"Kira-kira kapan bang jadinya?" Tanya Gara pada montir didepannya. Setelah mendapat persetujuan dari papanya Kirana langsung menyeret Gara untuk membantunya membawa mobil dan motornya ke bengkel. Awalnya Gara menolak karena jijik melihat mobil Kirana yang dipenuhi darah kering, entah darah siapa itu dulu. Tapi Kirana tetap memaksa Gara jika tidak mau Kirana tidak akan ngomong dengannya. Dengan terpaksa Gara menelpon montir untuk mengambil motor dan mobil Kirana.
"Dua minggu mungkin mas. Mas nya ninggalin nomor telepon aja nanti saya kabari kalo sudah selesai. Tapi kalo mobilnya agak lama mas. Mas nya lihat sendiri mobilnya parah banget. Banyak yang harus diganti dan saya lihat kayaknya barang untuk mobil ini susah di dapat bukan karena mobil jadul tapi limited." Kata montir itu. "Ini mobil limited kan mas. Dilihat dari bodynya aja kelihatan. Kayaknya mobil ini rilis beberapa tahun yang lalu dan hanya ada beberapa di dunia. Jadi mungkin lama mas. Dan cat nya juga sudah berubah warna. Ini awalnya hitam kan mas?" Jelas montir itu dengan detail.
Gara mengangguk. Benar mobil adiknya ini memang limited edition cuma ada 5 di dunia wajar jika barang yang dicari sulit. Awalnya Gara meminta Kirana membeli mobil baru tapi Kirana Keukeuh ingin mobilnya diperbaiki. Kalo tidak ada barang yang cocok Kirana berencana memodif mobilnya. Ternyata sifat keras kepala Kirana ikut kembali.
"Kalo motornya mas?" Kirana mengeluarkan suara yang sendari tapi memperhatikan mobilnya yang berubah bentuk itu.
"Kalo motornya sekitar satu sampai dua mingguan mbak." Jawab montir itu setelah melihat kerusakan motor Kirana.
"Yaudah bang nanti abang kasih kabar aja kalo udah selesai." Kata Gara.
Montir itu mengangguk. Gara keluar dari bengkel itu diikuti Kirana dibelakangnya.
"Bang." Kirana menarik kaos belakang Gara.
"Apa?"
"Nyadar gak sih bang. Kalo kita daritadi jadi pusat perhatian. Kenapa sih ngeliatinnya gitu? Kan gue merinding bang."
"Bego!! Ya iyalah jadi pusat perhatian. Lo gak nyadar mobil lo bentuknya kayak gimana. Orang lihat paling juga mau mutah Kirana."
Kirana mendengus kesal. Iya sih mobilnya sudah bukan seperti mobil pada umumnya. Rusak parah. Tapi Kirana masih keukeuh ingin mobilnya diperbaiki. Bagi Kirana mobil itu punya banyak kenangan.
...****************...
Matematika dihari senin itu seperti paket komplit. Apalagi setelah upacara selesai komplit sudah. Yang paling mainstrem itu ketika mendapat berita ulangan dadakan rasanya ingin sekali bunuh diri. Iya kalo dapat jawaban gratis, kalo enggak? Ya salam.
Seperti saat ini kelas Kirana mendapatkan hadiah berupa ulangan mendadak awal minggu. Dan jangan tanya keadaan kelas Kirana seperti apa. Seperti ada seseorang yang memberi tahu jika ada bom disekitar. Ingin rasanya lari sejauh mungkin.
Tapi hal yang paling mereka benci itu ketika sudah belajar semalaman tapi yang dipelajari tidak keluar sama sekali di soal, soal sangat jauh dari contoh yang diberikan dan lebih para ketika baru selesai mengerjakan satu soal guru sudah koar-koar agar jawaban segera dikumpulkan. Dan dari situlah siswa ingin rasanya terjun bebas dari lantai paling atas.
Kirana salah satunya. Gadis itu kini tengah menenggelamkan kepalanya dilipatan tangan diatas meja. Rambutnya sudah acak-acakkan tidak karuan. Seragam keluar dari rok abu-abunya. Dasi sudah entah kemana. Matematika adalah musuh terbesar Kirana setelah Bu Dian. Dan sahabat sejati Kirana itu Reva, Elsa dan Kimia. Kirana menguap dan berdiri dari tempatnya.
"Mau kemana lo?" Tanya Reva yang menyadari berdiri meskipun matanya masih fokus pada novel ditangannya.
"Kemana aja yang penting gak dikelas. Suntuk gue gara-gara matematika."
"Benerin dulu seragam lo, Na!" Teriak Elsa tapi sia-sia Kirana sudah keluar kelas.
Kirana bersenandung kecil disepanjang koridor yang sepi. Karena proses belajar mengajar masih berlangsung. Kaki Kirana berjalan menuju kantin. Matanya menyusuri setiap sudut kantin. Tatapannya terkunci pada 5 cowok dengan baju olahraga mungkin habis pelajaran olahraga. Tanpa pikir panjang Kirana menghampiri mereka dengan sedikit berlari.
"Selamat pagi penghuni surga." Sapa Kirana pada kelima cowok itu.
"Amin."
"Ebuset kaget gue." Luis mengelus dadanya pelan
"Ngapain diluar?" Tanya Alex datar.
Kirana mengerucutkan bibirnya lalu duduk ditengah-tengah Ibay dan Daniel.
"Ngapain sih lo dusel-dusel." Kesal Daniel karena lagi fokus pada game dihadapannya.
"Mampus lo mati. Mati. Mati." Kirana menoel-noel layar ponsel Daniel yang sedang menampilkan game. Mobile lagend. Daniel melotot melihat jari mungil Kirana menari-nari diatas layar ponselnya.
"Menyingkir lo medusa!!" Daniel menyingkirkan tangan Kirana dari ponselnya, sedetik kemudian dia berteriak histeri sampai membuat kelima orang disana terlonjak kaget. "Bangsat! Gue mati."
"Inalilahi wainalilahi rojiun." Kelimanya kompak mengucapkan kalimat itu.
"Bukan gue anjir. Tapi game gue. Lagian lo ngapain sih disini." Daniel menatap tajam Kirana. "Tadi tuh gue hampir menang, monyet!!"
Kirana mendengus. "Gue tuh lagi kesel sama matematika masa datang tak dijemlut pulang tak diantar. Sebel gue."
"Jelangkung dong." Kata Reza pada Kirana.
"Lebih dari sekedar jelangkung." Celetuk Kirana.
"AAAAA MATI LAGI!! Sana lo medusa minggir. Gara-gara lo gue kala melulu." Daniel mendorong pelan bahu Kirana disamping kanannya. Kirana menyingkirkan tangan Daniel dengan kasar. "Ogah!! Bukan karna gue kali. Tuh sinyal hape lo jelek kayak yang punya."
"Oy, Bay hostpot lo kok lemot banget sih kayak orangnya." Kata Daniel menatap Ibay yang tengan makan bakso.
"Hey kadal mesir! Gak tau terimakasih ya lo. Udah dikasih hotspot bacot lagi. Pakek ngatain lemot." Ibay melempar garbunya di depan Daniel.
Daniel menyengir lebar.
"Nyengir lo nyengir. Pengen nonjok gue." Kata Ibay. "Kalo masih kurang noh sinyal dari rambutnya Reza."
Mendengar kata itu Reza langsung membenarkan jambulnya dengan sombong.
"Hilang entar sinyal lo Za kalo lo gituin. Wahai jambul khatulistiwa." Ucap Daniel membuat semua teman-temannya tertawa.
"Eh jangan menghina jambul gue ya. Tanpa jambul gue lo pada gak bisa nyontek dibelakang. Gue yang jadi tumbal." Ucap Reza kembali membenarkan jambulnya agar kembali keatas.
"Gak sekalian lo buat lancip jambul lo Za?" Celetuk Luis.
"Gak lah alay. Biasa juga rambut gue gak gini." Kata Reza. "Mendem kayak lo pada."
"Sorry nih. Gaya rambur gue pomade." Jelas Ibay, sombong.
"Iya deh yang pomade. Diantara kita cuma rambut Alex yang paling bagus. Mau kebawa gitu." Ucap Reza.
"Kayak oppa-oppa korea." Kirana menimpal sambil tertawa. "Lo ganteng ya Lex."
"Tau."
"Kirana ngapain kamu disini? Bukannya bel istirahat belum bunyi." Kata Bu Dian tiba-tiba muncul membuat Kirana spontan bersembunyi disebelah Daniel. "Kalian juga ngapain sini. Sana ganti baju trus kembali ke kelas!" Pandangan Bu Dian berganti menatap Resor.
"Yaelah, bu masih minum nih capek habis olahraga. Ibu gak tau sih rasanya lari estafet pagi-pagi." Kata Ibay pada Bu Dian.
"Iya capek kayak nunggu doi peka." Celetuk Luis.
"Kayak Ibay tuh bu capek ngejar-ngejar Ghea tapi tak terbalaskan." Kata Reza membuat yang lain tertawa. Kecuali Kirana yang tetap bersembunyi di sebelah Daniel. Alex menatap datar Kirana lalu mengeleng-gelengkan kepala.
Ibay mendengus.
"Kenapa kamu jadi curhat sama saya, sana kembali ke kelas. Heh kamu Kirana ngapain sembunyi disitu? Kamu kira ibu gak lihat apa." Kata Bu Dian garang. Kirana berdiri dengan wajah cengengesan.
"Ya ibu harusnya pura-pura gak lihat gitu bu. Jadi kan saya gak tegang." Kata Kirana. "Otak saya itu butuh refresing bu habis ulangan dadakan matematika. Lagian hobi banget sih ngasih berita menegangkan."
"Gak usah banyak alasan. Sana kembali ke kelas!"
"Santai bu sini duduk sebelah saya." Tawar Daniel membuat bu Dian melotot.
"Etss iya iya bu berhubung saya lagi gak mood buat ibu marah. Saya kembali nih ke kelas." Ucap Kirana beranjak pergi dari kantin menuju kelas.
"Cabut." Kata Alex berdiri dari duduknya
"Bye-bye bu Dian. Kami mencintai ibu."
Bu Dian hanya mengelengkan kepala. Sangat pusing melihat kelakuan anak didiknya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments