Seorang wanita paruh baya berdiri dengan anggun sembari menunggu, hanfu berwarna merah dan tusuk konde berbentuk buruk phoenix berwarna emas. Kecantikan dan keanggunan sepanjang masa yang dipadukan dengan kedudukannya sebagai wanita nomor satu di kekaisaran. Tentunya akan menjadi nomor satu jika tidak ada bayang-bayang wanita tua di sampingnya itu, Ibu Suri Bai sedang menunggu bersamanya setelah mendapatkan kabar tentang Huang Jian Ying bertemu bandit.
Dia tampak gusar dan khawatir, tidak bisa diam dan terus bergerak gelisah.
Gadis bernama Huang Jian Ying, yang sebentar lagi akan menjadi pendamping putra mahkota. Sedang dinantikan kehadirannya di istana, tapi perjalanannya terhambat sehingga memakan waktu yang lebih lama. “Ibu, sebaiknya anda beristirahat saja. Biar aku yang menunggu kedatangan calon putri mahkota.” ujar Shu Ying Mai, sang Ratu Xianyuan.
“Tidak perlu, aku akan menunggunya.” jawab ibu suri ketus.
“Baiklah kalau itu keinginan ibu.” jawab sang ratu, sambil menahan perasaan jengahnya menghadapi ibu suri. Wanita tua itu meskipun tampak damai, tapi menyimpan ambisi besar dalam hidupnya yang tidak lama lagi.
Ibu Suri Bai melirik sang ratu sekilas, “Kau kembali saja!”
“Tidak ibu, aku akan menemanimu menunggu disini. Sebentar lagi, pangeran kedua dan pengeran ketiga juga akan datang, aku akan menyambut mereka juga.”
“Cih, pantas saja kau datang kemari.” tukas ibu suri begitu angkuh, “Sudah kuduga kau tidak akan mau menyambut calon putri mahkota.”
Shu Ying Mai mencoba mengendalikan diri sebaik mungkin, dia tidak boleh terpancing akan perkataan ibu suri. Wanita itu tersenyum lembut, “Apa yang ibu katakan ini, mana mungkin aku tidak menyambut calon putri mahkota.”
“Pepatah bilang, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Tentu saja aku akan menyambutnya.” sambungnya.
“Tapi kau tidak suka dengan calon putri mahkota!”
“Ibu … “
“Sudahlah, ratu!” potong ibu suri cepat, dia membuang muka sambil mengibaskan tangannya. “Kau tidak pernah sama pendapat denganku selama ini, kau memang ingin menentangku bukan. Meskipun pilihanmu dan pilihanku berbeda, tapi kaisar selalu mendengarkan aku sebagai ibu suri, maka kau merasa cemburu dengan itu. Aku bisa mengerti, tapi untuk putra mahkota, aku yakin aku bisa memilihkan pendamping hidup terbaik untuknya.”
Ratu Xianyuan menghela napas dalam. Sangat menjengkelkan baginya menghadapi wanita tua ini, bukan karena sikap cerewetnya, tapi karena ibu suri selalu mencampuri segala urusan istana yang seharusnya menjadi tugas Ratu Xianyuan. Pemilihan putri mahkota, memang sempat terjadi perbedaan pendapat, sebab sang ratu tidak berkenan memilih Huang Jian Ying. Itu karena dia mengetahui latar belakang dari Huang Jian Ying dan riwayatnya selama ini yang sering sakit. Sang ratu hanya tidak ingin memperburuk silsilah keturunan nantinya.
Padahal pemilihan putri mahkota begitu ketat, dari nona-nona bangsawan yang terdidik dan terjaga. Tapi entah bagaimana ceritanya Kaisar Wang dan Ibu Suri Bai sepakat untuk memilih Huang Jian Ying, tanpa mempertimbangkan saran darinya.
Ratu Xianyuan menundukkan kepala sebagai tanda hormat, “Mohon ibu jangan berpikir seperti itu, aku menghargai setiap keputusan kaisar dan aku akan dengan bahagia menyambut calon putri mahkota. Lagi pula aku sudah tidak ada dendam atas pemilihan itu.”
“Kau memang pandai bicara.” sarkas ibu suri.
Wanita tua itu langsung menoleh saat mendengar derap kereta kuda mendekat, tapi dari kereta yang dipakai itu bukanlah milik kekaisaran yang ditunjuk untuk menjemput Huang Jian Ying. Perasaan yang sudah sedikit tenang jadi berubah, pasti itu adalah kereta kuda pangeran kedua dan pangeran ketiga.
Ibu suri dibantu dayang setianya segera mundur, “Itu, yang kau tunggu sudah datang!” ucapnya.
“Maksud ibu?”
“Kau menunggu dua anak kesayanganmu, kan, itu mereka sudah datang!”
Shu Ying Mai segera melihat, dan benar saja jika yang datang adalah kereta kuda milik Raja Xuan atau pangeran kedua. Tak disangka mereka datang lebih cepat. Dengan senyuman merekah hangat, sang ratu segera menyambut paling depan saat kereta kuda akan berhenti.
Di dalam kereta kuda, Huang Jian Ying justru sedang bertarung dengan debaran jantungnya sendiri yang semakin gila. Tempat yang menjadi impiannya sudah ada di depan mata, dia melihat dari balik tirai jendela yang sengaja dibuka sedikit, ada banyak dayang dan pengawal yang berjaga. Istana memang seindah itu, tidak heran jika banyak orang memimpikan tinggal di istana.
Kusir telah menghentikan laju kuda yang membawa keretanya, saat ia kembali mengintip, ada ratu dan ibu suri disana bersiap menyambutnya.
Huang Jian Ying pun turun dari kereta kuda setelah dibukakan pintu, dia segera datang dan bersujud. “Salam Yang Mulia Ratu Xianyuan, Salam Ibu Suri Bai!”
Tatapan Shu Ying Mai seketika berubah kaget, “Kenapa Nona Huang bisa ada di kereta kuda pangeran kedua?!”
“Dimana kereta kuda kekaisaran yang ditunjuk untuk menjemputmu?” Ibu Suri Bai ikut menimpali. “Apa yang terjadi sampai kau harus berada di kereta kuda pangeran kedua? Dan dimana pangeran kedua?”
“Ini bisa menimbulkan kesalahpahaman antara putra mahkota dan pangeran kedua, Nona Huang! Apa kau bisa menjelaskannya dengan baik?” tambah sang ratu.
Huang Jian Ying hanya bisa menunduk dengan kepala tertunduk, satu hal yang menjadi titik lemahnya adalah dia tidak bisa mengendalikan diri dengan baik ketika mendapat tekanan seperti ini. Ingin sekali dia menjelaskan apa yang terjadi, tapi seolah mulutnya tidak mau untuk diajak bekerja sama.
Jian Ying menatap sang ratu dan ibu suri bergantian, “Itu …. ceritanya …. itu …. “
“Katakan saja, Nona Huang, tidak perlu takut.”
Ibu suri segera membawa Huang Jian Ying untuk berdiri, dia membelai punggungnya dengan hangat. Ibu suri tahu jika wanita ini muda ini pasti sedang ketakutan, terbukti setelahnya air mata sang nona berjatuhan. “Maafkan saya ibu suri, maafkan saya ratu. Ini semua karena pangeran kedua dan pangeran ketiga telah menyelamatkan saya dari para bandit yang hen---”
“BANDIT?!” seru ibu suri. “Oh dewa, lalu apa yang terjadi padamu? Beraninya mereka mencelakai kereta kuda milik kekaisaran. Sungguh sangat kurang ajar!”
“Kemarilah, Nona Huang, aku akan meminta keadilan untukmu kepada kaisar.”
“Terima kasih, ibu suri.”
Huang Jian Ying menghapus air matanya, melihat ibu suri sangat mengasihinya membuatnya menghangat. Ibu suri sepertinya akan menjadi pelindung yang baik baginya di istana, berbanding terbalik dengan ratu yang sepertinya enggan untuk menyambutnya.
Huang Jian Ying mengikuti ibu suri masuk ke dalam istana, meninggalkan Shu Ying Mai di luar gerbang masuk. Dayang Bao, dayang kepercayaan ratu segera mendekat. “Yang Mulia, apa saya harus mencari tahu apa yang terjadi?”
“Tidak perlu.”
“Tapi … nona terlihat sangat … “
Shu Ying Mai mengibaskan tangannya memberi tanda agar sang dayang kembali ke tempatnya, dia menatap ke arah lain dan menemukan seseorang yang ia tunggu bersama dengan kucing kesayangannya. Pangeran ketiga, Wang Jun, datang dengan wajar datar tanpa senyuman. Sangat berbeda tidak seperti pribadi Wang Jun yang ceria, tentu saja ada masalah.
Shu Ying Mai memeluk sang putra hangat, “Ibu, aku belum memberi salam.” ujar Wang Jun.
“Tidak perlu, ibu sangat menyayangimu sampai merindukan kalian berdua. Kenapa kau jarang ke istana sekarang? Sedang membantu kakak kedua? Dimana dia? Kenapa kalian tidak datang bersama?”
“Kakak sedang melihat padang azalea di bukit Yangxi.” jawab Wang Jun seraya beriringan dengan sang ibu masuk ke dalam istana. “Ibu tidak perlu menunggunya karena akan lama, kakak kedua bilang akan segera kembali ke istana jika sudah puas melihat bunga azalea.”
Shu Ying Mai tersenyum hangat, “Mungkin kakakmu rindu dengan mendiang kaisar terdahulu. Dulu, mereka sering pergi ke bukit Yangxi untuk melihat azalea dan berburu.”
“Tentu saja, maka dari itu aku tidak mencegahnya.” jawab Wang Jun.
Sang pangeran ketiga duduk dengan nyaman di pondok teratai, paviliun sang ibu menjadi tempat terbaik untuk beristirahat sejenak, ingin menyapa kaisar tapi Wang Jun akan menunggu sang kakak kedua datang dan menyapa bersama.
Secangkir teh menjadi teman mereka berbincang dengan hangat, Dayang Bao menuangkan dengan hati-hati, dengan dua balok gula batu karena sang pangeran suka rasa manis.
“Kenapa kau tampak tidak bersemangat, pangeran ketiga?”
Wang Jun meringis pelan, “Aku hanya lelah untuk terus berkuda, berharap pergi bersama kakak kedua dengan damai naik kereta kuda. Tapi di tengah jalan justru bertemu dengan rombongan pengawal Nona Huang yang dicegat bandit.”
“Akhirnya kakak kedua mengalah dan memberikan kereta kuda miliknya, aku pun harus berkuda untuk sampai disini. Tapi di tengah jalan aku justru ditinggalkan untuk melihat bunga azalea.” keluh sang pangeran.
Ratu Xianyuan menganggukkan kepala, dia resapi aroma teh yang berhasil membuatnya lebih tenang. “Jadi begitu ya, kereta kuda kekaisaran saja berani mereka jarah.”
“Bandit di kota ini memang sangat banyak dan mereka tidak takut pada kekaisaran.” jawab Wang Jun, “Ibu, kita harus melakukan sesuatu atau rakyat semakin menderita. Para bandit itu lahir dari rakyat yang tertekan dengan kebijakan pajak yang tinggi, kalau terus begini maka kita semua akan merasakan akibat atas kemarahan rakyat.”
“Bagaimana menurut ibu?”
Shu Ying Mai menatap sang putra dengan tatapan yang tidak dapat diartikan, “Kau tahu sendiri kita tidak bisa berbuat banyak, kubu kanan juga terus memaksa untuk mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini.”
“Apa kita akan tetap menjalankan rencana yang sudah ada?” tanya Wang Jun lagi.
“Kita tunggu kakak keduamu dulu.”
“Baik, ibu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments