Sepasang kuda gagah datang membawa kereta, kedatangannya disambut dengan sangat baik pada hari yang sedikit mendung ini. Semua orang bersuka-cita kecuali Huang Ling Xi dan sang ibu, melihat Huang Jian Ying akan dibawa ke istana hari ini jelas pukulan besar bagi mereka. Sang ibu pasti akan menyalahkannya karena tidak bisa mengantarkan racun dengan benar, buktinya Huang Jian Ying telah membaik pasti trik licik mereka tidak berhasil lagi.
Masih dengan bekas luka dan kekhawatiran yang sama, Huang Ling Xi tetap berdiri sambil menahan perih di kakinya. Semalam para pelayan menemukannya tertidur di depan kamarnya sendiri, malam yang dingin itu memeluknya yang lelah menangis. Pagi ini pun, kedua matanya masih berkantung.
Huang Jian Ying memeluk sang ayah, tidak sampai hati untuk pergi meninggalkan rumah. Namun apa boleh buat karena dia akan melanjutkan hidupnya yang lebih baik, toh nantinya, dia akan membawa nama baik keluarga Huang di kekaisaran.
“Nona Huang Jian Ying, mari! Kereta kuda kekaisaran sudah menunggu.” ujar Kasim Hong membawa titah kaisar.
Sang nona yang sebentar lagi akan menjadi pendamping putra mahkota menganggukkan kepala, “Terima kasih, Kasim Hong. Tapi izinkan menunggu sebentar lagi, aku ingin menyampaikan salam perpisahan untuk keluargaku.”
“Iya nona, tapi jangan lama-lama karena sebentar lagi hujan sepertinya akan segera turun.” jawab Panglima Duan yang datang bersama Kasim Hong, “Takutnya kita akan terjebak hujan dan sulit melanjutkan perjalanan.”
“Iya, Panglima Duan, aku mengerti.”
Hari yang dinantinya tiba, tapi hati Jian Ying seberat dunia. Merasa sulit untuk pergi sekalipun ini adalah impiannya. Memikirkan bagaimana sang ayah akan hidup di kediaman yang dingin ini sendirian, sebab tidak ada kehangatan di dalamnya, semua anggota keluarga saling membenci. Pada akhirnya, Huang Jian Ying takut sang ayah akan mati dalam kesepian.
Di tatapnya sang ayah yang juga menatap dirinya. Sementara Liu Ning Yu yang diam dan acuh, Ling Xi juga terus menunduk tak berekspresi apapun.
Dalam hati, tentu dia akan merindukan keluarganya.
“Salam ayah, salam ibu, aku meminta izin untuk pergi ke istana hari ini.”
“Pergilah nak, berbaktilah pada putra mahkota dan kekaisaran dengan baik. Jaga nama baik keluarga dan hiduplah dengan bahagia.” ujar Huang Han Su sambil menyeka air matanya.
“Ayah, aku pasti akan merindukanmu.”
Huang Han Su menarik kedua sudut bibirnya, sekalipun mata tidak bisa berbohong tapi senyuman ini akan membawa tenang untuk putrinya. “Justru ayah yang akan merindukanmu, putri kecilku. Tapi kita tetap bisa bertemu dengan baik, ayah berjanji akan berkunjung dan mengirim hadiah untukmu.”
“Tapi aku masih khawatir, bagaimana kalau ayah sakit? Bagaimana kalau ayah kesulitan tidur?” Jian Ying menghela napas dalam, “Semoga aku bisa tetap berkunjung nantinya, aku akan membuatkan ayah bubur pinus kesukaan ayah.”
Air mata Huang Jian Ying akhirnya jatuh juga, setelah bertelaga cukup lama menahan di kedua kelopak matanya. Wanita muda itu sampai sesenggukan, “Ayah … aku … aku … “
“Tenanglah, Jian’er!”
“Ayah, bagaimana aku bisa meninggalkanmu … “
“Jian’er.”
Sang panglima tertinggi Huang Han Su membawa putrinya ke dalam pelukan, tangan kasarnya mengusap pelan punggung Jian Ying agar tenang. Bersamaan dengan itu, hujan akhirnya turun juga. Gerimis mulai membasari kota dengan rintik yang ringan.
“Kau tenang saja, ayahmu tidak sendirian di kediaman.” jawan Liu Ning Yu yang mulai bosan dengan perpisahan penuh drama ini. “Ibu dan Ling Xi ada di rumah, para pelayan juga banyak, ayahmu tidak akan hidup dalam kesepian.”
Huang Jian Ying menyeka air matanya sambil mengurai pelukan dengan sang ayah, “Baik ibu, kalau begitu aku pamit, aku berdoa kepada para dewa untuk membawa keberuntungan dan kedamaian di rumah ini.”
“Pergilah, Jian Ying!” jawab Liu Ning Yu.
Sang nona akhirnya naik ke kereta kuda, semua barang yang hendak dia bawa sudah dipersiapkan dengan baik. Kehidupan yang baru akan segera dimulai, Huang Jian Ying tidak boleh patah semangat sampai disini, karena ini adalah hidup yang dia inginkan. Dari jendela kereta kuda, sang nona yang sangat cantik dengan kulit seputih susu itu bisa melihat sekitar. Hujan memang turun tapi tidak terlalu deras.
Masa ini mengingatkannya pada pertemuan itu, pertemuan yang membuat jantungnya berdebar kencang. Sampai sekarang, debaran itu masih terasa nyata. Dan sebentar lagi, dia akan bertemu dengan pujaan hati.
Iya, Huang Jian Ying telah lama menyukai putra mahkota, hingga dia memohon di kaki sang ayah untuk menjadi pendamping putra mahkota.
“Aww!”
“Hei, kau tak apa?”
Saat itu, bertahun-tahun yang lalu di sebuah taman istana. Huang Jian Ying yang masih berusia dua belas tahun, ikut sang ayah mengunjungi pesta kaisar. Kala itu pun, hujan turun dengan rinai ringan, hampir sama dengan saat ini.
Huang Jian Ying kecil bertemu terpeleset dan jatuh, dia mengaduh karena tubuhnya menambrak sesuatu yang keras. Saat ia mendongak, tatapannya seolah terpaku dengan detak jantung yang berdetak lebih cepat.
Kala itu, putra mahkota baru berusia empat belas tahun. Tapi dia sudah tumbuh menjadi pria yang tampan sekalipun wajahnya selalu pucat, membuat Jian Ying terpikat pada pandangan pertama. Putra Mahkota Wang Ming mengulurkan tangannya, “Maafkan aku, karena aku berjalan tak tentu arah jadi menabrakmu!”
“Ayo! Ku bantu berdiri.”
“Apa kau ingin tetap duduk disana?”
Huang Jian Ying gelagapan, kedua pipinya semerah tomat dan malu-malu menggapai telapak tangan putra mahkota. “Terima kasih.” jawabnya lirih.
“Tidak, aku seharusnya meminta maaf atas kelalaianku.” ujar Wang Ming, “Aku ingin menemui Tabib Li, aku harus mengambil obat yang baru karena obatku sudah habis. Tapi karena mengejar burung, aku jadi tidak melihat jalanku dengan baik. Apa kau terluka?”
Bukannya menjawab, Jian Ying justru terus menatap putra mahkota. Hingga laki-laki itu harus melambaikan tangannya untuk membawa Jian Ying kembali ke alam sadar, “Hei, kenapa kau melamun? Apakah ada yang terluka? Biar aku panggilkan tabib.”
“Tidak!”
“Eh, maksudku tidak perlu, Yang Mulia.” jawab Huang Jian Ying.
Kedua mata putra mahkota menyipit, “Bagaimana kau tahu kalau aku putra mahkota?”
“Dari pakaian yang dikenakan, Yang Mulia.” jawab Huang Jian Ying sambil menahan debaran jantung yang menggila. “A-a-aku melihat pakaian anda, a-aku juga pernah melihat anda bersama kaisar sebelumnya.”
“Baiklah kalau kau tahu.” jawab putra mahkota, “Kenapa kau tidak bersujud?”
Huang Jian Ying membulatkan mata, ia mendongak menatap putra mahkota dengan kaget. Benar juga, saat bertemu keluarga kekaisaran dia seharusnya bersujud, terlebih ini adalah putra mahkota, calon kaisar selanjutnya. Huang Jian Ying hendak menjatuhkan kedua lututnya, namun belum sempat menyentuh tanah, kedua lengannya ditahan oleh putra mahkota.
Tatapan mata keduanya terhubung, membuat waktu di sekitar terasa berhenti dan berpusat hanya pada mereka.
Perasaan ini adalah perasaan yang disebut orang-orang sebagai cinta monyet. Cinta sesaat di kala remaja, tapi bagi Huang Jian Ying perasaan itu masih tersimpan setelah belasan tahun berlalu. Cinta yang semakin besar hingga dia ingin menghabiskan seluruh hidupnya bersama dengan Putra Mahkota Wang Ming.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments