakal pergi duluan. Kalo seandainya gue dulu yang pergi lo gak boleh patah semangat lo harus tetap menjadi Kirana yang gue kenal. Begitu juga dengan lo, Kalo lo yang dulu pergi gue akan tetep semangat seperti yang lo bilang waktu itu. Tapi, gue berharap gue dulu yang pergi bukan lo. Biar gue bisa nyiapin tempat yang indah disana buat lo dan melihat lo dari atas ketika lo tersenyum."

Kirana menangis dengan pilu. Seandainya ada orang yang mendengarnya pasti akan ikut merasakan kesedihan gadis itu. Hidup itu sulit banyak rintangan. Tangannya mengepal ia bertekat akan mencari tau siapa dalang dari semua ini. Kirana janji.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!